Rendy, Darham dan Rahman merasa lega karena mereka kini benar-benar sudah bisa meninggalkan Hutan Kalimantan yang membuat mereka ketakutan namun juga harus merasakan pilu yang teramat dalam dengan kehilangan teman yang ceria dan usil seperti Daus. Mereka diam dan tenggelam dengan pikiran masing-masing.Tak lama mereka pun tertidur, berharap saat bangun, mereka sudah sampai di Basecamp dan dapat melanjutkan aktivitas seperti biasanya. Namun belum lama rasanya mobil berjalan, tiba-tiba mobil yang mengangkut jenasah Daus yang berada di depan berhenti.
Rendy dan Darham terbangun. Sedangkan Rahman masih melanjutkan tidurnya. Dia terlihat sangat lelap sekali. Rendy mengerjapkan matanya dan menoleh ke arah Darham. Bertanya.
“Ada apa? Kenapa tiba-tiba berhenti?” ujar Rendy. Darham diam saja karena dia sendiri juga baru bangun dari tidur lelapnya. Mata coklat beningnya terlihat masih memerah, belum puas tertidur.
Tak lama, Salah seorang Petugas Medis turun dari mobil dan berjalan menuju ke arah mobil yang ditumpangi oleh Suharto, Rendy, Darham juga Rendy. Suharto turun dari mobil menemui Bambang.Mereka nampak berbincang-bincang di depan mobil. Rendy dan Darham terus mengamati dari dalam mobil.
“Ayo semuanya tolong turun dulu, kita beristirahat di sini sebentar,” titah Bambang sambil melihat Rendy dan Darham. Sebelum turun dari mobil, mereka membangunkan Rahman untuk ikut dengan mereka.
“Hahhh ... kemana? aduhh aku masih mengantuk,” Rahman menguap lebar sembari meregangkan tangannya.
“Ada apa sih !!! kok tiba-tiba masih di tengah hutan begini tapi malah mau beristirahat di sini,” Rahman mulai mengeluh. Rendy dan Darham tak menjawab. Mereka langsung turun dari dalam mobil, diikuti oleh Rahman.
Mereka berjalan menghampiri Bambang, Suharto dan para petugas medis. Mereka ingin tahu mengapa perjalanan mereka harus terhenti. Bambang dan Suharto terlihat serius membahas terkait mobil yang sulit dihidupkan, mereka mengotak-atik mesin mobil yang masih terlihat dalam keadaan normal.“Anehnya, mesin mobil sama sekali tidak bisa dihidupkan lagi. Sementara jenasah sudah harus segera di evakuasi, sudah mencoba menyalakan berulang kali tapi nihil, mesin seperti berhenti berfungsi. Kita harus benar-benar beristirahat disini sementara waktu, menunggu beberapa petugas yang akan datang kemari membawa bantuan lagi,” beber Bambang.
Rendy memeriksa ponselnya. Ternyata di kawasan ini kuat sinyal karena ada empat balok terlihat di pojok kiri layar ponselnya.
“Tapi, kita nggak mungkin menunggu lebih lama lagi, Pak. Daus sudah begitu lama di dalam air khawatirnya jenasahnya akan hancur. Belum lagi setelah ini kita akan mengirimkan jenasahnya kembali ke kampung halamannya di Pulau Jawa yang pastinya, jadi mau menunggu berapa lama lagi,” terang Suharto. Bambang diam nampak berpikir.
“Baik lah, ayo kita coba kembali sampai mobilnya bisa kembali dijalankan, tapi seandainya tidak bisa terpaksa kita menunggu sampai bantuan datang beberapa jam lagi,” sahut Bambang. Suharto setuju.
Mereka melakukan berbagai upaya. Mulai menyalakan mesin mobil, membongkar apa yang bisa mereka lakukan sambil melihat apakah ada kerusakan, semua orang di sana dikerahkan namun hasilnya tetap nol dan mereka harus gigit jari karena mobil tak berniat bergerak dari tempatnya.
Mobil seakan protes dan terasa berat. Mereka pun terduduk lemas karena tak mendapatkan hasil yang sesuai. Jam sudah menunjukkan Pukul tiga dinihari.
Beberapa menit berselang, salah seorang petugas medis berteriak berlari ketakutan menghampiri mereka yang sedang duduk di rerumputan. Wajah petugas medis bernama Ridwan itu memucat pasi. Dia menunjuk-nunjuk tak karuan.
“Apaan sih, kamu kalau ngomong yang jelas, semua orang disini lagi capek nggak karuan,” sahut Rendy kesal melihat laki-laki tulang lunak tersebut.
“Anu .. anu .. itu mayat Mas Daus tiba-tiba bergerak dan dia mengedipkan matanya sama Saya,” ujarnya terbata-bata.Rendy dan Darham juga Rahman tidak bisa menahan tawa mereka. Apalagi melihat Ridwan yang sedikit bergaya seperti layaknya perempuan, jalannya gemulai dan tisu tak pernah lepas dari tangannya. Mendengar ucapannya jika Daus menggedipkan matanya ke arah Ridwan membuat mereka bertiga benar-benar tergelak.
“Daus memang suka ngerjain tipe-tipe kayak kamu itu, hahahah. Dia paling nggak bisa lihat yang bening-bening makanya main kedip aja tuh anak,” sahut Rendy memegang perutnya yang sakit karena tertawa.“Ya, sudah kamu temani aja si Daus, berarti dia sukanya sama kamu, makanya dia main mata segala, hahaha,” tambah Rahman. Darham pun semakin ikut tertawa.
“Hehhhh ! kalian itu ... orang lagi serius juga malah dimain-maini, sukanya bercanda terus, coba kalian cek kesana.. apa benar Daus tadi bergerak dan kedip mata sama Ridwan,” perintah Suharto kepada mereka bertiga. Mereka yang tadinya tertawa, kontan berhenti.
“Enak aja, Pak. Giliran yang nggak enak-enak malah kami yang disuruh. Kami itu sudah semalaman lari sana lari sini menghindari mayat Daus yang terus mengejar kami, sekarang ini dengar lagi Daus bergerak, kami pula yang disuruh periksa. Nggak mau lah, kami cape lah,” omel Rendy. Darham dan Rahman manggut-manggut setuju.
“Giliran Bapak aja sudah yang kesana ngecek, kami disini nanti membantu doa aja kalau terjadi sesuatu,” kata Darham. Rendy dan Rahman tersenyum mendengar sahutan temannya satu ini.
Bambang berdiri dan meminta Suharto menemaninya untuk memeriksa keadaan Daus, Ridwan ikut di sampingnya. Perlahan mereka menuju ke belakang mobil dimana Daus dibaringkan diatas tandu yang telah diikat. Begitu Bambang membuka mobil dan membuka penutup mayat Daus. Daus tetap dengan posisinya, tak ada yang berubah.
“Lihat kan, Ridwan. Semuanya aman-aman aja. Nggak ada yang aneh. Kamu mungkin sudah terlalu lelah berjaga makanya mikir yang enggak-enggak. Coba kamu minta teman kamu untuk menemani menjaga jenasahnya. Lagian kalau hanya tugas begini kalian sudah terbiasa, tidak ada masalah,” papar Bambang sembari menutup kembali kain penutup jenasah Daus.
“Tapi, Pak … Itu di belakang Bapak ada yang gerak-gerak,” tunjuk Ridwan ketakutan.Bambang menoleh dan memperhatikan, ternyata benar kain penutupnya seperti bergerak dan perlahan-lahan kainnya mulai turun dan membuka. Bambang melihat dengan wajah tegang. Ridwan berpegangan kuat dengan Suharto. Sementara Suharto tak berkedip memandang kain penutup jenasah yang terus bergerak perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tragedi Hantu Bilau Hutan Kalimantan
HorrorRendy dan Daus partner kerja survey setiap perusahaan akan membuka lahan. Kali ini mereka ditugaskan di Hutan Kalimantan yang terkenal dengan kepercayaan sekitar suka menyesatkan orang. Dan sulit pulang kembali. Selama 3 hari di hutan, berbagai maca...