Bab 23 ~ Kemunculan Ridwan

666 54 1
                                    


Situasi mencekam di kawasan dapur membuat Rendy, Rahman dan Darham menghambur berlari kesana karena mereka mendengar sara Mba Rindu berteriak-teriak meminta pertolongan. Mereka datang dan melihat, semua yang ada di dapur berkumpul menjadi satu di sisi dapur, mereka berjejalan tak peduli satu sama lainnya.

“Ada apa ini, kalian lagi main petak umpet ya, atau kalian sudah nggak ada tempat bermain sampai-sampai dapur dijadikan tempat bermain!” seru Rahman nampak gusar.

Mba Rindu yang berteriak sambil menangis menunjuk ke arah atas atap. Trio ini melihat ke  arah tunjukkan tukang masak camp itu, mereka sontak kaget ketika melihat Ridwan ada di atas sana, sedang melihat mereka dengan mata lapar, matanya merah menyala dan liurnya sama seperti saat pertama kali dia kerasukan, tak berhenti menetes membuat mereka geli dan takut.

“Apa yang harus kita lakukan, di sini nggak ada Kai Hasan lagi. Apa kita bacakan aja doa-doa apakah biar dia mau pergi,” Rahman berbisik. Rendy dan Darham setuju.

Rahman membaca keras Ayat Kursi meski dengan suara yang agak bergetar, karena mulai merasakan ketakutan, Ridwan nampak meringkuk ketakutan, merasa berhasil Rahman terus menggulang untuk kedua kalinya, tak lama suara dentuman keras di atas atap layaknya orang yang terjatuh menggelinding dari atas atap ke bawah. Suaranya cukup keras, membuat karyawan yang tadinya berkumpul dan berdesak-desakan semakin merapatkan barisan.

“Apa bacaan kamu tadi berhasil? Atau bagaimana ? ada suara jatuh kayak bola menggelinding terus ada yang gedebug jatuh ke bawah tuh, apa kita lihat saja ke depan?” saran Darham. Rendy dan Rahman menahan Darham agar tak melakukan aksinya melihat keadaan di diluar.

Sebab dari arah jendela, yang tadinya masih berupa penampakan Ridwan. Kini tidak lagi, Mereka melihat mata yang sangat besar hingga menutupi seluruh jendela kaca yang ada di samping tempat cuci piring tersebut.

“Ampunnnn apa itu, mata apa itu.. besar sekali,” Lagi-lagi Mba Rindu berteriak kaget.

Ternyata dia latah saat genting begini. Meski begitu, tak ada satupun dari mereka yang tertawa, pembawaan mereka sangat tegang.
Tak lama basecamp bergoyang seperti Gempa berkekuatan Tektonik yang cukup dahsyat. Bahkan mereka harus berpegangan karena sebagian dari mereka tersungkur. Goyangan gempanya hanya sebentar, setelah itu sepi dan mata besar itu lagi-lagi mengintip dan beberapa detik kemudian, basecamp kembali bergoyang.

“Sepertinya itu bukan gempa betulan, tapi gempa karena makhluk besar itu, apa si Ridwan berubah menjadi Raksasa ya .. ngeri banget penampakannya,” ujar Nanang pelan nyaris tak terdengar.

Darham sangat penasaran ingin melihat dari dekat wujud makhluk yang menggoyang basecamp mereka. Dia mengintip pelan dari angin-angin pintu, sebentar saja kemudian dia lantas menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

“Tumbar Bauk,” kata dia. Semua mata tertuju padanya.

Rendy yang mengetahui mengenai tumbar bauk, merinding dan memikirkan bagaimana nasib mereka malam ini. Rahman meminta kepada semua orang untuk berdoa berdasarkan kepercayaan mereka masing-masing sebab ada Agama Muslim dan Kritiani para karyawan yang ada di dapur basecamp tersebut.

Ketakutan, semua orang sedang berkomat-kamit membaca doa. Rahman, Rendy dan Darham pun pun turut berdoa. Setelah hampir sepuluh menit mereka melakukan hal itu, keadaan benar-benar sepi, tidak adalagi gangguan makhluk berwujud Raksasa itu. Mereka lega. Lagi, Darham mengintip dari angin-angin pintu. Dia mengecek ke bagian kanan dan kiri sisinya, begitu dia melihat ke arah teman-temannya, dia mengulas senyum sambil mengacungkan jempolnya.

“Aman.. kita amaaannn,” ujarnya. Rendy dan Rahman menghela napas lega. Darham menghampiri Mba Rindu yang terdiam masih dengan wajah ketakutan. 

“Mba .. Mba nggak apa-apa?” tanyanya. Mba Rindu menggelengkan kepalanya.

“Syukurlah, bagaimana dengan yang lainnya, apa semua baik-baik aja,” sahut Darham.

“Ya, kami aman, Ham. Aman,” sahut Nanang. Diiyakan dengan yang lainnya.

“Syukurlah, kalau semua aman, mulai malam ini kita buat piket buat jaga malam di basecamp kita, karena kita tidak mau adalagi gangguan, kita akan berjaga dua sampai tiga orang setiap satu kelompok, dan tiap orang setiap akan beraktivitas pastikan membaca doa menurut kepercayaan kalian masing-masing, minimal ada pagar kita dari gangguan makhluk halus yang sewaktu-waktu bisa datang ke tempat kita." saran Rahman.

“Kenapa bukan kalian aja yang jaga, biar kami bisa istirahat dengan nyaman di kamar kami masing-masing,” celoteh Nanang. Trio tadi kompak menoleh.

“Apa kau bilang?? Enak banget congor mu ya kalau ngomong!! siapa kau !!?? Kau Sultan kah di sini, seenak-enak dengkul mu aja memerintah orang, ku staples juga lama-lama kepala botak mu tuh,” sengit Rendy.

Dia memang paling kesal dengan Nanang selama ini, ditambah lagi dengan perkataannya membuat hati Rendy mendidih mendengarnya. Nanang langsung menunduk, takut memandang tatapan tajam mata Rendy.

“Kamu ya, Nang. Dari kemarin-kemarin selalu buat tingkah. Kamu itu harus bisa menghargai apa aja yang orang lakukan, jangan mentang-mentang kamu itu orang kepercayaan Pak Suharto terus diangkat jadi Kepala Penanaman terus kamu mau bertindak semau mu, memangnya kami ini apa .. Satpam mu harus menjaga mu selama 24 jam dari gangguan makhluk gaib ya, seharusnya kamu itu kami lempar aja keluar biar di makan sama tuh makhluk gaib nohh, biar rasa kamu,” Rahman menimpali, dia sendiri juga gregetan dengan sikap Nanang apalagi semenjak dia dinaikkan jabatannya sebagai Kepala Penanaman.

“Siapa lagi di sini yang menolak untuk jaga malam, kasih tau aja kami, nanti biar kami pindahkan kalian tidur di luar sekalian, jadi kalian jaga diri kalian masing-masing sendiri, Rahman bermaksud baik dengan meminta kita semua berjaga malam supaya kita semua dalam keadaan selamat dan aman dari gangguan Tumbar Bauk,” tukas Darham. Semua menunduk tak ada yang berani membantah.

“Oke, semua diam artinya semua setuju. Kita adakan aplusan bergantian jaga malam, dan pastikan jika ada kendala .. kita bergerak cepat membantu antara satu dengan yang lainnya. Berarti hanya Nanang yang tidak mau berjaga malam, kami hanya berjaga untuk kami sendiri. Untuk kamu silahkan kamu ke kamar kamu, menyelamatkan diri kamu sendiri .. tapi ingat jika terjadi sesuatu sama kamu, jangan pernah minta bantuan sama kami,” sela Rahman.

“Siapa bilang aku tidak mau, aku mau kok. Tadi aku itu bercanda aja, jangan diambil hati, aku akan siap berjaga malam ini, tapi rame-rame ya,”

“Bercanda gundul mu, kalau bercanda itu lihat-lihat situasi.. jangan asal congor mu yang kamu andalkan sedangkan otak mu kau tinggal di wajan. Oke, boleh juga jaga rame-rame, silahkan kamu cari teman kamu yang mau rame-rame sama kamu, karena aku justru khawatir sama kamu, si Ridwan akan pertama mengejar kamu karena katanya kamu mau ajak dia kencan,” Trio tadi langsung tertawa tergelak. Nanang cemberut.

Setelah membagi tugas, mulai lah mereka melakukan penjagaan berganti-gantian. Penjagaan pun hanya dilakukan di depan Basecamp saja, sedangkan di bagian belakang hanya di kunci rapat dan di ganjal dengan meja agar tidak mudah terbuka. Dan, mereka kelupaan dengan atap yang sudah mulai terbuka karena tangan kuat dari penampakan Ridwan tadi.

Sepasang mata merah menyala dan mengeluarkan liur cukup banyak masih ada di sana, pelan-pelan dia membuka atap seng hingga tak menimbulkan bunyi sama sekali.

Pelan-pelan juga dia berjalan menghampiri salah satu kamar yang ada di sana, tertulis di depan pintu Nanang yang cukup besar, Penampakan Ridwan tadi tersenyum menyeringai.

Tragedi Hantu Bilau Hutan Kalimantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang