Bab 5 ~ Ada apa dengan Daus

793 53 0
                                    


“Rendy .. Rendy !!!!!!!” pekik Daus. 

Daus yang berlari ke teras dari arah dalam pondok ke tempat Rendy. Dia melihat Rendy sudah semaput, tak sadarkan diri. Daus terlihat geli melihat muntahan Rendy di lantai teras.

Berbagai macam tulang ayam dan ikan berserakan bercampur dengan lendir berwarna hijau kemerah-merahan.

Daus berusaha membangunkan Rendy, namun dia sama sekali tak bergerak. Daus mengambil air putih di botol milik Rendy yang tak jauh dari tempatnya jatuh barusan.

Dituangnya ke tangannya kemudian dipercikkannya ke wajah Rendy beberapa kali. Hanya dalam hitungan menit saja, Rendy kembali siuman. Rendy seperti orang yang linglung. Dia menoleh ke kanan dan kiri tidak jelas.

“Ren, Ren … Sadar Woyyy … kamu kenapa.. kamu sakit?” tanya Daus.

Rendy seperti tersadar. Dia menunjuk kearah muntahannya yang terlihat aneh, tidak seperti orang muntah pada umumnya. Daus pun mengangguk.

“Ya, aku lihat muntahan mu itu, nggak perlu ditunjukkan lagi. Kamu jorok banget. Habis makan ayam dan ikan segitu banyak, kenapa aku nggak dibagi. Kamu makan sendiri, akhirnya keluar semua makanan mu kan?” ujar Daus. Rendy menggelengkan kepalanya.

“Apa kamu lupa kalau kita sudah lama tidak makan ayam ataupun ikan, terus bagaimana bisa aku muntah tulang segitu banyak dan lendirnya itu membuat ku mual,” Daus tertawa.

“Jangan kan kamu, aku aja yang ngelihat muntahan mu pun mual dan pengen muntah. Sudah lah, kamu jangan mikir yang macam-macam, intinya itu kamu disuruh gabung sama aku di dalam untuk beristirahat dan bukannya menyendiri seperti tadi, Lagian awalnya gimana sampai kamu merasa mual begitu,” tanya Daus masih dengan rasa penasarannya.

“Oya, aku baru ingat bekal makanan ku penuh dengan belatung. Padahal itu nasi baru tadi pagi dibawa tapi mengapa hanya beberapa jam nasinya sudah keluar belatung gitu, mana nasinya sudah basi becek gitu dan berbau busuk, spontan aku muntah,” kata Rendy sambil menunjuk tempat bekal makanan yang sudah terbalik.

Daus mengambil tempat bekal makanan Rendy.

“Ini maksud kamu, kamu ini gimana sih? Mimpi atau gimana? Nasinya masih bagus, kamu buang gitu aja. Belatung .. belatungnya nggak ada, Ren. Kamu terlalu bermimpi makanya penglihatan kamu aneh-aneh. Sudahlah, kamu sebaiknya ikut kami beristirahat di dalam. Titik,” tegas Daus. Rendy termangu. Rendy berulangkali mengucek-ucek matanya.

“Tapi .. tapi.. memang betul nasinya penuh dengan belatung, aku nggak bohong. Ngapain juga ngeprank kamu gini. Nggak ada untungnya. Aku merasakan ada sesuatu yang aneh disini, bisakah kita pergi dari sini secepatnya. Aku takut akan terjadi sesuatu menimpa kita,” jawab Rendy.

“Mau pergi kemana? Apa mata mu nggak bisa melihat bagaimana kencangnya angin dan derasnya hujan sekarang ini. Sudahlah  kamu diam aja dulu, kita menginap disini semalam, besok pagi-pagi baru kita kembali ke tenda. Lagian kamu ini apa nggak bisa lihat orang senang apa. Tuh cewek mau kugarap ntar malam, jika kamu mau ya gabung aja, jarang-jarang loh kita dapat cewek bening begini,” ungkap Daus. Rendy melotot tak senang.

Dia tak menyangka, Daus seperti tak ada logikanya. Dia tidak bisa memikirkan dengan baik. Apa bisa seorang perempuan cantik tinggal di tengah hutan sendirian. Mereka sebelumnya sudah menghadapi begitu banyak kejadian ganjil dan tidak masuk akal, selayaknya kejadian ini juga menjadi pertimbangan Daus untuk tidak mudah menerima ajakan perempuan bernama Inuy ini.

Berbagai kemungkinan bisa saja terjadi. Bisa saja perempuan itu adalah makhluk jadi-jadian. Jarang sekali Daus berkeras seperti saat ini. Rendy pusing memikirkan caranya agar dia dan daus segera angkat kaki dari pondok ini. Rendy meyakini akan ada bahaya besar sedang menanti mereka.

Entah itu apa, Rendy pun tak tahu. Dia hanya punya firasat jelek mengenai Inuy, gadis Tidung ini.

Begitu Rendy masuk ke dalam pondok, dia merebahkan dirinya dengan berbantal tas ranselnya ingin melanjutkan tidur. Dia sudah capek mengingatkan teman kerjanya ini. Daus terlalu mabuk asmara dan begitu kasmaran dengan Inuy. Jika terjadi sesuatu, tanggunglah sendiri akibatnya. Pikir Rendy tak peduli lagi.

Baru saja Rendy akan memejamkan matanya, dari arah kamar yang hanya bersebelahan dinding dengan posisi tidur Rendy. Jelas-jelas dia mendengar seperti suara orang mendesah bersahut-sahutan.

Sial. Rendy penasaran. Dia pelan-pelan bangkit dari tidurnya dan tak sengaja dia melihat ada lubang kecil yang bisa dipakai untuk mengintip ke dalam kamar.

Rendy mulai memicingkan matanya memasang untuk mengintip suara apa itu, meski dalam otak Rendy sudah memikirkan tidak-tidak, Dia yakin Daus sudah senang-senang dengan Inuy di dalam kamar. Benar saja, Daus begitu mesra mencumbu perempuan putih mulus itu. Rendy meneguk salivanya.

Daus yang dominan di Ranjang besi itu, nampak menikmati permainan mereka. Tak lama Rendy melongo saat memperhatikan perempuan itu dengan teliti, perempuan yang tadinya mulus, putih dan cantik berubah menjadi perempuan peot, tua yang rambutnya memutih. Tubuhnya yang montok hanya tinggal kulit pembungkus tulang, sangat kurus tapi Daus sepertinya tidak menyadarinya.

Dia masih bersemangat menggauli perempuan itu. Beberapa menit kemudian, mereka pun mencapai puncak kenikmatan bersama. Mereka tidur terlentang, Daus lemas disamping perempuan itu. Daus terlihat begitu bahagia, senyum terus tersungging di bibirnya. Rendy yang masih mengintip terkejut saat mata Inuy benar-benar sedang menatapnya dengan tajam, Inuy yang berwujud nenek-nenek keriput itu  menyunggingkan senyumnya samar.

Rendy bergidik ketakutan. Dia kembali ke posisi tidurnya, berpura-pura seakan-akan tidak ada yang terjadi dan tidak melihat apapun yang barusan dia saksikan.

Sekitar setengah jam, suara desahan kembali terdengar dan Rendy berpura-pura tak mendengarnya. Rendy yakin jika Daus akan terus mengulang kelakuannya tanpa tahu yang sebenarnya.

Entah bagaimana penglihatan Daus sehingga dia dengan santainya melakukan hubungan suami istri dengan perempuan berwujud nenek-nenek itu.

Ingin sekali Rendy segera pergi dari pondok itu tapi dia masih peduli dengan Daus. Sehingga dia membatalkan keinginannya. Dia menunggu hingga pagi menjelang sampai cuaca membaik. Karena kelelahan, akhirnya Rendy pun tertidur dengan pulas.

Pagi-pagi sekali, Rendy terbangun. Dia kaget karena mendapati dirinya di tengah gundukan tanah yang cukup besar dan dirinya masih berada di tengah hutan persis dibawah pohon yang digunakan mereka untuk berisirahat lari dari kejaran Hantu Bilau.

Dan dia memandang sekeliling, hanya ada dirinya lengkap dengan peralatannya dan juga tas ransel milik Daus.

“Kenapa aku bisa ada disini, terus dimana pondok itu dan dimana pula si Daus,” gumam Rendy.

“Daus … Daus … kamu dimana?” teriak Rendy dengan keras. Sunyi, tak ada jawaban hanya suara gema teriakannya yang kembali.    

Rendy menoleh ke kanan dan ke kiri mencari Daus. Daus benar-benar menghilang seperti ditelan bumi. Rendy mulai merasakan ketakutan yang luar biasa.

Dengan segudang pengalamannya selama dua hari di Hutan Kalimantan, tinggal berdua dengan Daus saja, dia sudah tak kuat apalagi jika dia harus sendirian di hutan ini.


“Daus … Us .. kamu dimana?” panggilannya kali ini sangat pelan.

“Woyyyy .. aku disini,” suara jawaban terdengar dari dalam hutan yang ada di sebelah kiri Rendy.

Rendy menoleh, mendengar suara langkah kaki mendekat dan semak belukar bergoyang-goyang. Rendy tegang. Matanya tak berkedip melihat semak belukar yang ada di depannya terus bergoyang.


Tragedi Hantu Bilau Hutan Kalimantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang