Bab 25 ~ Sebelum terlambat

648 47 0
                                    


“Argghhhhhh … Arghhhh,” suara teriakan Nanang menggema.

Membuat semua orang yang sedang berjaga di depan kaget,  Rendy, Rahman dan Darham meminta yang lain tetap stand by berjaga sedangkan mereka berlarian menuju ke kamar Nanang. Begitu mereka berada di depan kamar Nanang. Rendy mulai mengetuk pintu Nanang dengan cemas, berulangkali namun tidak ada jawaban dari dalam kamarnya.

“Nang .. Nanang .. jangan bercanda kamu, kamu teriak kayak orang kurang sesajen itu kenapa, Woyy buka pintunya Woyyyy,” teriak Rendy.

Tak lama terdengar suara batuk dari dalam, suara pelan mulai terdengar. Nanang membuka pintu kamarnya dengan mata sedikit tertutup. Dan dengan gaya malas, dia menguap. Tak lama dia membuka mata sambil memperhatikan mereka satu persatu.

“Apaan sih, aku ini mau istirahat, mau tidur ... bisa nggak kalian nggak berisik gitu, kalian itu memang suka bikin resah,” ucapnya. Rendy kesal dia auto menoyor kepala Nanang.

“Sialan memang kamu, Nang. Jelas-jelas kami mendengar suara teriakan mu dari dalam kamar mu ini, mau mengelak lagi kamu, terus kalau nggak ada apa-apa ngapain juga kamu teriak-teriak histeris gitu, kurang kerjaan ya kamu !” Rendy mendengus kesal.

“Ya, maaf aku tadi kaget karena mimpi didatangi perawat itu, makanya aku teriak-teriak pas buka mata ternyata cuma mimpi, ya sudahlah kalian bubar sana. Aku mau lanjut tidur mengantuk,” kata Nanang kemudian menutup pintu dengan sangat keras.

“Sialan tuh anak, kaget aku.. dia malah membanting pintu. Mudah-mudahan kamu beneran di datangi si Ridwan baru nyaho kamu,” Rahman pun ikut-ikutan kesal melihat kelakuan Nanang barusan.

Mereka bertiga kemudian meninggalkan kamar Nanang menuju ke arah depan, saat mereka sudah berada di depan, beberapa mobil perusahaan baru saja memasuki halaman. Tak lama turunlah Suharto dan Kai Hasan juga petugas kepolisian dari dua buah mobil tersebut.

“Alhamdulillah, akhirnya pulang juga mereka, minimal semakin rame orang akan mengurangi mengerikannya keadaan camp di sini,” Rahman mengucap syukur.

“Gimana keadaan Jenasah Daus apa sudah berhasil diterbangkan ke kampung halamannya, Pak,” tanya Rahman begitu Suharto menghampiri mereka.

“Ya, sudah aman semua, tinggal menunggu kedatangannya saja di sana. Keluarganya juga sudah diberitahu, Insha Allah aman, eehh kenapa kalian semua berkumpul di depan sini? Memangnya ada apa, tumben,” sahut Suharto.

“Tadi kami kedatangan hantu yang menakutkan sampai-sampai camp ini digoyang-goyangnya berasa kayak gempa sudah jadinya, hantunya besar raksasa gitu, siapa juga yang berani ... mau nggak mau kami semua berjaga di depan, sambil menunggu kepulangan kalian, terutama Kai Hasan,” ujar Rahman berterus terang. Suharto hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Sama seperti yang Kai Hasan katakan, dulu katanya ... keadaan sekarang begini hampir sama persis dengan keadaan sepuluh tahun yang lalu, ini semua terjadi akibat kelalaian dan kesombongan petugas survey seperti kalian itu, makanya sekarang kita ini harus mengalami teror terus menerus, seakan-akan penunggu hutan kalimantan marah terhadap kita,” terang Suharto.

“Terusss .. jika hal begini pernah terjadi, solusinya sepuluh tahun yang lalu itu apa, setidaknya kita bisa mempraktekkannya supaya keadaan akan kembali aman. Kita juga tidak mau terus menerus mengalami hal-hal yang menakutkan begini,”sebut Rendy.

“Ya, betul, Pak. Setidaknya harus ada yang kita lakukan supaya hal ini tidak berlanjut lagi dan tentunya tidak memakan korban yang semakin banyak, cukup lah hanya Daus aja yang menjadi korban, jangan sampai ada korban-korban lainnya,” jelas Darham.

“Nanti kita tanya ke Kai Hasan ya, karena beliau yang lebih paham soal ini,” ujar Suharto akhirnya.

Kai Hasan yang disebut namanya pun ikut menghampiri bersama dengan petugas kepolisian bernama Bambang itu. Dia juga menanyakan hal yang sama kepada mereka, mengapa orang-orang berjaga di depan.

“Tadi kami kedatangan hantu yang sangat besar dan menggoyang-goyang camp ini, mana lagi ada Ridwan, si perawat itu yang mau masuk ke dalam camp ini, lihat aja nanti atap di dapur bolong karena ulahnya, ehhh baru keinget seng di dapur itu…,” Rendy tak meneruskan kalimatnya. Dia berlari ke arah dapur dan terpekik.

Kai Hasan dan yang lain langsung menyusulnya. Begitu melihat ke atap dapur, mereka baru menyadari jika salah satu seng sudah tidak ada di tempat alias terbuka lebar. Jadi kemungkinan Ridwan sudah berhasil kembali masuk ke dalam camp tanpa sepengetahuan mereka. Mereka saling berpandang-pandangan, khawatir.
Kai Hasan masih bingung, namun dengan keterangan mereka bertiga. Dia pun paham, begitu juga dengan Suharto dan Bambang.

“Coba kalian periksa dulu semua ruangan dan kamar yang ada di basecamp ini memastikan jika Ridwan tidak kembali masuk ke sini lagi. Ridwan saat ini sedang kerasukan, jika tidak segera ditangkap maka akan semakin berbahaya, dan dia masih bisa ditolong, asalkan ...,” Kai Hasan tak menyelesaikan kalimatnya.

“Asalkan apa, Kai?”tanya Darham penasaran. Rendy dan Rahman ikut mengangguk. Mereka juga ingin tahu.

“Asalkan dia belum sempat mengikuti apa maunya makhluk halus yang ada di tubuhnya, daritadi sejak awal dia merasuki tubuh Ridwan, makhluk itu meminta diberi makan darah hewan,” Rendy memekik setelahnya dia menutup mulutnya dengan tangannya.

“Jadi .. Waah Ridwan berarti nggak ada harapan, Kai. Tadi ada dua orang suami istri, warga sekitar yang mengadu kemari katanya Ridwan datang ke kandang ayamnya mengatakan bahwa dia kelaparan dan hampir seluruh kandang yang berisi puluhan ekor ayam itu disantapnya, lebih tepatnya leher ayam seperti di sembelih, entahlah apakah itu maksudnya?” Mendengar ucapan Rendy. Kai Hasan diam nampak berpikir.

“Kalau begitu kalian harus segera mencari Ridwan sekarang, kita tidak mau ada korban lagi,” titah Kai Hasan dengan suara yang sudah naik oktafnya.

Rendy, Rahman dan Darham mulai membagi kelompok untuk mencari keberadaan Ridwan di seluruh sisi Basecamp tanpa terkecuali. Hingga dua jam mereka mengobrak - abrik tiap ruangan yang ada, akan tetapi tak jua mereka menemukan Ridwan.

“Mungkin saja, dia tidak jadi mampir kesini, seng itu mungkin saja terbang terbawa angin. Apakah kita tetap mencarinya, Kai? Karena kami sudah mencarinya tapi tetap aja orangnya nggak ada, mungkin aja dia sudah kembali ke dalam hutan,”terang Rahman yang sudah mulai kelelahan mencari Ridwan.

“Ya, sudah untuk malam ini kita tetap melakukan penjagaan agar tidak ada makhluk jadi-jadian yang masuk ke dalam basecamp. Tugas jaga tetap dilakukan sesuai perintah kalian tadi, Tapi karena banyak yang jaga di bagian depan, untuk kalian bertiga lebih baik mengambil tugas berjaga di bagian belakang basecamp,” perintah Suharto.

“Hahhhhh,” Rendy, Rahman dan Darham kaget, melongo bersamaan.  

Tragedi Hantu Bilau Hutan Kalimantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang