Bab 28 ~ Pindah Raga

645 45 2
                                    


“Rendy.. Rahman.. Darham .. bukain pintu dong, biarkan aku masuk,” pinta Nanang dengan suara berat seperti robot.

Mereka gemetaran, tak berani sekalipun membuka selimut yang mereka kenakan. Tak ada satupun dari mereka yang bergerak dari tempatnya. Tak lama suara ketukan jauh lebih keras dari sebelumnya. Namun suara Kai Hasan dan Suharto juga Bambang yang terdengar.

Rahman mulai mengintip, membuka perlahan selimutnya. Diikuti oleh yang lainnya. Mereka saling berpandangan. Tetap saja suara Kai Hasan yang terdengar nyaring memanggil. Rendy memberanikan diri bangkit kemudian berjalan menuju jendela, membuka tirainya sedikit. Rahman dan Darham ikut mengekor. Setelahnya, Rendy membuka pintu.

“Nanangnya mana?” tanya Kai Hasan. Rendy menggelengkan kepalanya.

“Nanang nggak ada di sini, Kai. Dia tadi mengetuk pintu mau masuk, tapi kami ketakutan dan bersembunyi,” sahut Darham.

“Kata Pak Balang, Nanang tadi masuk ke dalam kamar kalian,” jawab Kai Hasan, dia berjalan masuk ke dalam kamar.
Suharto menyalakan lampu, Bambang pun turut masuk memeriksa. Mereka bertiga bingung sebab lampu di kamar mereka sebelumnya mati dan tidak bisa dihidupkan.

“Tadi Nanang hanya mengetuk pintu,  nggak ada dia masuk kemari, karena kami sudah menutup pintunya duluan, dia …,” Rendy tak meneruskan kalimatnya.

“Dia berubah seperti Ular yang mengganti kulitnya,” jawab Kai Hasan seperti paham. Mereka bertiga kaget.

“Ya, Kai. Memang benar kulitnya semua mengelupas mulai dari kulit badan sampai mukanya, mengerikan, dia persis daging ayam tanpa kulit,” Rahman membenarkan.  Kai Hasan nampak mengangguk.

“Pak Balang dan Bu Alus jelas-jelas melihat Nanang masuk ke kamar kalian, mungkin saja kalian tidak sempat mengunci pintu dan dia langsung masuk kemari, hanya aneh saja tidak ada sama sekali. Sebenarnya Nanang kemana?” Kai Hasan saling berpandangan dengan Bambang dan juga Suharto.

“Sebaiknya kalian laporkan jika melihat Nanang, kita akan melakukan pembersihan dari makhluk halus yang terus berpindah-pindah raga, kalian juga harus berhati-hati jika kalian tidak ingin bernasib sama dengan yang sudah-sudah,”Kai Hasan mengingatkan.

Lagi-lagi malam itu akhirnya tidak ada satupun warga basecamp yang kembali tidur, mereka seakan dipaksa terjaga lantaran Nanang yang tidak ketahuan rimbanya, harus segera ditemukan. Dia diperkirakan mengalami kerasukan makhluk halus sehingga harus cepat-cepat dibersihkan raganya dari makhlus halus sesuai titah Kai Hasan.
Setiap sisi basecamp mereka cari, akan tetapi tidak juga ada tanda-tanda keberadaan Kepala Penanaman tersebut, mereka meyakini Nanang bersembunyi di dalam hutan sekitar sama seperti yang dilakukan oleh Ridwan sebelumnya.

“Kejadian ini sudah sama persis dengan kejadian sepuluh tahun yang lalu dimana tidak hanya orang-orang di Basecamp ini yang resah tapi juga penduduk desa yang tinggal sekitar lima kilo dari sini, mereka bahkan sampai meninggalkan pondok mereka berbulan-bulan sampai mahkluk halus yang merasuki orang camp berhenti, Kita harus segera mencegah jangan sampai makhluk halus itu membuat ulah sampai ke pemukiman warga,” tutur Kai Hasan.

“Kami baru tau jika kejadian seperti ini pernah juga terjadi, apa di basecamp yang sama, Kai?” tanya Suharto.

“Tidak, dulu di Basecamp Hulu yang sekarang menjadi Basecamp C. Hanya karena kerjaan satu orang saja yang terlalu bermain-main di Hutan Kalimantan. Tepatnya, dia meremehkan dan menghina penunggu yang ada di sana, kata mereka waktu itu satu orang yang membuka lahan mengaku tidak takut sama sekali dengan makhluk penunggu hutan manapun, setelah itu setiap waktunya mereka mendapati hal-hal aneh yang terjadi,” sebut Kai Hasan.

“Bahkan, satu persatu pekerja Camp ada yang meninggal tiba-tiba setelah mereka kerasukan, meski ada juga yang sempat diselamatkan, Intinya saat ini penunggu hutan kalimantan sedang murka karena ulah manusia yang menganggu kehidupan mereka di dalam sana, entahlah bagaimana dengan keadaan sekarang ini,” lirih Kai Hasan.

“Ngeri juga ya, Kai. Kedepannya aku akan meminta kepada semua karyawan untuk lebih berhati-hati dan tidak main-main lagi di sini, mereka sudah terlalu berpengalaman sehingga menyamakan setiap daerah dengan daerah lainnya, maafkan mereka semua ya, Kai,” Suharto pun mewakili teman-temannya meminta maaf. Kai Hasan mengangguk.

“Sekarang lebih baik kita berdoa agar dimudahkan dari segala urusan dan dapat menyelesaikan semua gangguan makhluk halus itu dan segera tetap mencari Nanang sampai ketemu, jangan sampai dia membuat kekacauan melebar kemana-mana, Jika malam ini tidak kita temukan dia di sekitar sini, lebih baik besok pagi-pagi sekali, kita kembali ke hutan kalimantan untuk mencarinya kesana,” beber Kai Hasan.

Suharto nampak kaget, akan tetapi karena ini sudah menjadi tanggung jawabnya maka dia pun mengiyakan. Suharto dan Bambang memilih mengitari kawasan basecamp sedangkan Kai Hasan kembali ke kamar menemani Ridwan yang masih belum pulih sepenuhnya. Kai Hasan khawatir jika Ridwan akan kumat lagi.

‘Sama sekali tidak menyangka dengan kejadian-kejadian di sini ya, Pak. Saya baru bertugas di sini beberapa bulan yang lalu dan sudah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana mayat Daus yang berulangkali menghantui, kemudian Ridwan dan sekarang Nanang, entah kapan semua ini berhenti,” ujar Bambang.

“Sama, Pak. Saya juga hitungannya masih baru di sini sekitar enam bulan yang lalu. Sebelumnya, kami semua aman-aman saja karena memang belum membuka lahan yang baru. Ketika kami mau membuka lahan, kami tugasnya beberapa kelompok termasuk Rendy dan Daus. Tahunya pulang-pulang sudah tinggal mayat aja, Pak. Saya kasihan dengan keluarganya di sana,” terang Suharto.

“Apa sebelumnya tidak ada larangan atau ada yang mengingatkan sebelum masuk ke dalam Hutan Kalimantan, Pak?” tanya Bambang.

“Menurut keterangan Rendy saat mau masuk ke hutan, mereka diberitahu oleh seseorang yang sudah tua dan sepertinya warga lokal di sana, tapi Daus yang katanya malah menertawakan orang tua itu karena merasa dia punya pengalaman keluar masuk hutan, sejatinya Daus memang punya pengalaman sekitar sepuluh tahun bertugas melakukan survey dan partnernya ya si Rendy itu, dia yang tahu betul bagaimana kisah sebelumnya yang mereka alami saat di Hutan waktu itu,” beber Suharto.

“Kalau Saya lihat malah semua kejadian ini berawal dari Daus yang meremehkan orangtua yang mungkin saja adalah penunggu hutan tapi yang mungkin baik sehingga mengingatkan, tapi malah diolok-olok. Tau sendiri kan, gimana anak-anak itu mau dibawa serius juga tetap aja mereka anggap bercanda. Di tambah lagi, kalung … alamak ya kalung, kok Saya sampai lupa ya, kalung yang diambil oleh Daus itu apa sudah dibalikin ya sama anak-anak itu, betul-betul lupa,” sahut Suharto lagi.

Suharto lantas mengajak Bambang untuk menghampiri Rendy, Rahman dan Darham di kamarnya guna menanyakan keberadaan kalung milik Inuy tersebut, apakah sudah dikembalikan atau belum.

Bersama Bambang, Suharto mencari Rendy, Rahman dan Darham. Setelah mencari-cari ternyata ketiganya sedang berada di samping Basecamp, mereka bersama beberapa orang karyawan sedang membahas tentang Nanang.

“Kemungkinan jika Nanang tak ketemu, besok beberapa orang akan ditugaskan mencarinya sampai ke hutan kalimantan, aku ogah kalau harus di suruh masuk lagi ke sana, lelah dikejar-kejar hantu mulu,” ujar Rahman.

“Rahman !!” Rahman sontak menoleh. Tersenyum kepada Suharto dan Bambang yang menghampiri.

“Kalung … Kalung yang aku titipkan sebelumnya, apa sudah kamu kembalikan ke hutan kepada pemiliknya,” Deggg, Rahman tak menyangka, akhirnya Suharto mengingatnya setelah beberapa hari tak mengungkit masalah kalung yang masih di pegangnya.



  




  



 
    

 





 
   

Tragedi Hantu Bilau Hutan Kalimantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang