Bab 10 ~ Penampakan Makhluk Astral

778 60 1
                                    


“Rendy !!!!” Rendy terpekik kaget ketika namanya disebut oleh Suharto. Baru saja dia ingin melarikan diri dari tempat itu, Suharto sudah memandang tajam kearahnya. Deggg.
Rendy gelagapan ketahuan, Darham menyenggolnya untuk pergi ke hadapan Bos mereka, Suharto. Rendy sempat diam terpaku.

Setelahnya dia melangkah ragu ke tempat dimana Suharto bersama tiga orang karyawan lainnya sedang memegangi Daus. Baru saja Rendy ingin ikut memegang Daus, Daus langsung menghentikan aksinya.

“Daus .. Us.. Bangun, Us. Disini sudah rame orang, malu lah kamu melet-melet gitu,” ucap Rendy.

Daus nampak mengerjapkan matanya, melihat sekeliling dan segera duduk. Badannya penuh dengan pasir. Daus nampak bingung melihat keadaannya.

“Kenapa kalian semua berkumpul disini? Ada apa?” tanyanya sambil memperhatikan satu persatu orang yang ada di hadapannya, yang juga sedang menatapnya serius.

Tak lama dia berdiri dan membersihkan pakaiannya yang penuh dengan pasir. Ia mengibaskan tangannya berusaha menghilangkan pasir yang ada di celana dan bajunya.

“Kamu nggak apa-apa, Us? Kamu tadi itu …,” belum sempat Suharto menyelesaikan kalimatnya. Daus malah tertawa keras.

“Memangnya aku kenapa? Kalian itu mukanya pada tegang gitu, memangnya aku habis ngapain?” Ternyata Daus sama sekali tak mengingat apa yang barusan dialaminya.

“Nggak apa-apa, Us. Mungkin kamu kurang istirahat jadi agak ngigau tadi. Ayo semua kita kembali membuat barisan dan memulai briefing pagi ini, apa kalian sudah siap?” tukas Suharto, semua karyawan berjumlah sekitar 50 orang tersebut akhirnya menuruti perintah Suharto. Aktivitas briefing dilaksanakan.

Setelah kegiatan briefing, Darham dan juga Rendy menghampiri Daus yang sedang asik menyiapkan tas ranselnya untuk kembali melakukan survey ke Hutan Kalimantan. Rendy bersyukur karena dia tak sendiri menemani Daus, ada Darham dan satu temannya lagi, Rahman yang menemani mereka kali ini.

“Jangan lupa bawa peta dan kompas, karena itu barang yang sangat penting. Untuk alat masak sudah kami tinggal kemarin di semak-semak nggak jauh dari jalan utama masuk ke hutan, jadi kita tidak membawa terlalu banyak peralatan,” titah Rahman, sebagai pemimpin dalam rombongan survey mereka kali ini.

Darham tak lepas melihat Daus yang begitu bersemangat sekali masuk hutan kali ini. Sementara Rendy masih lemas karena ingat dengan kejadian yang menimpanya kemarin. Dia tadi sudah mengajukan off,  hanya saja permintaannya di tolak karena hanya Daus dan Rendy yang dibawa untuk penunjuk jalan.

“Hanya kamu penanggung jawab kerja kalian survey kemarin, sudah sampai mana progresnya. Jadi nanti kamu tunjukkan saja pada Rahman. Dan sebagai tambahan, masih ada beberapa jalur lagi yang harus kalian lintasi dan pemasangan pita-pita jalur seperti biasanya, yang kemarin kurang lebih hanya sekitar 3 sampai 3,5 hektar saja.

Kali ini tambahan 7 hektar. Jemputan akan dilakukan setelah lima hari kalian disana, terhitung mulai hari ini,” tegas Suharto.
Jika Suharto sudah mengatur semua pekerjaan, Rendy tak berkutik. Padahal dia sendiri ingin sekali beristirahat karena semalaman tak tidur akibat mengobrol dengan Darham tentang penunggu Hutan Kalimantan. Rendy berencana akan tidur nanti di dalam mobil.

“Semua sudah siap? Oke kita jalan,” tutur Rahman.

Saat mereka semua masuk ke dalam mobil. Daus tertawa cengengesan seperti biasanya. Rendy tak berminat melayaninya. Dia memilih menggunakan topi yang ditutupkan di wajahnya, dia bersiap tidur.

Rendy masih mendengar suara mereka tertawa, bercanda sepanjang perjalanan. Dan pembahasan tak jauh-jauh dari perempuan yang bohay, seksi dan apalah segala macam mereka menyebutnya. Bahkan mereka membicarakan Mba Rindu, tukang masak Camp yang dikenal seksi itu. Rendy akhirnya sukses tidak bisa tertidur, karena dia masih mendengar suara tawa teman-temannya di dalam mobil.

Entah sudah berapa lama perjalanan, tiba-tiba saja Eko, Sang supir menghentikan mobilnya dengan sangat cepat. Rendy terjerembab dari tempat duduknya, dia membuka topi di wajahnya, kemudian melihat kearah depan mobil. Eko dan Daus turun dari mobil dengan cepat. Setelah beberapa menit, mereka sudah menggotong Payau (sejenis rusa) yang cukup lumayan besar terkapar berdarah. Tak lama terdengar mereka membanting binatang yang baru saja mereka gotong ke bak mobil bagian belakang.

“Wiihh, makan besar ntar malam kita, tumben-tumben dapat payau jam segini,” kata Rahman.

“Kayaknya dia berlari persis di depan mobil tadi, aku nggak sempat ngerem mendadak, ternyata payaunya sekarat tertabrak. Daus segera mengeksekusinya tadi,” sahut Eko.

Rendy bergidik melihat Daus yang nampak tenang memegang parangnya yang sudah berlumuran darah. Dia membersihkannya dengan santai menggunakan dedaunan sekitar.

“Nanti kalau sudah sampai, biar aku aja yang membersihkan kemudian memasang daging Payau ini buat kita makan rame-rame ya? Tawar Daus. Yang lain langsung setuju mengiyakan. Mereka pun melanjutkan perjalanan kembali.

Sekitar pukul 12 siang, akhirnya rombongan Rahman Cs pun sampai di Hutan Kalimantan. Saat pertama kali turun dari mobil, mata Rendy melihat ke kanan dan kiri, dia mencari sosok laki-laki tua yang dulu mengingatkan mereka untuk lebih berhati-hati di Dalam Hutan yang masih virgin di Kalimantan ini. Namun laki-laki tua itu tak dia temukan. Rendy mengambil tas ransel dan berbagai perlengkapan mereka masing-masing.

Daus mengangkat sendirian Payau tadi yang diperkirakan beratnya lebih dari 70 kilo, dia memanggulnya dengan santai dan dia berjalan duluan. Rendy tak heran, sebab sejak insiden di pondok Inuy tempo hari, Daus seakan merasa setiap jalan di Hutan ini adalah jalan menuju rumahnya.

Sesampainya mereka di tempat tenda mereka, Daus menaruh Payau diatas dedaunan yang berserakan di tanah. Kemudian dengan sigap mengambil alat-alat masak yang mereka sembunyikan sebelumnya. Tanpa komando, Darham membantu Daus mengambil air untuk mencuci Payau yang sedang dipotong-potong oleh Daus.

Sementara Rahman dan Rendy menyiapkan tenda dan perapian dengan mengumpulkan ranting-ranting kecil di sekitar. Tak membutuhkan waktu yang lama, Daus sudah selesai memotong daging payau yang memenuhi seluruh panci besar dan sebuah baskom kecil. Sementara tulang-tulangnya disisihkan oleh Daus.

Berdua Daus dan Darham meracik bumbu seadanya yang sudah mereka bawa dari basecamp, kali ini Darham mengambil alih memasak Payaunya. Darham memang dikenal pintar memasak dan rasa masakannya cukup enak dan bisa diterima di lidah mereka.  

Hanya berselang empat puluh menit, Daging Payau pun masak dan siap dihidangkan plus nasi yang sudah mereka bawa dari camp. Darham yang terbiasa makan dengan menggunakan daun ini ternyata diikuti oleh Daus. Mereka memakan daging payau masak kari dengan sangat lahap.

“Aku paling suka rasa masakannya Darham, enak betul. Kalau begini kita bisa kenyang makan tanpa makan sarden atau mie instan sementara ini, memang kalau rejeki nggak kemana,” sebut Rahman masih dengan mulut yang penuh makanan.

Selesai makan, mereka duduk beristirahat sambil merokok. Rahman mengumpulkan Rendy, Daus dan Darham untuk membagi tugas lagi di dua jalur. Rendy nampak tegang mukanya saat ditugaskan berpasangan kembali bersama Daus.

“Apa nggak boleh tukar, Man. Aku sudah sering sama Daus. Minimal biarlah aku sama Darham dan kali ini aja kamu sama Daus deh,”pinta Rendy.

“Ya, sudah. Daus si Rendy sudah minta cerai nih sama kamu, kamu sih sebagai istri nggak mau melayani dia dengan baik,” Mereka tergelak mendengar candaan Rahman.

Daus yang disebut namanya sama sekali tak menoleh, dia melihat lurus ke depan tanpa berkedip. Mata Rahman, Rendy dan Darham pun mengikuti pandangan Daus. Mereka sontak kaget ketika melihat ada anak kecil bertelanjang dada tak mengenakan pakaian, hanya menggunakan celana dalam dari kain yang dililit-lilitkan, di lehernya ada rantai dari gigi babi yang pernah dilihat oleh Rendy di dalam pondok Inuy. Anak itu terus memandangi mereka dengan tatapan sendu.

Rendy sudah mulai was-was, Darham baru saja akan menyapa dan mendekati anak itu, tiba-tiba saja anak tadi menghilang tanpa jejak. Benar-benar menghilang padahal mereka melihatnya tanpa berkedip. Bulu kuduk Rendy meremang. Rendy mengambil tanah dan diletakkannya di dahi dengan menyebut ‘Kakek, Nenek ini cucu mu, jangan kau ganggu. Kami mau lewat’

“Belum apa-apa kita sudah disambut penampakan makhluk astral lagi, bagaimana ini?” rutuk Rendy. Darham dan Daus juga Rahman tak berhenti menatap kedepan. Wajah mereka terlihat tegang. Rendy mendongak, matanya melotot. Takut.  

Tragedi Hantu Bilau Hutan Kalimantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang