bonus chapter

430 28 5
                                    

Tiga tahun lalu.

Suara monitor detak jantung memenuhi ruangan berdominasi warna putih. Bau obat-obatan yang khas menyeruak di setiap sudut ruangan.

Kedua mata itu perlahan terbuka. Iris matanya bergerak ke sekitar mencoba menerka tempat dimana dia berada sekarang. Atensinya teralih pada seorang perempuan yang tertidur di sampingnya. Bisa dia rasakan tangan perempuan itu menggenggam jemarinya erat, tersalur sensasi hangat yang menenangkan. Susah payah dia mencoba menggerakkan jemarinya hingga membuat perempuan itu terbangun dari tidurnya.

“Kamu udah sadar?” Perempuan itu berseru bahagia. Raut wajahnya berseri-seri.

Dia tidak menunjukkan reaksi apa-apa selain mengedipkan mata. Sungguh dia tidak mampu mengeluarkan suara apapun, tenggorokannya terlampau sakit begitu pun dengan sekujur badannya.

Gesit. Perempuan itu menekan bel yang berada didekat brankar hingga tidak lama seorang dokter datang untuk memeriksa keadaan dia.

Perempuan itu menunggu, perasaannya harap-harap cemas tentang informasi yang akan dikatakan dokter.

Dokter tersenyum. “Dia sudah melewati masa kritisnya. Tapi meski begitu dia harus tetap menjalani perawatan intensif selama beberapa minggu ke depan sampai kondisinya benar-benar stabil.”

“Terima kasih, Dokter.”

“Saya permisi.”

Ini berita bahagia. Perempuan itu merasa sangat senang karena akhirnya lelaki ini membuka kedua matanya. Sesuatu hal yang sangat perempuan itu nantikan sejak dulu. Sempat terlintas pikiran buruk bahwa lelaki ini tidak akan pernah membuka kedua matanya setelah dia tidak sadarkan diri selama kurang lebih tiga minggu di rumah sakit.

“Akhirnya kamu sadar juga. Aku khawatir banget sama kamu.”

Lelaki itu menatap si perempuan dengan tatapan bingung. Sungguh dia tidak tahu siapa perempuan ini. Wajahnya sangat asing. Namun melihat bagaimana raut wajah bahagia penuh ketulusan itu tercetak manis di wajah perempuan itu membuat dia berpikir bahwa mungkin saja perempuan itu adalah orang berharga dalam hidupnya.

“K-Kamu siapa?” Lelaki itu akhirnya mengeluarkan suara meski terbata dan lirih.

Perempuan itu tersenyum tipis. “Aku tunangan kamu. Rai... panggil aku dengan nama itu.”

Rai. Sungguh itu nama yang begitu asing.

Lelaki itu mengerutkan kening. Mendadak kepalanya diserang rasa nyeri tak tertahankan. Dia merasa ada banyak memori yang hilang dari ingatannya. Selain tidak tahu perihal perempuan yang mengaku bernama Rai ini, dia juga tidak tahu namanya sendiri dan latar belakang kehidupannya.

“N-Namaku? Aku siapa?”

“Ravindra.”

Wajah Rai berubah dalam hitungan detik. Suaranya bermakna penekanan. Rai meraih tangan lelaki itu, menggenggamnya erat dan terasa lebih erat dari sebelumnya.

“Nama kamu adalah Ravindra. Ravindra hanya milik Rai dan Rai hanya milik Ravindra. Rai yang sudah menyelamatkan Ravindra, jadi Ravindra nggak boleh meninggalkan Rai.”

Ravindra terpaku. Ucapan Rai memenuhi isi kepalanya bahkan sampai satu minggu ke depan. Hidup Ravindra hanya seputar Rai dan tidak boleh ada orang lain. Tidak ada orang lain yang Ravindra kenal dan ketahui kecuali Rai.

Ravindra selalu menghabiskan hari-hari membosankannya di rumah sakit bersama Rai, contohnya saja hari ini dimana mereka berjalan-jalan di area rumah sakit. Ini adalah kegiatan yang selalu mereka lakukan semenjak kondisi Ravindra perlahan membaik dan diperbolehkan melakukan aktivitas oleh dokter.

Police And Agent |Jhonny Suh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang