Rendy dan Daus berlari tunggang langgang tak karuan. Mereka sudah paham suara itu adalah suara dari makhluk yang mereka lihat semalam. Dari penampakannya dari kejauhan saja membuat Daus terkencing-kencing, apalagi jika benar makhluk itu sampai menghampiri mereka.
Mungkin mereka bisa mati berdiri.Setelah cukup jauh berlari, mereka baru menyadari jika mereka sudah berada di tengah hutan entah sebelah mana. Napas mereka tersengal-sengal.
“Kita berhenti dibawah pohon ini saja, ku rasa kita sudah terlalu jauh berlari dan sampai lupa kita ini sudah dimana,” tukas Rendy. Daus setuju. Mereka mengatur napas mereka yang memburu. Rendy sampai meludah beberapa kali ke tanah karena sudah tidak kuat mengatur napasnya lagi.
Rendy mengambil air minum di tas ranselnya. Rendy mencari-cari kompas di dalam tasnya, tak ditemukannya benda bulat kecil itu. Rendy mengingat-ingat keberadaan kompas itu.Dia menepuk jidatnya karena sudah melupakan membawa kompas yang merupakan alat penunjuk penting bagi perjalanan mereka. Kini mereka harus berhadapan dengan masalah baru sebab kali ini mereka terlalu jauh masuk ke dalam hutan. Dan tanpa arah yang jelas.
“Kamu ingat nggak, aku tadi taruh kompas dimana?” Daus hanya menggelengkan kepalanya. Rendy menarik napasnya berat.
“Kita tidak tahu jalan pulang kalau begini, kompas ku antara lupa ku bawa atau memang tadi terjatuh saat kita berlari. Waduhh bikin tambah pusing saja, kapan jadinya kita survey bila begini?” gumam Rendy.
Rendy dan Daus mulai mendengar suara burung berkicau namun suara burung terdengar aneh antara bernada dengan suara pekikan. Awalnya, mereka berdua tak menghiraukannya, akan tetapi suara burung semakin mendekat dan persis berada beberapa meter diatas mereka.Mereka mendongakkan kepala, melihat sekumpulan burung hitam besar dengan paruh yang cukup besar. Tak lama suara teriakan memanggil dari makhluk yang mereka lihat semalam kembali terdengar.
“Ouyyyyy … Ouyyyyy,” Rendy dan Daus lemas mendengarnya.Mereka sudah tak kuat lagi untuk berlari, satu-satunya cara adalah bersembunyi. Mereka berpisah tak jauh menyembunyikan diri. Rendy merangkak di dekat semak belukar, begitu juga dengan Daus. Mereka bersebelahan, masih saling menatap menunggu makhluk menyeramkan itu melintasi mereka.
Saat mereka merangkak di bawah, tak lama makhlus itu lewat dan hanya terlihat kakinya saja.
Rendy menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara karena dengan jelasnya dia melihat bentuk kaki makhluk tadi yang terbalik. Posisi jempol bukan berada di depan tapi di belakang kaki, tak seperti manusia pada umumnya. Sehingga orang pasti menyangka jika makhluk itu berjalan ke depan padahal sebaliknya menuju ke belakang.
Bulu-bulu hitam, tajam dan kasar menyeluruh ada di tubuhnya. Rendy dan Daus merasa ketakutan ketika makhluk itu berhenti persis di tengah-tengah antara mereka berdua.Rendy ingin menghindar dan bergerak perlahan memundurkan badannya. Tiba-tiba seekor ular phyton berukuran dua kali paha orang dewasa merayap tak jauh dari badannya, terpaksa Rendy mematung tidak bergerak. Karena dia tidak mau hanya dengan sekali gerakan saja, ular phyton tadi melahapnya mentah-mentah.
Cukup lama makhluk itu berhenti dan tidak bergerak dari tempatnya. Entah apa yang dilakukannya, mungkin saja dia sedang mencari-cari keberadaan mereka berdua.Ular phyton tadi juga pelan-pelan terus merayap dan semakin jauh meninggalkan Rendy. Rendy bisa bernapas lega dari ular phyton tapi tidak dengan makhluk yang masih betah berdiri di tempatnya.
“Ouuyyyyy … Ouyyyyy,” suara makhluk tadi terdengar lebih nyaring saat posisi mereka berdekatan. Rendy menutup telinganya, terasa pekak dengan lengkingan suaranya.Daus memberi kode kepada Rendy untuk tidak bersuara. Dia menutup mulutnya dengan telunjuk tangannya. Rendy mengangguk. Tak lama makhluk yang menyeramkan itu akhirnya pergi juga.
Kurang lebih lima menit berlalu, barulah mereka berani bergerak dari tempatnya. Daus menghampiri Rendy yang wajahnya penuh dengan peluh. Daus tertawa kikuk untuk menghilangkan rasa takutnya.
“Hampir saja kita ketahuan, heran ya itu makhluk kok bisa tampil siang-siang gini, nggak cukup apa jadwal malam buat menakut-nakuti kita, siang pun masih juga meronda keliling.Suaranya itu bikin merinding disko, ku kira tadi makhluk yang cuma mau berkenalan dan tidak menampakkan diri, tapi begitu dijawab panggilannya, dia malah nongol dan nggak salah-salah. Itu makhluk hobinya eksis kali ya bolak balik nggak ada jeranya,” gerutu Daus.
Rendy masih teringat kejadian tadi, dia belum membuka suaranya. Masih diam tergugu.
“Kamu ingat nggak cerita si Darham soal Hantu Bilau yang katanya ada di Kalimantan?” tanya Rendy tiba-tiba. Daus menautkan alisnya.
“Darham, Darham siapa? Kok aku lupa ya?” Daus kebingungan. Lupa.
“Darham yang asal Kalimantan, anak bagian Survey juga tapi di basecamp A, ingat nggak?” Daus mulai manggut-manggut.Dia sudah ingat dengan Darham yang kulitnya putih dengan mata coklat beningnya.
“Oya, aku ingat Darham yang itu, iya waktu itu kita mau masuk survey dan dia orang paling berani diantara kita. Dia pernah cerita kalau di Kalimantan katanya hantu atau jin nya jauh lebih mengerikan, selain itu banyak ilmu hitam juga di sini, waduhh aku kok jadi percaya, tuh orang emang bener seribu persen.Selama ini kita masuk hutan hanya berhadapan dengan binatang buas saja, tapi ini beda sekali gangguannya,” ungkap Daus. Rendy menganggukkan kepalanya.
“Apa mungkin yang kita lihat tadi adalah Hantu Bilau? Kalau ya, selamat deh kita bakal tersiksa selama survey di tempat ini. Tapi, ngomong-ngomong gimana kita mau pulang kembali ke tenda. Jam terus berjalan, minimal kita cari jalan keluar dulu dari sini, kita harus menemukan sungai terlebih dahulu kemudian mengikuti alurnya, berharap saja kita ketemu jalan pulang,” harap Rendy.
Mereka berjalan menyusuri hutan, sambil sesekali telinga mereka mencuri dengar jika ada suara air bergemericik. Hampir dua jam berjalan, penat melanda. Rendy dan Daus kembali beristirahat. Mereka duduk di bawah pepohonan akasia yang cukup besar dan rindang.
“Sampai kapan kita berjalan, kaki ku sudah benar-benar tidak kuat lagi. Mencari jalan pulang bukanlah hal yang mudah. Dan sampai sekarang, kita belum mengerjakan satupun tugas kita,” keluh Rendy.
“Entahlah, Ren. Tiba-tiba aku jadi ingat lagi kumpul dengan teman-teman di Camp, rame penuh canda. Mungkin saja mereka saat ini sedang bersenang-senang makan siang buatan Mba Rindu. Namanya saja bikin kita rindu bukan hanya masakannya tapi juga orangnya. Janda beranak satu itu kalau tersenyum bikin candu,” sahut Daus.
“Husss.. jangan ngaco kamu, di saat-saat begini harusnya kita ingat istri kita, pertama kali bertemu dan pertama kali pula kita berkencan. Dengan begitu memberikan kita semangat untuk pulang kembali ke rumah dengan aman sentosa,” jawab Rendy.
“Keluar dari hutan ini, aku cuma mau makan steak aja. Mungkin enak kali ya makan sepuasnya. Daripada makan-makanan survey yang tidak jauh dari mie dan sarden. Karena tiga hari, kita kompak nggak ada yang mau bawa telur. Jika ada telur, diyakini kita semua bisulan,” Rendy tertawa mendengar ocehan Daus.
“Ya sudah, jadi bagaimana? Kita akan terus cari jalan keluar atau masih tetap beristirahat sambil mengobrol?” Rendy menawarkan dua pilihan.Daus pun langsung bangkit dari tempat duduknya, diikuti oleh Rendy. Mereka memutuskan mencari sungai dan jalan pulang.
Setengah jam berlalu, langkah kaki mereka berdua terhenti ketika melihat ada sebuah pondok yang cukup besar dan terlihat terawatt sekali. Bahkan di teras pondok ada bunga-bungaan yang ditata rapi dalam pot. Rendy dan Daus saling berpandang-pandangan.
Rendy mengucek-ucek matanya berulang kali, memastikan bahwa pondok di depan mereka ini bukan lah mimpi belaka. Tapi tetap saja pondok ini berdiri kokoh di hadapan mereka. Rendy mencubit tangannya dan terasa sakit, itu artinya bukan Rendy tidak sedang bermimpi.Rendy nampak ragu untuk melangkah menuju pondok, Daus sudah lebih dulu berjalan cepat. Ketika sampai di depan pondok, dia memanggil-manggil.
“Permisi.. permisi.. apa disini ada orang?” Tiba-tiba dari arah samping pondok muncul perempuan cantik bertubuh tinggi, langsing. Kulitnya sangat putih mengenakan baju yang sedikit terbuka menghampiri Daus. Rendy masih terdiam di tempatnya dan belum berani mendekat.
“Mencurigakan, di tengah hutan ada pondok dan ada perempuan cantik yang tinggal disana, apa aku harus mengingatkan Daus soal ini?” gumam Rendy.Terlambat Daus sudah melangkah masuk mengikuti perempuan itu ke dalam pondok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tragedi Hantu Bilau Hutan Kalimantan
HorrorRendy dan Daus partner kerja survey setiap perusahaan akan membuka lahan. Kali ini mereka ditugaskan di Hutan Kalimantan yang terkenal dengan kepercayaan sekitar suka menyesatkan orang. Dan sulit pulang kembali. Selama 3 hari di hutan, berbagai maca...