Bab 6 ~ Ada apa dengan Daus Part 2

779 53 1
                                    

Mata Rendy tak lepas memandang ke depan. Suara langkah kaki semakin mendekat, begitu semak belukar terbuka, Daus berdiri disana dengan wajah sumringah.

Rendy menghela napas lega karena dia tak perlu melihat penampakan saat dia baru saja membuka matanya pagi ini. 

“Woyyy tegang amat tuh muka, lupa sarapan atau kurang sesajen, kamu. Pagi-pagi itu biasakan olehraga muka biar otot-otot wajah mengencang dan muka jadi awet muda kayak aku gini,” Rendy tak menyahut, dia terus memperhatikan Daus dari bawah sampai ke atas.

“Kenapa sih kamu, Ren. Apa ada yang aneh sama aku? Perasaan kamu tuh yang aneh, bangun pagi-pagi udah mengigau aja. Menyebut-nyebut nama Inuy,” kata Daus lagi.

“Jadi Inuy itu beneran ada ya? Kita memang kemarin pergi ke Pondoknya di tengah hutan kan? Kita menginap semalaman di pondok karena hujan deras dan angin kencang membuat kita tidak jadi kembali ke tenda, dan kamu ..,” Rendy tak  meneruskan kalimatnya.

Dia melihat kearah Daus yang juga sedang menunggu Rendy menyelesaikan omongannya.

“Dan aku .. kenapa? Nahh kalau soal Inuy itu memang benar adanya, kamu mengigau terus memanggil namanya pasti kamu juga pengen kan kemarin. Padahal aku sudah kasih kesempatan sama kamu, tapi kamunya aja sombong. Kalau kita sudah masuk hutan begini, kita mau pacaran sama monyet sekalian pun pasti diijinkan sama istri kita, soalnya daripada ditahan-tahan kan kasihan kita-kitanya,” cerocos Daus. Rendy diam menyimak.

“Terus .. kenapa bisa kita bangun-bangun sudah ada disini? Bukannya semalam kita masih di dalam pondok ., aku bingung bangun pagi-pagi sudah di gundukan tanah ini, terus pondoknya mana?” cecar Rendy. Daus malah tertawa keras.

“Hahahaha.. Rendy .. Rendy .. Kamu kayaknya sudah mulai pikun, apa kamu lupa?? begitu hujan reda kita langsung pulang. Kamu masih ingat nggak? Kamu muntah-muntah kemarin, jadi kamu itu sakit dan kita barusan beristirahat disini. Karena kamu asik bobo cantiknya, aku kebelet pipis makanya aku nyari tempat yang nggak jauh dari kamu, bener kan ternyata kamu panik nyari-nyari aku, kenapa sih susah banget pisah dari aku?” Rendy menoyor kepala temannya itu.

Rendy tetap merasa ada yang janggal. Tidak mungkin dia lupa akan kejadian semalam. Keterangan dari Daus sama sekali tak bisa diterima akal sehatnya. Meski begitu, Rendy hanya diam saja. Rendy mengambil tas ranselnya dan akan memulai perjalanan kembali ke tenda mereka.

“Nihh tas mu ambil, ayo kita cari jalan kembali ke tenda. Hari ini kita pastikan bisa pasang pita-pita ini sesuai dengan jalur yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Ini sudah hari terakhir, jangan sampai kita nggak selesaikan tugas. Bisa-bisa kita disuruh nambah lagi nugas disini,” urai Rendy. Daus manggut-manggut.

Mereka mulai berjalan menyusuri tiap sisi hutan. Kali ini Rendy cukup heran sebab hanya dalam waktu singkat mereka dengan mudah menemukan jalan menuju tenda.

Daus pun dengan santainya seakan mengenal betul keadaan hutan dan tahu jalan yang akan mereka tempuh. Dia selalu berjalan di depan memimpin.

“Nohhh ,, kita sudah sampai di tenda. Untuk pemasangan pita sebaiknya kita lakukan setelah jam satu ya, aku mau makan siang dulu setelah itu kita lanjut kerja. Kerjanya bakal cepat karena hari ini juga kita target menyelesaikan semuanya. Aku sudah nggak sabaran mau ke camp. Istirahat capek,” tukas Daus. Rendy setuju. Berharap semuanya selesai tepat waktu.

Setelah menaruh tas ranselnya, Daus bangkit mengambil parangnya kemudian masuk ke dalam hutan. Rendy mengumpulkan ranting-ranting kecil yang akan ia gunakan untuk membuat perapian. Rendy mengeluarkan stok sarden dan bersiap memasaknya. Sambil menunggu apinya menyala. Rendy membuka peta dan memeriksa tiap jalur nanti yang akan mereka lalui.

“Ada beberapa titik ini yang mau dipasang, satu.. dua … hmmm sekitar 32 titik, banyak juga. Apa bisa selesai hari ini, semoga deh. Aku sudah nggak sabaran mau keluar dari hutan ini,” gumam Rendy.

Rendy mendongak saat mendengar suara langkah kaki mendekat. Rendy melongo.
Di tangan Daus kelinci berukuran lumayan besar sudah dalam keadaan mati dibawanya.

Parang yang dibawa Daus masih menyisakan darah. Rendy bergidik ngeri. Karena ini bukan kebiasaan Daus yang memotong binatang. Daus akan pingsan jika melihat tetesan darah yang cukup banyak. Kebiasaan ini sudah Rendy ketahui sejak bekerja pertama kali bersama dengan Daus sepuluh tahun yang lalu.

Rendy masih ingat, saat Mereka ditugaskan bersama dengan seorang temannya bernama Nanang. Nanang waktu itu ditugaskan untuk mengatur jarak ukuran mereka dengan jarak sekitar 50 meter dari tempat Rendy dan Daus bertugas.

Saat mereka bertugas, ada tukang tumbang kayu yang juga sedang mengambil kayu di hutan. Butuh waktu sekitar dua jam, pohon tumbang. Tak lama terdengar suara derakan seperti ada yang pecah. Rendy dan Daus berhambur berlarian kearah suara.

Persis di depan mata mereka, Nanang tertindih pohon besar yang tumbang dan kepalanya pecah dan otak teman kerjanya berhamburan saat itu juga, darah pun berceceran mengalir memenuhi sebagian tubuh Nanang. Rendy mual dan seketika muntah sedangkan Daus tak terdengar suaranya, Begitu Rendy menoleh ternyata Daus semaput, pingsan.

Kecelakaan saat kerja memang sering mereka alami. Beruntung, Rendy dan Daus selalu saja selamat dari hal-hal yang membuat nyawa mereka melayang.

Para penumbang pepohonan yang kadang membuat mereka khawatir saat di hutan. Mereka harus tahu arah tumbangnya pohon jika tidak ingin bernasib sama dengan Nanang. 

Rendy pernah menanyakan hal ini kepada Daus dan dia mengatakan bahwa pernah trauma dengan kecelakaan lalu lintas yang menimpa saudaranya dan hingga kini, Daus tidak bisa melihat darah yang cukup banyak berceceran, dia akan mudah pusing dan tak lama badannya pun ambruk.

“Aku pernah trauma saat kakak ku yang kedua, Si Dayat meninggal di tempat karena kecelakaan, kepalanya bocor dan helmnya sampai benyek gitu. Melihat darahnya waktu itu membuat pandangan ku langsung berkunang, aku benar-benar ngeri bila ingat kejadiannya. Sampai sekarang kalau lihat darah seperti mengulang memori yang dulu,” terangnya saat Rendy bertanya mengenai hal itu.

Apa yang ada di hadapannya kini, bukanlah kebiasaan Daus sebenarnya. Seketika Rendy menjadi pusing dan mual yang menjadi-jadi.

Apalagi saat melihat Daus membersihkan darah di parangnya dengan jilatan demi jilatan seakan-akan sedang menjilat es krim. Layaknya, Daus sedang berakrobat mencoba ilmu kebal didepannya.

Apa ini ada hubungannya dengan kejadian di pondok semalam? Entahlah, Rendy pusing, pandangannya mengabur dan sepersekian detik, dia sudah tak ingat apa-apa lagi. 
  
  
 

Tragedi Hantu Bilau Hutan Kalimantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang