15

10.1K 463 73
                                    

Raina POV

Aku menghela napas lelah, beberapa menit aku melambaikan tanganku kepada pengemudi di jalan, tetapi semuanya enggan menolongku. Aku mengalihkan pandanganku kepada motorku yang tiba-tiba mogok seperti ini. Aku menatap sebal kearah motor itu, karena seharusnya saat ini aku sudah sampai di rumah.

Berulang kali aku kembali mencoba meminta bantuan kepada pengendara lain, tetapi hasilnya tetap nihil. Tidak ada satu pun yang mau menolongku. Mengeluarkan ponsel, aku terus terusan mencoba menyalakan ponselku yang sialnya sudah lowbatt hingga tidak dapat di nyalakan.

Mengusap rambutku kasar, hari ini sungguh sial bagiku. Dari mulai salah antar pesanan bunga, motorku mendadak mogok, dan terakhir ponselku yang lowbatt seperti ini. Ah, sungguh menyebalkan.

Aku mengalihkan pandangan kesisi lain karena sebuah cahaya yang menyilaukan pandanganku. Ternyata cahaya itu berasal dari sebuah mobil di depan. Aku berucap syukur dalam hati, karena akhirnya ada orang yang mau menolongku.

Aku melihat mobil itu yang terlihat mewah menurutku. Rasanya tak asing ketika melihat mobil itu. Seperti sudah melihat sebelumnya. Pengemudi itu turun dan berlari kearahku. Aku terpaku. Sungguh aku terkejut. Pria itu tak lain dan tak bukan...

Zevan

Astaga, aku merutuki diriku sendiri melihat manusia beberapa hari lalu yang sudah ku temui dan ku masukkan kedalam list pria yang harus di hindari. Sekarang justru aku harus bertemu lagi dengan pria aneh yang sialnya tampan.

Maksudku sedikit tampan

Aku melihat dia yang menatapku khawatir. Aku membeku, ketika pria itu menyentuh kedua sisi lenganku. "Raina, kau tidak apa-apa? " tanya nya dengan raut wajah yang masih terlihat khawatir. Aku menjawab dengan nada canggung dan mencoba menyingkirkan tangannya.

"Aku baik baik saja." pria itu mengernyit bingung, "Tetapi kenapa kau berada di sini?" tanya nya cepat.

Aku bingung, apakah aku harus meminta bantuan dengannya?. Tetapi dengan sikapnya kemarin yang sedikit aneh, membuatku teringat untuk tidak berurusan dengannya. Disisi lain, sejak tadi hanya dia satu satunya pengendara yang menepikan mobilnya dan khawatir kepadaku.

Aku memantapkan diriku untuk tetap meminta bantuan kepadanya. Siapa lagi yang mau menolongku selain dia?. Aku menarik napas dan mendongak kearahnya yang sedang menatapku bingung. "Kenapa melamun?" Dia melambaikan tangannya tepat di depan wajahku.

"Motorku tiba tiba mogok. Apakah kau bisa membantuku." Dia melirik kearah motorku dan kembali menatapku dengan tersenyum, "Dengan senang hati." ucapnya yang terlihat tulus di mataku. Tiba tiba dia mengeluarkan ponsel dari saku celananya, dan menelfon seseorang.

"Tolong datang ke jalan ***
Aku menunggumu, cepat."

Dia menutup telfonnya dan mengalihkan pandangannya kearahku. Spontan, aku mengalihkan pandanganku sendiri kearah lain. Tak lama kemudian datang seorang pria yang langsung menunduk kearah dia. Sepertinya pria itu adalah orang yang di telfon tadi, pikirku.

Motorku di bawa dan di masukkan oleh pria itu kedalam sebuah mobil bak besar. Pria itu mengangguk kearah Zevan. Aku masih terdiam karena bingung ingin berucap. "Aku menyuruh mereka membawa motormu ketempat bengkel." aku terdiam dan hanya mengangguk.

"Sekarang kau bisa naik mobilku. Aku yang akan mengantarmu." sekali lagi, aku hanya mampu diam dan mengangguk. Entahlah, rasanya seperti sulit untuk mengelak segala hal yang ia ucap. Sepertinya, keberanianku menjadi menciut jika berhadapan dengan pria itu.

Aku masuk kedalam mobil mewah tersebut, tepat di samping pria itu. Dia fokus menatap kearah depan dengan tangannya yang sibuk menyetir dan aku menatap kearah kaca yang memperlihatkan jalanan yang luas. Beberapa kali aku tak sengaja melihat dia, yang sesekali mencuri pandang kearahku.

Tidak ada pembicaraan di antara kami berdua. Suasananya sangat hening, sampai akhirnya rumah sederhanaku sudah mulai terlihat di ujung sana. Mobilnya berhenti tepat di depan rumahku. Tiba tiba dia keluar dari mobilnya begitu saja, sampai aku di buat terkejut dengan dia yang membukakan pintu mobil di sampingku.

"Terima kasih."

Aku menyingkirkan helai rambutku yang berterbangan, guna menutupi perasaan malu. Aku bingung ingin mengucapkan apa lagi, di saat dia hanya diam di depanku. "Ingin mampir." ucapku berbasa basi hanya untuk mencairkan suasana canggung yang tak ada habisnya.

Dia mengangguk, aku terdiam merutuki ucapanku tadi. Padahal aku tak serius mengajak dia untuk kerumahku. Alhasil karena basa basiku yang bodoh, aku menuntun dia untuk masuk kerumahku. Sesampainya di dalam, dia terus mengekoriku layaknya seorang anak kecil. Aku membawanya kearah sofa dan menyuruhnya duduk.

Dia duduk dan aku beranjak ke dapur dengan cepat. Aku hanya menyiapkan teh hangat untuknya, karena memang tak ada minuman lain dirumahku selain teh dan air putih. Aku mengaduk teh itu cepat dan segera menuju ruang tamu. Aku menaruh teh itu tepat di meja dan aku duduk di sofa yang berhadapan dengannya.

"Maaf, aku hanya menyediakan teh hangat." dia hanya mengangguk dan menyeruput teh hangatnya. Aku beralih menatap tangan kirinya yang memegang sesuatu. Aku mengernyit bingung, sampai aku tersadar bahwa benda yang di pegang olehnya, adalah fotoku yang ku masukkan kedalam bingkai dan di taruh di dekat meja.

Sepertinya dia menyadari ekspresiku. Dia berhenti menyeruput dan tersenyum antara canggung atau malu. "Ah maaf, ini aku melihatnya di situ. Ku pikir ini adalah dirimu?" aku pun membalas pertanyaannya dengan senyuman tipis. "Cantik" ucapannya membuat jantungku berdegup kencang, dan dia menatapku terus terusan setelah berucap demikian.

Aku mengalihkan pandanganku kearah lain. Menormalkan detak jantungku yang berdegup kencang. Dia menaruh fotoku kembali di tempat semula dan suasana kembali hening. Sampai suaranya mengejutkanku, "Aku sepertinya harus pergi. Terimakasih dengan teh hangatnya."

"Sama sama. dan terimakasih sudah menolongku." dia mengangguk, dan aku mengantarkannya hingga pintu gerbang. Setelah dia pergi, aku segera masuk dan mengunci rumah. Badanku terasa lelah dan gerah. Aku memutuskan untuk segera mandi. Tadi Zevan juga sempat memberitahuku alamat bengkel tempat motorku di betulkan disana.

Sebenarnya jarak tempatnya tak terlalu jauh dari sini, tetapi dia bilang esok pagi motornya akan di antarkan oleh pihak bengkel. Aku tak tahu berapa biaya yang akan ku keluarkan nanti. Semoga saja tidak semahal yang ku bayangkan.

Aku mandi membersihkan badanku. Setelahnya aku melakukan kegiatan kegiatan lain, seperti memasak makan malam, menyapu, serta yang terakhir menghabiskan waktu dengan membaca buku.

Hari semakin malam, dan aku masih terjaga dengan sebuah buku di tanganku. Melihat kearah jam dinding yang menunjukkan waktu 11 malam, aku pun beranjak dari kasur untuk menaruh buku. Rasanya mataku sudah sangat lelah. Aku termenung menatap sekelilingku dan mengingat apa saja yang terjadi di hari ini.

Mulai dari salah antar pesanan bunga, motorku mogok ketika aku ingin balik kerumah, hingga datangnya Zevan yang menolongku. Bahkan dia juga mengantarku balik kerumah. Tapi tunggu, aku seperti melupakan sesuatu.

Bagaimana dia bisa tau rumahku?


Tbc

•~•~•~•~•~

Pertama kalinya aku bikin POV di cerita ini☺☺

Gimana menurut kalian?? 🤔😐

Jangan lupa buat Vote & Comment sebanyak banyaknya 🤓🤓🤓










S E L E C T E DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang