Sudah tak terhitung berapa kali perawat mendatangi ruang rawat Joni hanya untuk memberi peringatan kepada mereka agar jangan terlalu berisik. Kalau sudah begini kalian pasti tahu oknum-oknum tersangkanya bukan? Mereka adalah Raihan, Haikal, dan Tyas. Joni bersedekap tangan sambil menatap galak ke arah tiga curut itu yang baru saja kena tegur oleh perawat karena suara mereka terdengar hingga ke luar ruangan. Ditatap galak oleh Joni membuat nyali mereka langsung menciut. Raihan, Haikal, dan Tyas saling sikut, menyalahkan satu sama lain.
Dan terjadi lagi...
Mereka kembali berselisih.
“Gara-gara lo nih.”
“Kok gue sih?”
“Suara lo ngalah-ngalahin toanya mamang sayur.”
“Enak aja. Ngaca! Suara lo juga kayak toa.”
“Raihan juga ngomel mulu daritadi udah kayak ibu tiri.”
“Kok jadi gue sih kampret?!”
“Siapa suruh lo daritadi ngomel bikin gue jengkel aja.”
“Heh! Lagian gue nggak akan ngomel kalau kelakuan kalian normal, ya?”
“Ettt! Sedep banget itu mulut ngatain gue nggak normal?”
Joni menundukkan kepalanya dengan kedua mata terpejam. Satu tangannya memijat bagian pelipis yang sekarang terasa nyut-nyutan. Mengambil satu tarikan napas, Joni segera melerai perselisihan itu sebelum ada perawat yang datang dan mungkin kali ini perawat itu akan membawa satpam untuk mengusir mereka.
“Udah!” seru Joni tegas yang mana menginterupsi tiga curut itu.
Ketiganya diam dan masih sikut-sikutan. Bibir mereka juga kelihatan mendumalkan sesuatu.
“Enough. Calm down. You guys have to stop,” lanjut Joni merendahkan suaranya namun sarat akan ketegasan.
Hanya Tyas yang mengangguk saat Joni mengatakan itu, berbanding terbalik dengan Raihan dan Haikal yang malah memasang wajah plongo.
Haikal mengangkat tangannya. “Interupsi, Ndan.”
“Kenapa?”
“Saya nggak ngerti bahasa inggris.”
Raihan ikut-ikutan mengangkat tangannya sambil menganggukkan kepala. “Iya, Ndan. Kalau bisa pakai bahasa ibu aja biar saya paham, Ndan.”
Perasaan marah Joni yang tadi meluap-luap mendadak lenyap setelah melihat wajah kebingungan Raihan dan Haikal. Sejurus kemudian Joni terkekeh mendengar protesan halus dari Raihan dan Haikal.
“Iya, udah intinya kita harus berangkat sekarang. Kalian udah siap, kids?”
“Siap, Daddy.”
“Siap, Komandan.”
Tyas mendengus lalu memukul pundak Raihan dan Haikal. “Jawabannya itu yang bener ‘siap, daddy’ gitu. Ulang lagi, Om.”
“Kalian siap untuk menjalankan misi malam ini, kids?”
Dengan mantap, lantang, dan kompak mereka menjawab sambil melakukan gerakan hormat.
“SIAP, DADDY!”
Bibir Joni menarik senyum tipis. Terselip rasa bahagia didalam hati Joni tatkala mereka memanggilnya dengan sebutan “Daddy”. Mungkin terdengar aneh dan menggelikan namun Joni tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau suatu saat nanti dia sangat mendambakan bisa dipanggil dengan sebutan itu oleh anaknya.
Joni mungkin adalah orang yang sangat mandiri, pekerja keras, dan seolah tidak membutuhkan pendamping. Padahal kenyataannya Joni tetaplah manusia biasa yang memiliki masa-masa rapuh dimana dia butuh sosok “rumah” untuk memberinya ketenangan. Rumah dalam artinya bukan sebuah bangunan melainkan rumah yang bisa mendengarkan keluh kesahnya, bisa memberikan pelukan saat Joni kesepian, dan rumah selalu memberinya senyuman paling menghangatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Police And Agent |Jhonny Suh
FanfictionKehilangan sahabat baiknya membuat Joni menaruh dendam kesumat terhadap Badrun, bandar narkoba yang selama bertahun-tahun dia incar. Namun siapa sangka jika agent rahasia yang Joni miliki adalah bocah bau kencur kemarin sore. Lantas dapatkah Joni...