Bab 14 ~ Mencari Pertolongan

680 56 0
                                    


Rendy mengerjapkan matanya, berusaha bangun. Dia merasakan seluruh tubuhnya sangat sakit seakan-akan dia ditimpa berkilo-kilo sesuatu di atas tubuhnya. Saat dia membuka mata, dia mulai menoleh ke kanan dan kiri. Tak satupun dia temukan teman-teman kerja yang semula bersamanya.

“Darham, Rahman .. kalian dimana? … Darham .. Rahman,” Suara Rendy makin lama makin kencang. Tapi tak ada satupun dari mereka yang menjawab atau menghampiri dirinya.

Pelan-pelan dia bangun, berusaha mengingat apa yang barusana terjadi pada dirinya. Sepersekian detik, dia tersadar jika dia pingsan tak jauh dari mayat Daus yang baru saja mereka gotong dari sungai. Namun, saat dia melihat ke sampingnya. Tak ada tanda-tanda Daus ada di sana, begitu juga dengan kedua teman surveynya tadi.

“Kemana mereka? Kebiasaan, apa aku ditinggal begitu saja dalam keadaan pingsan ya? Kalau begitu, benar-benar tega mereka,” gumamnya.

Rendy berjalan ingin mengambil tas ranselnya, akan tetapi dari dalam tasnya nampak bergerak-gerak. Dalam tasnya yang bergerak terlihat seperti sesuatu yang merayap namun bentuknya cukup besar. Awalnya, Rendy curiga jika itu adalah ular yang mungkin masuk ke dalam tasnya yang memang sedikit terbuka.

Ragu-ragu, dia mulai mendekati ketika tidak ada pergerakan lagi. Begitu dia ingin menggapai tasnya, tiba-tiba dari dalam tasnya keluar kepala. Ya, kepala Daus yang sudah berbelatung dan pucat penuh dengan lumpur, dia tersenyum menyeringai. Rendy berteriak.

“Pergi kamu, Daus. Disini bukan lagi dunia mu, pergi kamu … husss .. tolonggg .. pergi kamu,” Rendy terus berteriak ketika kepala Daus seakan terbang dan merayap masuk ke dalam tubuhnya dan masuk persis ke dalam perutnya yang terus bergerak-gerak sehingga kulit perut Rendy nampak menegang karena kepala Daus ingin keluar dari sana. Tak lama, perut Rendy pecah dan keluarlah kepala Daus dengan tertawa menyeringai. Rendy meregang nyawa.

“Ren… Ren.. bangun..bangun woyyy,” Rendy mengucek-ucek matanya. Dia melihat Darham dan Rahman sedang memperhatikannya dengan wajah cemas.

“Untung aja cuma mimpi,” ujar Rendy sambil mengusap mukanya yang penuh dengan peluh.

“Ya, pasti mimpi lah kamu, enak banget tidurnya. Awalnya sih pingsan tapi kok dibiarkan lama-lama malah ngorok dan tidak lama mulai teriak-teriak nggak jelas,” ungkap Rahman. Rendy hanya diam saja berusaha menafsirkan arti mimpinya.

“Ayo, bangun sudah .. kita harus mencari pertolongan karena mayat Daus harus dibawa malam ini juga. Kita tidak mau bermalam lagi disini kan dengan segudang pengalaman kita, lebih baik kita beristirahat dulu nge-camp kalau gini caranya,” terang Rahman. Rendy dan Darham setuju.

“Terus . bagaimana dengan Jenasah Daus, apa yang harus kita lakukan? Tidak mungkin juga kita menggotongnya sampai ke Basecamp kan? Apalagi hari sudah mulai gelap gini… Hihhh seram,” ujar Rendy. Bulu kuduknya meremang.

“Siapa juga yang mau mengangkutnya dengan kondisi tubuhnya sudah membusuk dan keluar belatung begitu, mengangkat sebentar saja, kita sudah mual-mual, apalagi sampai berkilo-kilo keluar dari hutan dan mencari pertolongan,” ujar Rahman kesal.

“Begini saja, daripada kita membahasnya terus tidak ada habis-habisnya. Alangkah baiknya kita bertiga keluar dari hutan ini segera dan mencari sinyal ponsel, karena kita semua pasti bawa ponsel .. hanya saja tidak ada sama sekali jaringan di sekitar hutan sini, tapi aku yakin disekitar penjual bensin di pertigaan menuju Basecamp pasti ada jaringan disitu, sebab aku melihatnya berbicara di telpon waktu itu,” Rendy mengangguk.

“Ya, betul. Di pertigaan sana pasti sudah ada jaringannya walaupun hanya satu atau dua balok, tapi minimal kita bisa cari bantuan segera,” kata Rendy.

“Terus.. bagaimana dengan dia?” tanya Rendy sambil menunjuk mayat Daus yang teronggok di pinggir sungai itu.

“Kita biarkan saja dulu disitu, nanti kita kembali bawa bala bantuan. Kita tidak mungkin bisa bertahan disini dengan adanya kejadian ini,” Mereka bertiga pun sepakat meninggalkan jenasah Daus di sana, mereka melanjutkan perjalanan menuju basecamp dengan berjalan kaki.

Sekitar 300 meter, mereka akhirnya sampai di tenda. Rahman, Rendy serta Darham mengambil barang-barang mereka yang masih tertinggal di tenda. Kemudian mereka beranjak meninggalkan hutan pada Pukul setengah delapan malam. Dalam perjalanan, mereka hanya diam tenggelam dengan pikiran mereka masing-masing.

Begitu berhasil keluar hutan, Rahman membuka ponselnya. Belum terlihat ada jaringan, Mereka kembali melanjutkan perjalanan, menyusuri pinggiran jalan beraspal. Sepi, keadaan di malam hari. Mereka sengaja berjalan beriringan di tengah jalan karena jalan sepi, tidak ada  satu kendaraan pun yang melintas.
Mereka bebas melangkah. Kanan kiri mereka pemandangannya adalah hutan belantara.

Saat melewati pinggiran hutan, terdengar suara kresek-kresek. Rahman mulai panik dan mengarahkan senternya, tak lama muncul kelinci kecil berdiam diri sebentar dan langsung berlari masuk ke dalam hutan.

“Lain kali kalau ada dengar suara-suara nggak jelas, nggak usah berhenti. Kita terus saja fokus berjalan. Kita masih membutuhkan waktu berjam-jam untuk sampai ke pertigaan yang sudah ada satu dua rumah disana, disini kita harus terus berjalan,” saran Darham. Rendy dan Rahman diam saja.

Rahman menunduk saat melihat penampakan orangtua berpakaian hitam-hitam yang tak jauh dari posisi mereka berjalan. Dia berpura-pura tak melihatnya. Rendy dan Darham sama sekali tak menyadarinya. Setelah berjalan sekitar lima menit, Rahman pun bernapas lega karena sudah tidak adalagi yang aneh-aneh dilihatnya.

Benar saja kata Darham, saat berjalan lebih baik fokus saja berjalan, maka semuanya akan aman. Istilahnya, lebih baik buta mata, buta telinga agar diri aman.  Rendy, Rahman dan Darham sudah mulai lelah berjalan. Namun karena hari mulai gelap dan akan turun hujan, mereka bergegas mempercepat langkah, sebab dari arah depan, mereka melihat ada lampu yang sangat terang.

“Nah.. biasanya ada pemukiman di depan, tuh ada lampu terang begitu,’ tunjuk Rendy.

Mereka semakin bersemangat. Namun saat sudah sampai di penerangan lampu tersebut, mereka harus kecewa karena disana hanya ada bangunan seperti posko yang tidak terpakai namun diberi penerangan lampu saja.

“Anehh juga, ada posko di tengah hutan tapi nggak ada penghuninya. Kirain tadi disini ada rumah warga atau apa, kita ini sudah lumayan capek istirahat. Kayaknya sudah berkilo-kilo kita jalan, kaki rasanya mau pecah,”keluh Rendy.

“Ya, aku juga capek. Ham, sebaiknya kita istirahat dulu. Udah nggak kuat jalan,” Darham sendiri yang notabene masyarakat lokal terbiasa berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh sehingga dia masih bertahan, tidak seperti Rendy dan Rahman yang sudah sempoyongan.

Akhirnya, mereka pun memutuskan beristirahat di depan posko. Sambil sesekali mereka memeriksa jaringan ponsel, berharap ada sinyal tiba-tiba yang nantinya memudahkan mereka menghubungi siapapun di basecamp untuk membawa bala bantuan bagi mereka.

Tiba-tiba ponsel Rahman berbunyi cukup keras. Mereka bertiga terlonjak kaget. Akan tetapi, baru saja Rahman akan mengangkatnya, suara ponsel langsung mati. Dan itu terjadi sampai beberapa kali, Rahman pun kesal.

“Disini jaringannya putus-putus makanya nggak bisa orang menelpon,” keluh Rahman.

“Coba kamu angkat tinggi-tinggi ponsel mu, kali aja ada sinyal sebalok atau dua balok lumayan buat telponan. Kalau ponsel ku emang nggak ada jaringan sama sekali,” tutur Rendy.

Ketika ponsel Rahman berbunyi lagi, Rahman menekan tombol berwarna hijau dan mencoba mengangkat ponselnya ke atas lebih tinggi dari tinggi dadanya. Untuk memudahkan dia berbicara, Rahman membunyikan pengeras suara.

“Hallo… Hallo,” ujar Rahman. Hanya terdengar suara kresek-kresek dari seberang. Seperti orang yang sedang mengatur napasnya. Batuk-batuk perlahan.

“Hallo … Hallo, siapa ini?” tanya Rahman.

“Ini aku, Man. Daus … kenapa kalian tinggal aku sendirian disini, aku kedinginan,” Rahman kaget sampai-sampai ponselnya terlempar begitu saja. Rendy dan Darham memekik bersamaan.

Ponsel terjatuh diantara rerumputan tapi suara Daus masih terdengar. TOLONG AKU, MAN, RENDY, DARHAM. TOLONGGGG AKUUU. 

Tragedi Hantu Bilau Hutan Kalimantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang