Bab 30 ~ Toto dan Imran

648 48 0
                                    


“Apa benar begitu, Mbak? Terus bagaimana dengan nasib kami nanti. Apa kami-kami nanti di Hutan bisa selamat ya, karena beberapa hari yang lalu waktu diteror sama Hantunya Daus aja kami sudah seperti akan mati berdiri, apalagi harus ketemu kembali. Rasa-rasanya tugas kami semakin sulit,” sahut Rendy.

“Makanya Mba bilang tadi, bisa jadi apa yang sering dikatakan orang-orang itu betul. Sebab bukan sekali saja ada kejadian begitu, contoh saja waktu di kampungnya Mba ada yang pernah gantung diri di dalam kamarnya. Perempuan yang setiap harinya terganggu jiwanya tiba-tiba gantung diri. Kami sekampung terasa mencekam, sebab siapa saja yang lewat depan rumahnya selalu saja diganggu apalagi posisi jendela kamarnya itu menghadap langsung ke jalan, jadi setiap ada yang lewat selalu saja dilambai atau ditegur begitu, memangnya siapa yang mau ditegur sama orang yang sudah mati, hihhh bikin ngeri apalagi lihat penampakannya yang tidak biasa, semuanya terasa menakutkan. Jadi dengar-dengar kata orangtua dua bahwa dimana orang itu meninggal secara tidak wajar pasti akan menampakkan dirinya di tempat yang sama,” jelas Mba Rindu.

Mereka auto terdiam, larut dalam pikiran mereka masing-masing. Setelah Mba Rindu menyampaikan hal tersebut, makanan yang mereka makan terasa tawar dan hambar. Rendy, Rahman dan Darham merasa dunia mereka akan selesai saat kembali ke dalam Hutan Kalimantan, mereka harus bertemu dengan berbagai penampakan makhluk astral dan belum termasuk gangguan dari Daus, teman kerja mereka selama ini.

“Tapi sebaiknya kalian minta perlindungan dari Kai Hasan, siapa tau aja dia punya jimat atau apakah yang nantinya bisa kalian bawa supaya kalian tidak keteteran ketemu dengan makhlus halus yang ada di sana. Coba saja minta ke Kai Hasan,” saran Mba Rindu.

“Ya juga ya, saran Mba bagus juga. Okelah, setelah kami makan, kami akan langsung menghadap Kai Hasan semoga saja dia memang punya jimat pelindung buat kami nanti masuk ke dalam hutan,” jawab Rendy. Mba Rindu mengangguk, kemudian dia melanjutkan menyelesaikan pekerjaannya.

Sesuai saran Mba Rindu, setelah mengisi perut. Mereka langsung menuju ke kamar Kai Hasan, tak membutuhkan waktu yang lama untuk mengetuk pintunya sebab Beliau baru saja selesai sholat subuh. Penampakannya sangat tenang dan wajahnya terlihat bersinar pagi itu.
“Ada apa?” tanyanya. Mereka langsung mengutarakan maksud hati mereka ingin meminta jimat pelindung. Kai Hasan nampak tersenyum.

“Kenapa kalian harus minta jimat pelindung segala, ingatlah, jika lisan kalian adalah pelindung kalian sendiri,”tukasnya. Mereka bertiga menjadi bingung.

“Maksudnya, Kai. Kami nggak paham apa maksudnya,” kata Rahman. Kai Hasan lantas menyuruh mereka masuk ke dalam kamar, duduk-duduk lesehan di sana sambil menerangkan apa maksud perkataannya tadi.

“Maksud Kai yang namanya perlindungan melalui lisan itu adalah mulut kalian, kalian tidak memerlukan jimat pelindung karena dari mulut kalian bisa melafalkan doa-doa sebagai pelindung kalian semua, kalian semua muslim kan?” Mereka kompak mengangguk.

“Nah cocok sekali, kalian boleh membaca Ayat kursi dan memastikan membawa Buku Yasin saat kalian masuk ke Hutan, jika kalian senggang atau sudah selesai dan bersiap istirahat, baca-bacalah Yasin sekali atau dua kali, semampunya kalian. Kai yakin makhluk halus tidak akan pernah suka,”tutur Kai Hasan.

Kendati sedikit kecewa karena tidak mendapatkan jimat pelindung dari Kai Hasan, namun mereka akhirnya menjalankan saran dari Kai Hasan agar mereka bersiap dengan membawa Buku Yasin dan berusaha menghapalkan Ayat Kursi berulang kali. Padahal mereka bertiga sangat hapal dengan Ayat Kursi, akan tetapi mereka khawatir lupa saat sudah berhadapan dengan makhluk astral yang ada di hutan.

“Rendy, Rahman, Darham. Kalian dicari sama Pak Bambang, diminta untuk ke halaman sekarang,” kata seorang Karyawan yang diutus untuk memanggil mereka. Mereka sontak menoleh kemudian pamit kepada Kai Hasan.

Gegas mereka pergi ke Halaman, disana sudah ada dua orang Personil dengan bodi kekar dan tubuh yang terbilang cukup tinggi dibandingkan orang awam, pandangan kedua Personil tadi nampak begitu tajam. Mereka bertiga memperhatikan dengan seksama keduanya.

“Rendy, Rahman, Darham. Inilah dua orang Personil yang Saya ceritakan tadi. Mereka berdua adalah Toto dan Imran, mereka berdua ini yang akan membantu kalian masuk kembali ked lam Hutan Kalimantan, mereka ini biasa mendampingi perjalanan pihak perusahaan yang meminta mereka untuk menemani di dalam hutan, jadi keduanya punya pengalaman juga pernah masuk hutan beberapa kali,” jelas Bambang.

Mereka lega karena memiliki teman di hutan yang juga pernah masuk ke dalam hutan, minimal mereka tidak perlu mendengarkan jika ada Petugas yang cengeng saat menjalankan misi ini nantinya. Misinya sangat berat karena harus berhadapan dengan makhluk astral yang tak kasat mata.

“Ini Toto dan ini Imran.” Mereka pun saling bersalaman dan berkenalan.

Toto dengan perawakan yang sedikit lebih tinggi dari Imran, tubuhnya terlalu kekar yang semakin menambah kejam penampilannya dengan tubuh tingginya itu, kulitnya hitam dan pandnagan mata selalu tajam dan tanpa senyum.

Sedangkan Imran jauh lebih santai daripada Toto, Imran memiliki kulit sedikit bersih dan putih kurang lebih kulit Darham yang asli anak Tidung dengan kulit putih mulusnya. Imran memiliki senyum yang manis, meski tubuhnya tinggi dan sedikit kekar juga namun tak sekekar tubuh Toto yang mungkin setiap hari rajin berolahraga membentuk tubuhnya agar lebih berotot. Hal itu terlihat pada urat-urat tangannya.

“Apa kalian sudah siap semua? Jika kalian siap maka mulai pagi ini juga Toto dan Imran siap menemani,” kata Bambang. Mereka bertiga serentak mengangguk.

“Tunggu dulu !!!” suara Suharto terdengar berteriak ke arah mereka. Mereka pun menoleh dengan wajah kaget.

“Jika kalian masuk dalam hutan kalimantan nanti dan sudah menemukan pemilik kalung itu, sekalian lah kalian menyelesaikan tugas satunya lagi yaitu menemukan Nanang yang menghilang. Mungkin saja dia berada di Hutan, seandainya ketemu langsung kalian ajak pulang. Kita khawatir jika dia terlalu lama menghilang, kata Kai Hasan keadaannya akan semakin gawat,” titah Suharto. Mereka bertiga lemas mendengarnya.

“Belum selesai satu tugas masa harus ditambah lagi, Pak? Terus kenapa tidak menugaskan yang lain saja karena kami juga musti fokus dengan urusan kalung ini, kami yakin di dalam hutan bukan hanya tugas mengembalikan kalung saja yang terasa mudah tapi memang karena kami harus berurusan dengan jin-jin juga hantu penunggu hutan,” Protes Rahman. Rendy dan Darham setuju mengiyakan.

“Kalian pikir kami di sini tidak ada kerjaan, kami sendiri akan mencari dia sampai ke Pemukiman warga yang ada di persimpangan jalan Basecamp ini, apa kalian lupa jika si Ridwan pernah meneror warga juga jadi ada kemungkinan Nanang pun melakukan hal yang sama, hanya tinggal kita saja yang membagi tugas. Kalian kebagian tugas sambil mencari Nanang di hutan, entah kalian suka atau tidak, hal itu juga wajib kalian kerjakan, titik,” Suharto menutup kalimatnya.

Mereka tergugu. Mereka harus tetap menjalankan apapun keinginan Bosnya satu ini, jarang sekali dia mau mendengar keluhan anak buahnya. Dia lebih mementingkan egonya semata. 

Tragedi Hantu Bilau Hutan Kalimantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang