Jam 9 pagi.
Kepadatan masih mendominasi Jalan Merdeka pagi itu. Suara klakson dan hiruk pikuk orang-orang yang beraktivitas disekitarnya seakan menjadi pemandangan yang biasa. Tidak heran mengapa jalanan ini selalu macet sebab berdekatan dengan pasar yang menjadi pusat kegiatan orang-orang berdagang.
Seperti sebelum-sebelumnya, Joni tidak pernah beristirahat bahkan di hari libur pun dia masih sesekali menyambi sisa pekerjaannya. Pagi ini Joni tidak langsung pergi ke kantor melainkan pergi ke apartemen yang digadang-gadang pernah ditinggali oleh Rajendra. Joni tidak sendiri, dia bersama tiga personil lainnya yang selama beberapa hari belakangan ini selalu menempel padanya.
Informasi ini Joni dapatkan dari Tyas yang mengaku sering berkunjung ke apartemen tersebut sekadar untuk bermain atau belajar bareng bersama Rajendra.
Jarak apartemen dengan rumah Joni terbilang tidak jauh hanya membutuhkan kurang lebih 35 menit. Tapi karena jalanan yang macet, mereka tiba disana pada pukul 9.50 tepat saat orang-orang yang tinggal di apartemen tersebut pergi beraktivitas jadilah suasana di sekitarnya sangat sepi senyap.
Kesan pertama yang Joni lihat dari tempat ini adalah sebuah apartemen sederhana dan agak kumuh. Ada bagian dari hatinya yang tersentil saat mendapati fakta bahwa Rajendra pernah tinggal seorang diri di tempat seperti ini. Lagi-lagi Joni merasa gagal dalam bertanggungjawab atas hidup Rajendra pada mendiang sahabatnya, Jamal.
“Om!”
Joni tersadar dari lamunannya ketika Tyas menepuk lengannya.
“Ayo! Ngapain malah ngelamun disini.”
Joni menghela napas panjang bersamaan dengan kedua kakinya yang mengambil jangkah panjang mengikuti langkah kaki Tyas.
Tyas bener-bener bisa membuat Joni istighfar.
Di samping kanan dan kiri Joni adalah Haikal serta Raihan yang ikut masuk ke dalam bangunan apartemen tersebut. Tyas berada didepan sebagai pemandu jalan yang akan membawa mereka ke nomor kamar milik Rajendra.
Tyas membawa mereka menaiki lift menuju lantai 5 dan begitu pintu lift terbuka, langkahnya masih berlanjut hingga berhenti pada kamar nomor 127 yang terletak di paling ujung lorong.
Tyas sempat termenung selama beberapa saat sembari menatap kenop pintu usang dan agak berkarat di depannya. Pintu-pintu di apartemen ini masih menggunakan kunci manual dan Tyas memiliki kunci cadangannya karena dia memang sesering itu datang.
“Kamu sampai punya kunci cadangannya?” Joni bertanya dengan nada tidak percaya.
“Iya. Tapi Om Joni nggak perlu mikir yang aneh-aneh. Kita nggak pernah melebihi batas walau sering berduaan doang di apartemen,” balas Tyas seakan mengerti kemana arah pembicaraan Joni dan kekhawatiran laki-laki itu pada dugaannya sendiri.
Mungkin untuk sekarang Tyas belum tahu hubungan Joni dengan Rajendra. Terlebih Tyas juga belum paham sepenuhnya dengan situasi yang belakangan ini terjadi. Tetapi apapun itu Tyas merasa sangat yakin kalau Rajendra adalah orang yang berharga dalam hidup Joni. Jadi Tyas tidak ingin membuat Joni memandang buruk Rajendra.
“Setannya insecure duluan mau godain lo,” balas Raihan dengan entengnya.
Tyas membalas sinis ucapan Raihan melalui tatapannya.
Dibukanya pintu apartemen tersebut. Sambutan pertama yang mereka terima adalah hamburan debu yang menerpa wajah membuat mereka terbatuk-batuk. Tyas tidak tahu pasti sejak kapan kamar apartemen ini ditinggalkan oleh Rajendra. Yang jelas terakhir kali Tyas datang ke tempat ini adalah dua minggu sebelum masalah ini terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Police And Agent |Jhonny Suh
FanfictionKehilangan sahabat baiknya membuat Joni menaruh dendam kesumat terhadap Badrun, bandar narkoba yang selama bertahun-tahun dia incar. Namun siapa sangka jika agent rahasia yang Joni miliki adalah bocah bau kencur kemarin sore. Lantas dapatkah Joni...