police and agent | 16 |

316 41 2
                                    

“Gimana keadaan kamu?”

Mendengar suara berat itu membuat Tyas menoleh ke belakang dan matanya membentuk lengkungan bulan sabit sama halnya dengan bibirnya yang mengukir senyum tatkala melihat sosok Joni yang berdiri dibelakangnya. Melangkah dengan susah payah, Tyas berlari menerjang badan kokoh Joni hingga tubuh kurusnya jatuh ke dalam pelukan Joni.

“Hati-hati dong. Ingat kamu itu baru sakit. Terus ini kenapa udah nongkrong aja di balkon? Haikal sama Raihan kemana?”

“Ihhh, Om Joni tanyanya satu-satu dong.”

Joni tertawa lalu dia membawa Tyas kembali ke ranjang, mendudukkan tubuh kurus cewek itu dan membenarkan letak infusnya. Joni menarik bangku, duduk di samping ranjang Tyas sembari meletakkan seplastik buah diatas nakas.

“Gimana? Kamu udah sehat belum?” tanya Joni sejurus kemudian.

Tyas mengangguk semangat. “Udah dong. Kemarin tuh baru apes aja aku, biasanya juga kalau ketabrak atau keserempet nggak pernah sampai masuk rumah sakit.”

“Dipikir kamu punya ilmu kebal apa? Dimana-mana orang kalau kecelakaan pasti bakal masuk rumah sakit.”

“Buktinya aku enggak tuh. Baru kali ini aja karena apes.”

“Terserah kamu deh, capek saya berdebat. Oh ya, ini Haikal sama Raihan kemana?”

“Aku suruh beli sarapan bubur ayam.”

Jujur Tyas sangat kesal dengan Joni karena semalam tidak datang menjenguknya. Bagian terburuknya Joni membiarkan Raihan dan Haikal yang menjaganya sepanjang waktu di rumah sakit. Tapi entah mengapa saat melihat Joni membuat perasaan marahnya menguap. Yang ada sekarang hanyalah perasaan rindu.

Tyas bersedekap tangan, matanya menatap nyalang Joni. “Om Joni semalem kemana? Kenapa nggak jenguk aku lagi kesini? Aku kangen tahu, Om. Aku nungguin Om Joni semaleman tahu sampe ketiduran.”

Joni tersenyum, mengusap kepala Tyas. “Maaf ya semalem saya sibuk banget di kantor jadi nggak sempat datang buat lihat kamu lagi.”

Seandainya Tyas tahu bahwa dibalik senyuman yang Joni perlihatkan tidaklah bermakna apa-apa. Setelah pertemuan tak terduganya dengan Tamara, Joni sangat terpukul dan memilih untuk menyendiri di rumah sampai dia tidak tidur hingga pagi hari sehingga membuat kantung matanya terlihat sangat jelas. Kalimat-kalimat menyakitkan yang dilontarkan Tamara terus berputar-putar di kepalanya membuat hatinya semakin sakit.

Pikiran Joni benar-benar kacau kemarin malam.

Tyas menelisik wajah Joni yang sarat akan sebuah kesedihan mendalam. Tyas pun bisa menebak kalau Joni sedang banyak masalah dan pikiran. Joni kelihatan pucat dan tidak bersemangat seperti biasanya.

“Om Joni kelihatan sedih. Ada banyak masalah di kantor, ya?”

“Masalah itu, kan emang bagian dari perjalanan hidup. Setiap orang pasti punya masalah mau sebahagia apapun hidupnya.”

“Kalau Om Joni udah bahagia belum sama hidup Om Joni?”

Joni terdiam untuk beberapa saat. Pikirannya menerawang jauh dan kembali mengingat-ingat berbagai macam kepahitan yang pernah terjadi dalam hidupnya; perceraian kedua orang tuanya, kematian Jamal, kepergian Rajendra, tak dianggap anak oleh Tamara, dan yang paling menyakitkan adalah kematian adik perempuannya tanpa sempat memberi Joni waktu untuk bertemu.

Apakah selama ini Joni sudah bahagia dengan hidupnya? Joni pun tidak tahu.

“Mungkin. Kalau kamu gimana?”

Hanya jawaban abu-abu yang bisa Joni sampaikan. Mungkin Joni sudah bahagia atau mungkin tidak sama sekali.

“Belum. Tadinya. Cuma sekarang aku merasa bahagia setelah ketemu Om Joni, Haikal, dan Raihan. Mungkin di mata Om Joni, aku cuma anak kecil yang nggak tahu apa-apa soal masalah orang dewasa. Tapi kalau Om Joni butuh seseorang buat mendengarkan cerita Om Joni, aku siap untuk itu karena aku tahu banget rasanya sendirian dan nggak punya siapa-siapa buat mendengarkan kita.”

Police And Agent |Jhonny Suh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang