20

8.8K 411 18
                                    

Raina terdiam melamun menatap jendela kamar yang ia tempati. Ia melihat langit berwarna jingga yang menandakan jika saat ini adalah sore hari serta jam dinding juga menunjukkan pukul empat. Zevan belum pulang hingga saat ini. Tadi Raina sempat bertanya kepada salah satu pelayan yang mengantar makanan.

"Pria itu-Maksudku Zevan, dia biasa pulang pukul berapa, Bi...?"

Pelayan yang sedang menaruh makanan di atas meja terkejut mendengar suara dari seorang gadis yang kemarin di bawa oleh Tuannya. Pelayan itu menjawab pertanyaan Raina seadanya.

"Biasanya Tuan pulang pukul sebelas malam, nona. Kadang bisa saja ia tidak pulang ke mansion ini."

Jawaban dari pelayan itu membuat Raina merasa resah karena bisa saja Zevan tidak pulang malam ini. Setelah kepergian Zevan tadi pagi, Raina mencari berbagai cara agar ia bisa keluar dari kamar serta mansion ini. Raina sudah membuka beberapa lemari di kamar ini tetapi ia tak menemukan apapun yang dapat membantunya keluar.

Raina juga mencoba mencari ponselnya tetapi ia sama sekali tak menemukannya. Raina merasa sangat bosan berada di dalam kamar terus menerus dari semalam. Sejak tadi hanya seorang pelayan yang masuk mengantar makanan dan berjaga jaga jika nona mereka membutuhkan sesuatu serta mengawasinya.

Pada siang tadi, Raina sempat mengusir salah satu pelayan yang berjaga di dalam kamar atas suruhan Zevan. Ia membujuk pelayan tersebut agar memperbolehkannya keluar dari kamar. Tetapi pelayan itu sama sekali tidak memperbolehkan dengan alasan perintah dari 'Tuannya'. Tentu Raina menjadi kesal dan menyuruh pelayan itu agar keluar meninggalkannya.

Raina berjalan kearah meja yang terdapat makanan di sana. Perutnya tiba tiba berbunyi, sepertinya ia mulai merasa lapar. Piring tersebut berisi nasi dan lauk pauk yang sangat menggugahnya. Raina menyendokkan nasi yang berisi lauk pauk kedalam mulutnya serta di akhiri dengan meminum segelas susu.

Raina mengusap perutnya kenyang dan kembali duduk di dekat jendela. Melihat hamparan rumput serta terdapat kolam renang di bawah sana. Sejujurnya Raina lumayan kagum dengan kemewahan mansion ini. Kamar yang ia tempati saat ini mungkin dua kali lipat lebih besar dari kamarnya, dengan fasilitas yang juga jauh lebih lengkap.

Mengenai Zevan yang ternyata sudah ia kenali sejak lama, Raina masih terus mencoba mengingat sekilas tentang pria itu. Hal itu membuatnya kembali merasakan sakit di kepalanya. Raina tak peduli tentang masa kecilnya bersama Zevan. Yang terpenting adalah bagaimana caranya agar ia bisa keluar dari mansion ini.

Jujur saja Raina tak paham apa maksud Zevan membawa dan mengurungnya seperti ini. Sungguh, ia merasa seperti korban penculikkan. Tadi pagi Raina juga sempat bertanya kepada pria itu, tentang apa alasannya mengurungnya seperti ini. Tetapi lagi lagi Zevan menjawab dengan kalimat yang membuatnya bingung seketika.

"Karena aku mencintaimu."

Raina sungguh sulit mencerna kalimat yang di ucapkan tadi pagi oleh pria itu. Bisa bisanya Zevan berucap hal demikian. Hal yang sangat tak masuk akal. Jika Zevan mencintainya, mengapa harus membawanya paksa hingga mengurungnya seperti ini?

Raina terus berpikir positif untuk menenangkan diri sendiri. Mungkin hari ini ia akan di pulangkan oleh pria itu. Rasanya sangat asing ketika biasanya Raina bekerja, kuliah, ataupun bermain ke taman, harus merasakan seharian penuh seperti ini di dalam kamar.

Walaupun kamar tersebut luas, tetapi hal itu tetap percuma untuk Raina yang notabenenya adalah gadis yang merasa jenuh jika seharian hanya di dalam rumah.

Asik bergerumul dengan pikirannya, Raina beranjak dari kursi menuju ranjang empuk yang sudah ia pakai tidur semalaman. Mata Raina fokus kembali mengamati pemandangan di bawah yang terlihat oleh jendela kamar. Ia melihat ada beberapa pengawal berseragam hitam terlihat sedang berjaga di bawah sana.

S E L E C T E DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang