21

7.2K 438 25
                                    

Terhitung sudah Raina tersekap selama tiga minggu di mansion milik Zevan. Berkali kali gadis itu mencoba untuk kabur, tetapi tak membuahkan hasil. Kadang rasanya Raina mulai menyerah karena selalu tak berhasil melarikan diri.

Untuk beberapa hari ini, Raina bisa tenang karena tak bertemu dengan pria yang menculiknya. Zevan sedang berada di Australia untuk mengurusi salah satu cabang perusahaannya yang mengalami sedikit masalah disana.

Sebenarnya, peluang untuk Raina kabur sedikit lebih mudah. Tetapi tetap saja, tak segampang itu Raina bisa pergi dari mansion yang berisi puluhan bodyguard dan cctv yang selalu menyala 24 jam.

Zevan sudah menentukan jadwal untuk berada di Australia selama lima hari. Selama pria itu berada di sana, Raina selalu mencari celah untuk kabur. Sekarang sudah hari keempat Zevan berada di Negara Kangguru.

Raina duduk di atas ranjang dan melirik nampan berisi makanan dan segelas air yang sama sekali tak tersentuh olehnya sejak tadi pagi. Persetan dengan rasa laparnya, yang dia inginkan hanyalah bebas dari mansion ini.

Gadis itu mengacak rambutnya dengan frustasi. Kepalanya sungguh pening memikirkan cara untuk kabur. Raina terus mengumpati Zevan dengan kata-kata kasar dengan sengaja, karena ia sangat tahu jika kamar yang ditempatinya terpasang alat penyedap suara yang letaknya tak ia ketahui.

"Dasar pria sinting"

"Pria brengsek"

"Zevan sialan!"

Raina terus memaki Zevan dengan emosi. Sungguh rasanya ia ingin mencakar cakar wajah pria itu. Tega sekali dia menyekapnya layaknya tahanan seperti ini. Raina merapalkan sumpah serapah kepada Zevan agar pria itu mengalami kecelakaan atau apapun itu yang membuatnya tak bisa kembali pulang ke mansion selamanya.

Suara pintu terbuka tak mengundang atensi Raina untuk melihatnya. Gadis itu masih setia menelungkupkan kepalanya sambil duduk di atas ranjang. Seorang pelayan masuk dengan membawa sebuah nampan yang berisi makan siang untuk sang Nona.

Pelayan yang selisih umurnya tak jauh dari Raina, melirik kearah meja yang tak jauh dari pintu. Makanan yang dibawa oleh pelayan lain alias temannya saat tadi pagi sama sekali tak tersentuh oleh Nona mereka. Ia mengambil makanan yang berada di meja, dan menukar makanannya dengan yang baru.

Pelayan itu menghampiri Raina yang tak melihat kearahnya sama sekali. Raina yang menyadari jika pelayan muda itu menghampirinya, langsung mendongak dan menatapnya. Pelayan itu tersenyum kepada Raina sekaligus merasa prihatin dengan kondisinya yang sengaja dikurung di dalam kamar seperti ini oleh Tuan mereka.

Wajahnya yang sayu dengan kedua matanya yang sembab karena selalu menangis tak membuat paras cantik Raina memudar. Pelayan itu sangat mengagumi kecantikan Raina yang sangat berseri layaknya dewi. Apalagi dengan umurnya yang hanya terpaut dua tahun lebih muda dari Nona-nya.

"Maaf, Nona." Pelayan itu menunduk sopan kepada Raina yang menatapnya, "Ini sudah waktunya jam makan siang. Nona harus makan." Raina menggeleng dan melirik makanan yang baru di bawakan oleh pelayan di hadapannya yang berada di atas meja.

"Bawa saja keduanya keluar. Aku tak mau makan." Raina melirik kearah makanan di atas meja sekaligus makanan yang berada di tangan pelayan dengan tak minat, seolah-olah menyuruhnya untuk membawa kedua makanan itu keluar.

Pelayan itu hanya mengangguk, menghargai permintaan Nona-nya dan segera beranjak keluar. Ia hanya membawa senampan makanan yang masih utuh tadi pagi dan meninggalkan makanan yang baru ia bawa di kamar agar nanti Nona-nya bisa makan jika sudah merasa lapar.

Sesudah pelayan itu pergi keluar dan menutup pintu, Raina memposisikan badannya dari yang duduk menjadi terlentang di ranjang. Ia membalikkan badannya menghadap jendela sambil memeluk guling. Perasaan emosionalnya membuncah ketika melihat bagaimana kondisi di luaran sana.

S E L E C T E DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang