Bab 7 ~ Mimpi aneh

744 61 0
                                    


Rendy membuka matanya perlahan, dia melihat Daus sedang membelakanginya duduk di depan perapian. Begitu Rendy mencoba untuk bangun, Daus menoleh dan tersenyum kearah Rendy.

Mulutnya penuh dan masih asik mengunyah. Rendy masih merasakan kepalanya sedikit pusing. Dia meraih tas ranselnya dan mengambil botol minuman dari sana, kemudian membuka tutup dan meneguknya perlahan.

“Kamu mau makan daging kelinci, rasanya segar dan ada manis-manisnya gitu. Mau coba?” Rendy mengambil daging kelinci bakar yang diberikan oleh Daus. Perut Rendy sudah keroncongan dan butuh diisi segera.

Rendy memakannya dengan sangat lahap, hampir habis baru dia merasa jika daging kelincinya masih setengah matang karena area tulangnya masih berwarna kemerah-merahan. Rendy memuntahkannya kembali.

“Ini masih sedikit mentah, Us. Kamu bakar sedikit lagi .. yang di depannya tadi masih enak tapi sayang dalamnya masih mentah, darahnya masih kelihatan,” ucap Rendy protes.

“Darahnya ini yang bikin enak, kalau kamu nggak mau jangan dibuang, Kasihkan aku aja nanti biar aku yang habiskan, setelah makan ini kita langsung pasang pita ya?” ajaknya. Rendy mengangguk.

“Peta yang disini tadi mana?” mata Rendy mencari ke kanan dan kiri, tapi peta tersebut tak ditemukannya.

“Kita jalan nggak usah pake peta, aku sudah tau tempat-tempat mana saja yang akan kita pasang. Titik-titiknya sudah sering kita lewati, hanya saja kita kurang jeli. Nanti biar aku jadi penunjuk jalan dan kamu bagian pasang pitanya,” titahnya. Rendy menurut. Pasrah.

“Terus.. peta tadi kemana?” Rendy masih penasaran.

“Sudah kubakar, peta nggak ada gunanya disini. Kalau kita tiap hari disini buat apa pake peta, nggak ada gunanya,” sahutnya santai. Rendy menautkan alisnya.

“Us, dari kemarin kita sesat beberapa kali jadi kita nggak mungkin jalan tanpa peta, apalagi kompas ku juga sudah hilang, terus kamu ngomong seakan-akan kamu sudah tinggal lama di hutan ini, hutan ini baru pertama kali kita masuki. Kita sudah mengalami banyak hal ganjil di luar nalar, jangan sampai karena sok tau mu itu membuat kita sesat ketiga kalinya. Aku nggak mau lagi itu terjadi, aku capek dan mau urusan kita disini selesai dan kita langsung pulang kembali ke Camp menyerahkan laporan ke bos,” Rendy terlihat kesal. Daus mendelik.

“Kamu itu kalau dikasih tau kok ngeyel, udah lah, percaya aja sama aku. Aku lebih tau bagaimana kondisi hutan ini, jadi kamu nggak usah khawatir yang berlebihan. Lihat aja nanti, aku tunjukkan sama kamu gimana Daus beraksi,” ujar Daus jumawa. Rendy menggelengkan kepalanya. Tak habis pikir dengan teman kerjanya ini.

Selesai Daus menyantap kelinci, mereka pun melaksanakan tugas surveynya. Benar saja, Daus tak membutuhkan waktu yang lama untuk menunjukkan tempat-tempat yang mereka tuju. Rendy memulai tugasnya memasang pita-pita warna di tiap jalur. Ketika waktu menunjukkan Pukul lima sore, mereka pun menyelesaikan tugas dengan maksimal.

“Apa aku bilang kan? Kerjaan itu nggak usah terlalu merasa dibebani, jalani saja tapi tau-taunya selesai. Kemarin-kemarin kita sesat karena sudah terdoktrin dengan ucapan orangtua yang mengingatkan kita mengenai hutan ini. Intinya usaha dulu dan endingnya, kita gampang menyelesaikan semua tanpa banyak beban di kepala,” ujar Daus.

Rendy tetap saja bingung dengan kehebatan Daus. Ini bukan Daus sebenarnya. Entahlah. Tiba-tiba saja bulu kuduk Rendy berdiri.

Sesampainya mereka di tenda, mereka mengumpulkan barang-barang yang akan mereka bawa pulang. alat-alat masak seperti panci dan wajan, Daus meminta untuk ditinggal saja namun disembunyikan diantara semak-semak belukar.

“Kita tinggal saja alat masaknya, karena beberapa hari lagi kita pasti kesini lagi. Bos mau tahu nanti ukuran-ukuran yang kita pakai buat titik jalur, yang lainnya bawa saja,” perintah Daus.

Rendy setuju karena memang sudah menjadi kebiasaan survey pertama dilakukan, akan dilakukan survey kedua kalinya guna memastikan.

Daus menyimpan alat-alat masak di antara semak belukar yang tak jauh dari tenda mereka. Dia mengikatnya menjadi satu agar memudahkan mereka menemukannya kembali.

Mereka melanjutkan perjalanan keluar hutan yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari tenda mereka. Lagi-lagi Daus lah penunjuk jalan, Rendy hanya mengikut dibelakang.

Rendy dan Daus meletakkan tas ransel mereka di pinggir jalan menunggu mobil jemputan mereka. Daus melihat jam di tangannya. Berdasarkan janji penjemputan akan dilakukan pada sore hari sekitar Pukul lima, akan tetapi hingga Pukul setengah tujuh, belum ada tanda-tanda jemputan mereka tiba. Rendy mulai lelah menunggu, dia duduk di rerumputan dan tak lama dia pun tertidur.

Belum lama dia tertidur, terdengar suara klakson mobil yang sangat keras. Eko, supir jemputan mereka tertawa mengejek.  

“Waduhh, muka-muka lelah mencari dollar, hahaha .. maaf ya telat jemputnya. Tadi tiba-tiba aja ban gembos dan aku harus ganti ban, kalian sudah selesai nugasnya?” tanyanya.

Rendy masuk ke dalam mobil mengangkat alisnya mengiyakan. Sementara Daus duduk di belakang dengan tertawa riangnya.

“Akhirnya bisa ketemu sama Mbak Rindu, Rindu aku masakannya, rindu senyumannya .. pokoknya rindu lah sama dia,” ujar Daus, Disambut tawa Eko.

Rendy memejamkan matanya, dia lelah dan benar-benar ingin beristirahat.
Setelah menyalakan mesin mobil, Eko menyalakan musik dangdut koplo. Mobil pun meluncur.

Perjalanan akan mereka tempuh selama kurang lebih dua jam menuju Basecamp A. Rendy yang tertidur bermimpi aneh soal Hutan Kalimantan yang baru saja mereka tinggalkan. Daus masih tertinggal di dalam pondok dan meminta tolong untuk dibebaskan dari sana.

Dalam mimpinya, Rendy melihat kobaran api yang begitu besar melahap pondok yang tadinya besar dan ditempati oleh perempuan Tidung bernama Inuy. Daus masih ada di dalamnya.

“Tolong aku, Ren. Tolong aku, selamatkan aku. Aku juga ingin pulang sama-sama kamu,” Daus berteriak melolong kesakitan.

Daus berusaha menggapai-gapai tangan Rendy namun Rendy tetap saja berjalan menjauh dari pondok. Inuy yang cantik nan seksi berubah menjadi nenek-nenek tua peot memegang erat kedua tangan Daus.
Menghalanginya untuk ikut bersama Rendy.

Rendy terus berjalan menjauh dari pondok, Rendy sempat menoleh ke belakang. Dengan jelas dia melihat pondok tadi runtuh dan menyisakan puing-puing bangunan yang terbakar.

Rendy terkaget dan terbangun dari mimpinya. Dia menoleh ke belakang dan melihat tidak ada Daus disana. Dia menoleh melihat Eko yang sedang asik menyetir.

“Da… daus kemana, Ko? Daus kemana?” tanya Rendy bingung.

Eko menoleh dan tersenyum memperlihatkan gigi-giginya yang runcing. Rendy melotot kaget.

Rendy mau melompat dari dalam mobil dan lagi-lagi dia terbangun. Rendy kembali menatap ke belakang mobil, ada Daus disana sedang pulas tertidur. Eko juga fokus mengemudi. Rendy lega karena barusan dia bermimpi. Mimpi yang aneh. 

Tragedi Hantu Bilau Hutan Kalimantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang