Tanpa sepengetahuan semua orang yang ada di basecamp, Ridwan masuk ke dalam kamar Nanang. Sementara orang-orang sedang berjaga di depan basecamp. Jam sudah menunjukkan Pukul Sembilan malam. Situasi sangat mencekam, tidak ada tawa, canda seperti biasanya di malam hari yang mereka lakukan saat sudah seharian bekerja.
“Nggak asik juga ya, Man. Di jam begini, kita malah berjaga macam basecamp tentara sudah ini, kita sudah persis kayak di film-film itu yang markasnya mau di serang Penjahat, terus kita anak buah yang sedang berjaga, mengawasi jika ada musuh yang menyerang,” ujar Rendy. Rahman tertawa pelan.“Memang nggak asik sih, tapi ya apa boleh buat. Lebih baik kita mencegah daripada sudah terjadi, mana di sini nggak ada Pawangnya lagi bila terjadi sesuatu. Pusing juga aku, kita selalu diteror sejak Daus menjadi korban keganasan hutan kalimantan,” sahut Rahman.
“Sampai kapan kita akan berjaga seperti ini? Apa sampai rombongan Pak Suharto datang ya, harapan ku Kai Hasan juga tetap kembali ikut ke Camp. Karena Pak Suharto juga tidak tahu apa-apa soal di sini, khawatirnya malah menambah masalah saja,” keluh Rendy.
“Ya, semoga saja, Ren. Aku kok jadi kepikiran sama keluarganya Daus ya, gimana mereka sekarang. Pastilah mereka shock. Kasihan juga, padahal bila dilihat dari usia pernikahan mereka, termasuk pengantin baru juga belum sampai dua tahun, tapi Takdir Daus sudah sampai di situ saja,” lirih Rahman.“Ya, aku juga lebih kepikiran lagi saat istri ku bilang, Daus ternyata sudah pulang duluan ke rumahnya. Semoga saja istri dan anak ku di sana baik-baik saja, takut juga aku seandainya istri ku di datangi rohnya Daus, apa nggak berabe tuh. Mau minta cuti belum dikasih, masih menunggu bulan depan kayaknya, pusing,” jawab Rendy.
“Wehh, lama juga cuti mu ya, bisa-bisa tuh yang dibawah kelamaan nggak dikeluarkan udah mengeras, takut aja udah nggak bisa dipake, hahaha,” Rendy ikutan tertawa mendengar kata-kata Rahman barusan.
“Biarlah, yang penting sampai sekarang aku masih bisa menjaga iman untuk setia sama bini ku. Memang kangennya luar biasa, tapi dari bujang lagi sudah kebiasaan berbulan-bulan begini, terpaksa harus dijalani agar keluarga ku bisa makan enak dan nantinya anak ku bisa sekolah di sekolah yang terbaik, itu aja harapan ku sebagai Bapak dan suami yang baik,” harap Rendy. Rahman senang melihat temannya satu ini. Imannya memang tak mudah goyah.
“Darham tadi kemana?” tanya Rendy. Rahman celingak celinguk turut mencari temannya satu lagi.“Mungkin ke belakang pipis kali, lumayan juga tuh anak, nggak ada takut-takutnya dekat dengan tumbar bauk tadi, pake acara mengintip lagi. Kalau aku sudah daritadi gemetar tangan dan kaki ku rasanya kelu sulit digerakkan, di amah nyantai-nyantai aja, meski kadang-kadang ada juga tuh anak takutnya,” Rendy tertawa.
“Ya, aku masih ingat waktu di hutan kemarin, saat kami tinggal di mobil, kami menyalakan tape mobil sambil mendengarkan dangdut koplo, kepala goyang-goyang dong dengarkan musik, nggak lama Daus bersuara bilang enak nih lagunya, semula aku kira antara aku dan Darham yang berbicara, ku kecilkan nggak ada suaranya, begitu ku matikan Dausnya langsung protes dan menampakkan diri, tau nggak si Darham udah paling laju larinya daripada aku, busyet ... semua semak belukar di lompatinya, cocok tuh anak melompati Fahombo Batu, lompat batu yang ada di Pulau Nias,” Rahman tak bisa menahan tawanya.
“Behh, gila juga tuh anak .. bayangkan Fahombo Batu di lompati, secara tingginya dua meteran lebih.. jadi dia melompat seakan-akan dia ikut lomba melompat Fahombo itu ya, hahaha.. Darham .. Darham .. lucu juga kumpul sama tuh anak ya, anaknya asik,” ujar Rahman berterus terang.“Ya, awalnya aku selalu ke hutan sama Daus, jarang misah. Gegara hutan kalimantan akhirnya di ketemukan sama Darham, anak asli Kalimantan ini yang orangnya ternyata baik, dia juga rajin dan selalu gercep bergerak, rasa masakannya juga enak,” tambah Rendy.
“Ada apa nih sebut-sebut nama ku, aku jadi nggak enakan,” kata Darham yang tiba-tiba muncul dari belakang mereka.
“Itu loh, Ham. Si Rendy cerita soal kamu lari dan melompati semak-semak di hutan biar pun tingginya mencapai dua meter, pasti kamu lompati dan gaya lompat kamu seperti orang yang sedang lomba melompat Fahombo Batu,” Darham tersipu malu, dia sendiri pun menjadi malu sendiri bila mengingat kejadian tersebut.
“Pak.. pak .. tolong,” Salah satu Karyawan menghampiri mereka bertiga dengan wajah panik.“Ada apa? Apa ada penampakan Si Ridwan?” tanya Rendy. Karyawan tadi malah menggelengkan kepalanya.
“Pak Nanang terkunci di WC, kami sudah berusaha mendobrak dan membuka pintunya tapi nggak bisa juga, Pak Nanang sudah ketakutan di dalam WC, Pak,” mendengar hal itu, mereka sontak tertawa.
“Nang.. Nang.. gaya aja selangit, giliran terkunci sendiri udah panik, kayak orang kebakaran jenggot aja, Ya, udah ayok kita kesana.”
Begitu mereka sampai di WC, terdengar suara Nanang yang berteriak ketakutan, bahkan dia menangis sesungukan. Hal ini semakin timbul hasrat usil mereka bertiga untuk mengerjainya. Rahman memberi isyarat agar karyawan dan kedua temannya untuk diam. Rahman membisikkan sesuatu ke telinga karyawan tadi. Dia tersenyum kikuk, menurut.
“Pak.. Pak Nanang? Apa bapak masih di dalam? Aku tadi memanggil bantuan, tapi semua orang di basecamp ini semuanya tidak ada, mereka pergi entah kemana, sekarang hanya tinggal kita berdua di sini,” kata karyawan tadi.“Ehhh. Apa iya mereka pergi, kok … me .. mereka tega banget sih, aku takut berdiam di sini, apa kamu nggak bisa usaha membukakan pintu ini untuk ku, aku janji akan mempromosikan kamu menjadi Asisten ku, asalkan kamu mau membantu ku membukakan pintu sialan ini,” ujarnya dengan suara terbata-bata menahan tangisnya.
Darham mulai menirukan suara burung hantu. Karyawan tadi berpura-pura berlari keluar meninggalkan Nanang. Nanang terlihat bergerak dari tempatnya.
“Ehhh, Cakra! Cakra! jangan tinggalkan aku, aku sumpahin kamu mati jadi Pocong ya, dasar sialan kamu, jika aku selamat dari sini, jangan harap kamu ku promosikan jadi Asisten ku, aku pastikan kamu akan dipecat dari sini!"ancamnya.
Mereka bertiga benar-benar tak bisa menahan tawanya. Mendengar suara Rendy, Rahman dan Darham membuat kekuatan Nanang kembali.
“Kalian kah itu Rendy, Rahman, Darham .. tolong aku .. keluarkan aku dari sini,” rengeknya.“Tapi, kamu janji dulu akan menaikkan jabatan si Cakra jadi Asisten kamu, karena dari tadi dia yang sibuk meminta bantuan kami supaya ke sini. Kamu jangan salah, dia masih di sini, tidak ada orang yang pergi meninggalkan kamu, kamu bisa janji?? Kalau nggak bisa ya maaf, lebih baik kamu usaha sendiri membuka pintunya,” Rahman turut mengancam. Nanang tak berdaya selain menuruti maunya mereka.
“Ya, aku hanya bercanda tadi, aku ketakutan .. wajar jika aku menyumpah. Cakra kupastikan akan jadi Asisten ku, karena memang dia kerjanya bagus.” jawabnya.
Mereka bertiga setuju kemudian bersama dengan Cakra, membuka pintu WC yang memang sulit terbuka. Mereka bertiga menjadi heran.
“Kamu mundur dulu agak menjauh dari pintu, Nang. Kami lagi usaha membukakan pintu unruk kamu,” ujar Rendy.
“Ya, sudahhh,” sahutnya. Cukup kepayahan mereka membuka pintu. Mereka sudah berputus asa.“Coba aja dibacakan Ayat Kursi, siapa tahu manjur,” saran Darham.
Rahman pun auto membaca Ayat Kursi dan hanya sekejap saja, pintu terbuka dengan sangat mudah.
“Kamu juga kenapa pake dikunci segala sih !!!! bikin repot orang aja,” sengit Rahman begitu pintu terbuka, Nanang sudah basah pakaiannya, entah karena apa.
“Aku sama sekali tidak ada menguncinya, pintu ini tadi tiba-tiba begitu saja terkunci, saat lampu mati dan gelap di sini, aku panik dan teriak-teriak sama Cakra, kata Cakra tidak ada mati lampu, aneh hanya di dalam WC tadi lampunya mati,” Nanang keluar, ternyata basah oleh kencingnya sendiri.
“Ya, ampun, Nang…bau pesing banget kamu … kamu terkencing ya!” pekik Rendy sambil menutup hidungnya.
“Waduhh,, parah kamu, nohh sana bilas dulu, tenang aja kami tunggu di sini, dan pintunya nggak usah di tutup,” titah Rahman. Nanang manut.
Setelah dia berbilas, Rendy, Rahman juga Darham memeriksa ke dalam WC, tidak ada yang rusak dan semuanya dalam keadaan baik-baik saja.
“Anehh.. nggak ada yang rusak, mungkin pintunya tertiup angin makanya tertutup tiba-tiba, karena panik makanya susah di buka, Cakra, kamu temani Bos mu ini ganti pakaiannya di kamar, kami mau sambung berjaga lagi di depan,” Cakra dan Nanang berlalu. Trio tadi kembali ke depan.Selesai berganti pakaian, Nanang katanya ingin beristirahat dan meminta Cakra meninggalkannya sendirian, dia benar-benar ingin tidur dan tak ingin diganggu. Cakra menuruti keinginan pimpinannya.
Baru saja Nanang membaringkan tubuhnya di kasur, Nanang merasa dibawah selimutnya ada yang bergerak-gerak dan merayapi tubuhnya, mata Nanang melotot ketakutan. Begitu melihat tangan berbulu yang terus merayap ingin menggapai wajahnya, dia pun berteriak histeris.
“Argghhhhhhh… arghhhhhhhh,”
KAMU SEDANG MEMBACA
Tragedi Hantu Bilau Hutan Kalimantan
HorrorRendy dan Daus partner kerja survey setiap perusahaan akan membuka lahan. Kali ini mereka ditugaskan di Hutan Kalimantan yang terkenal dengan kepercayaan sekitar suka menyesatkan orang. Dan sulit pulang kembali. Selama 3 hari di hutan, berbagai maca...