24

5.3K 250 13
                                    

Zevan benar-benar membuktikan ucapannya. Kini Raina sudah berada di depan pintu kamar yang sudah berminggu minggu ia tempati. Dengan salah satu tangannya yang di genggam erat oleh Zevan.

Pintu itu terbuka. Zevan berjalan di depan Raina dengan tangannya yang masih bertautan dengan tangan Raina. Pria itu melangkahkan kakinya  membawa Raina menuju sebuah lift yang tak jauh dari kamarnya.

Mereka berdua keluar dari lift saat lift tersebut telah sampai membawanya menuju lantai bawah. Raina hanya patuh mengikuti pria itu saat mengajaknya menuju dapur. Sesampainya di dapur, terlihat beberapa pelayan serta koki menunduk hormat kepada mereka berdua. Zevan mengarahkan Raina agar duduk di meja makan.

"Duduklah"

Zevan sedikit mendorong bahu Raina untuk duduk. Raina pun duduk dengan patuh dan melihat Zevan yang juga duduk tepat di sampingnya. Salah satu pelayan menghampirinya, menanyakan sebuah makanan atau minuman yang dapat ia buatkan untuk Tuan dan Nona mereka.

Sejak duduk Raina hanya melamun. Tidak, tidak! Gadis itu masih terpaku dengan dapur Zevan yang menurutnya sangat indah dengan nuansanya yang klasik . Raina di buat terkagum kagum hanya dengan sebuah dapur milik pria itu.

Lamunannya terbuyarkan saat Zevan tiba tiba mengusap surainya. Raina melihat kearah Zevan dan melihat raut wajah pria itu serta tangannya yang masih berada di kepalanya. Raina memundurkan tubuhnya agar tangan Zevan tak berada di kepalanya.

Tak mungkin Raina menepis tangan pria itu saat ini karena pelayan yang menghampirinya tadi masih berada di dekat mereka berdua. Entah apa kata pelayan itu jika melihat dirinya yang menepis tangan majikan mereka.

"Ada apa?" Zevan mendengus, Raina pasti sedang melamun. Entah apa yang dilamunkan oleh gadis dengan dress biru itu. Zevan menatap kearah pelayan dan pelayan tersebut mengangguk paham serta langsung menjelaskan kepada Raina.

"Begini Nona—maksud saya Nyonya. Apa nyonya butuh sesuatu, seperti minum ataupun makanan. Nyonya bisa minta apapun menunya, dan koki akan membuatnya." Raina melirik kearah Zevan yang tadi sempat menatap tajam pelayan muda itu saat salah mengucapkan kata Nyonya menjadi Nona.

Seharusnya panggilan untuk Raina sudah benar. Tetapi Zevan malah menyuruh pelayan itu memanggilnya nyonya. Rasanya seperti pasangan kekasih yang sudah menikah.  Membayangkannya membuat Raina menjadi malu.

"Pesan saja apapun yang kamu mau."

"Hm..." Karena saat di kamar Raina sudah makan, sejujurnya ia sedikit bingung ingin meminta dibuatkan apa oleh pelayan. Mungkin sebuah dessert adalah pilihan yang pas untuknya, "Blueberry cheesecake?"

"Baik, Nyonya."

Pelayan itu mengangguk dan menunduk serta melenggang pergi dari mereka berdua. Raina menatap dari jauh koki yang sedang membuatkan sebuah dessert yang tadi ia minta. Hanya menunggu beberapa menit, blueberry cheesecake yang dibuatkan untuk Raina akhirnya selesai.

Pelayan tadi menghampirinya kembali dengan membawa sepiring kecil dessert tersebut dengan hati-hati, "Silahkan di nikmati, Nyonya." Pelayan itu menaruh dessertnya diatas meja tepat di hadapannya. Raina mengangguk seraya tak lupa mengucapkan terimakasih kepada pelayan itu.

Raina langsung menyantap dessert di depannya. Ya Tuhan, rasanya sangat enak. Raina menikmati dessert itu sampai membuatnya tak sadar jika Zevan setia memandanginya sejak tadi. Hingga beberapa suapan Raina baru tersadar saat melihat Zevan yang sedang memandangnya lewat sudut matanya.

Saat Raina melihat kearah Zevan pun, pria itu masih tetap memandanginya seolah tak terjadi apapun. "Mau?" Raina terdiam sendiri dengan ucapannya. Astaga, sepertinya dia reflek berucap demikian kepada Zevan yang tengah mengangguk.

S E L E C T E DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang