Bab 2 ~ Makin tersesat

1.1K 73 0
                                    

Sosok laki-laki tua yang dibicarakan Rendy dan Daus masih berdiri di posisinya, Mereka berdua tak berani menegur ataupun menghampiri. Mereka hanya memandangnya dari kejauhan. Tak lama orangtua tadi pergi. Hanya dalam kerjapan mata, orangtua tersebut benar-benar menghilang dari pandangan. Rendy dan Daus bergidik ngeri.

“Kok, orang tua tadi bisa keluar masuk hutan sini ya? Bukannya tadi siang dia hanya berjalan diluar hutan sana, apa yang dia lakukan disini,” gumam Daus.

Rendy diam kemudian melanjutkan kembali mencari ranting-ranting kecil.
Rendy mulai menyalakan perapian, sekejap saja api sudah menyala dan menerangi sekitarnya.

Daus yang selesai membuat tenda, bergabung bersama Rendy duduk di depan perapian. Mereka hanya diam menatap api yang menyala dengan pikiran mereka masing-masing.

“Untuk menghilangkan suntuk, baiknya kita sambil cerita tentang istri masing-masing. Kalau lama di dalam hutan dan pulangnya pasti aku dan istri ku seperti pengantin baru. Bisa-bisa sampai tiga ronde semalam,” ujar Daus berterus terang. Rendy menggelengkan kepalanya.

Daus dan Rendy memang sudah menikah. Hanya Rendy yang sudah memiliki anak satu perempuan yang cantik dan masih berusia delapan bulan.

Istri Daus bekerja sebagai Sekretaris di perusahaan Sepatu sedangkan istri Rendy hanyalah Ibu Rumah Tangga biasa.

Rendy mengeluarkan stok beras, sarden dan mie instan untuk makan malam mereka. Bekal yang mereka siapkan untuk kegiatan survey kali ini cukup untuk kebutuhan selama 3 hari, namun Rendy pesimis aktivitas mereka akan selesai tepat waktu, sebab hari pertama saja mereka tak menemukan jalur yang tepat dan mereka gigit jari.

Rendy dan Daus berjalan beriringan mencari sungai terdekat untuk mengambil air yang digunakan buat mencuci beras dan akan memasak untuk makan malam mereka. Mereka menyalakan senter, tak membutuhkan waktu yang lama, mereka menemukan sungai kecil.

Setelah selesai mengambil air yang mereka masukkan di dalam gerejen 20 liter. Mereka mencuci muka, kaki dan tangan. Kemudian mereka kembali ke tenda mereka.

“Ayo dong cerita, Ren. Istri kamu itu cantik dan seksi, menurut ku ya. Kalau aku tadi bujang dan dia masih perawan udah pasti nyosor aku, semua kriteria perempuan sempurna ada pada istri mu. Mana keibuan lagi,” ucap Daus setelah mereka sampai di depan perapian. Rendy menoyor kepala temannya itu.

“Kamu itu yang sopan kalau ngomong, muji istri ku kok persis di depan suaminya. Cari mati ya kamu,” Daus tertawa terbahak-bahak.

“Habisnya kamu itu terlalu jaim, sama aku ya nggak perlu malu-malu bicara soal jatah-jatahan tiap malam. Setidaknya kamu bisa dapat pengalaman gimana cara yang baik untuk main kuda-kudaan yang benar dan tepat sasaran,” Rendy malah tertawa.

“Mau kasih pengalaman? Yakin kamu? Aku dong yang lebih berpengalaman, kamu itu belum ada bukti sedangkan aku udah ada putri kecil ku yang cantik. Kamu mah nggak ada apa-apanya,” ujar Rendy mengolok. Mereka lantas tertawa bersama.

“Ouyyyyy … Ouyyyyy,” Rendy dan Daus terkesiap kaget mendengar suara memanggil itu lagi yang terdengar. Daus iseng menjawab.

“Ouyyyy . .. Ouyyyyy juga,” kata dia.

Daus sama sekali tidak menampakkan ketakutan sebab dia berpikir ada makhluk astral yang sedang mempermainkan mereka, namun tidak menganggu mereka apalagi sampai mencelakakan. Berbeda dengan Rendy yang justru tak berkedip mencari-cari asal suara.

“Ren.. nggak usah dicari apalagi cari tau, kayaknya ini penampakan makhlus halus yang mungkin ingin berkenalan dengan kita. Yang penting kita tidak menganggu mereka, maka mereka pun tidak akan melakukan hal yang sama pada kita. Sudahlah, kita fokus masak saja dulu, seetlah kita tidur,” Rendy setuju sebab pagi-pagi sekali mereka harus bisa mendapatkan jalur yang tepat untuk memulai pekerjaan.

Saat asik mengaduk nasi, mereka dikejutkan dengan sesosok makhluk yang mereka sangat tahu bahwa itu adalah makhluk penunggu Hutan Kalimantan ini. Makhluk itu kerdil, tubuhnya dipenuhi bulu kasar seperti bulu landak, matanya menyala layaknya api yang membara. Hidungnya besar, telinganya lebar kayak telinga gajah. Pangkal pahanya sangat besar, namun lucunya telapak kakinya sangat kecil seukuran manusia biasa. 

Rendy mundur, centong yang digunakannya untuk mengaduk nasi yang dimasaknya, terlempar entah kemana.

Dia baru pertama kali melihat penampakan makhluk astral yang begitu mengerikan. Daus apalagi, dia sampai terkencing-kencing di celana, sangking takutnya.

Bulu kuduk Rendy meremang. Dia beberapa kali meneguk liurnya. Makhluk itu terus memperhatikan mereka.

“Ouuyyyy… Ouyyyyy,” kata-kata itu keluar dari mulut makhluk yang tidak berdiri jauh dari mereka berdua. Mereka mematung, tak berkutik. Hanya sekejap saja, makhluk itu pun pergi tanpa jejak.

Begitu dia pergi, Rendy dan Daus berlomba-lomba masuk ke dalam tenda, masakan mereka tinggal begitu saja. Mereka sudah tidak peduli lagi.

“Kok bau pesing sih, Us. Kamu kencing ya?” Daus tak menyahut. Dia baru menyadari jika sebagian celananya sudah basah oleh air kencingnya sendiri. Tenda berukuran kecil tentu saja membuat mereka harus berdempet-dempetan di dalamnya. Mereka begitu ketakutan dan tak berani lagi mau keluar dari tenda.

Esok paginya sekitar Pukul 6.30. Rendy dan Daus bangun dengan mata yang masih setengah bengkak. Mereka berdua sulit memejamkan mata semalam karena khawatir makhluk-makhluk penunggu hutan akan datang menganggu mereka lagi. Apalagi semalam mereka sudah melihat langsung penampakannya.

Daus beberapa kali menguap menahan kantuk walaupu sudah mencuci wajahnya. Namun, karena tugas menyelesaikan survey mereka membuat dia harus menahan untuk tidak tidur lagi, mereka punya target tiga hari menyelesaikan kerjaan, sedangkan sehari kemarin terlewatkan begitu saja.

Rendy memeriksa perapian yang ditinggalnya begitu saja semalam. Dia kaget sebab nasi sudah termasak dengan sempurna. Anehnya, centong nasi yang terlempar semalam. Sudah ada kembali di dalam periuk nasi yang ditanaknya.

Meski bingung, Rendy mengambil nasi untuk dibawanya sebagai bekal makanan di perjalanan. Sarden dan mie instant yang masih utuh di dalam kemasan, dimasukkannya ke dalam tas ranselnya.

“Kali ini pastikan kita dapat jalur yang tepat, kita tidak mau ada salah-salah lagi. Bos pasti menunggu hasil kerja kita, ayo .. jangan lupa bawa bekal makanan buat kamu, aku sudah bawa nasi tadi sebagian,” Daus mengangguk, mengambil nasi kemudian memasukkan ke dalam tempat makanan pula masuk ke dalam tasnya.

Mereka mulai berjalan beriringan. Rendy terus memonitor kompasnya sambil berjalan, Daus masih memimpin berjalan di depan.

“Ren, coba lihat ini,” tunjuk Daus. Rendy mengalihkan pandangan ke tanah. Dia melihat bekas jejak kaki yang sangat baru, artinya belum lama ada orang lewat sekitar sini.

“Ternyata di hutan ini ada juga orang lain selain kita. Apa sebaiknya kita ikuti saja supaya kita tahu arah yang benar. Siapa tahu saja kita bisa bertanya tentang jalur di hutan ini. Kalau dilihat dari jejaknya, sepertinya ini jejak kaki orang yang tanpa menggunakan alas kaki. Coba lihat perbedaannya dengan kita yang menggunakan sepatu safety, jejaknya pasti berbeda. Karena jejak kaki kita adalah jejak sepatu, sedangkan yang ini hanya jejak kaki yang telanjang,” terang Daus. Rendy diam berpikir.

“Aku kurang yakin jika ini jejak kaki manusia, apa kamu lupa apa yang kita lihat semalam. Awalnya orangtua yang mengingatkan kita soal hutan ini dan kedua lebih mengerikan, sampai-sampai kamu kencing di celana, dan kedua makhluk itu jelas-jelas juga nggak pakai apa-apa alias nyeker, apa nggak berabe kita ikuti nanti tapak kaki hantu atau jin penunggu hutan ini. Bisa kacau juga pekerjaan kita terbengkalai nantinya,” jelas Rendy. Daus pun seperti tersadar dan setuju dengan ucapan Rendy.

“Kalau soal aku terkencing di celana, tolonglah jangan dibahas-bahas lagi apalagi saat kita sudah sampai di camp, malu banget aku nantinya,” pecah suara tawa Rendy melihat ekspresi wajah Daus.

“Oke .. okelah .. nanti aku paling cerita kalau kamu hobinya ngompol. Hahahaha,” Daus sewot. Rendy semakin senang menjahili temannya yang terkenal usil ini.

“Ouyyyyy … Ouyyyyy,” suara itu kembali terdengar. Kali ini mereka tidak tinggal diam, mereka berlari ketakutan dan mereka tak sadar jika mereka semakin masuk ke dalam hutan.


Tragedi Hantu Bilau Hutan Kalimantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang