“Sialan! Gini amat sih nasib gue.”
Tyas menggerutu sambil mendorong motornya disepanjang jalan kompleks. Bukan tanpa sebab Tyas mendorong motornya, Tyas hanya tidak ingin membangunkan Joni dan yang lain. Tyas tidak ingin Joni dan yang lain melihat wajahnya yang babak belur, sudah cukup hari ini Tyas diomeli oleh Bu Alen dan mendapat hukuman, jangan sampai Tyas diomeli juga oleh Joni.
Dengan sangat hati-hati Tyas mendorong motornya memasuki halaman, dia berusaha agar tidak menimbulkan suara sedikit pun. Sebelum masuk ke rumah, Tyas mengedarkan pandangan ke sekeliling dan dilihatnya seluruh lampu sudah mati menandakan Joni dan yang lain sudah tidur. Aman, begitulah yang ada dipikiran Tyas.
Tyas menggunakan maskter terlebih dulu sebagai bentuk pertahanan dasar lantas menarik napas berulang kali lalu mendorong pintu yang mengakses langsung ke ruang tamu utama. Tyas celingukan kemudian melangkahkan kakinya perlahan, mindik-mindik layaknya maling. Saat Tyas hendak naik ke lantai 2 menuju kamarnya secara bersamaan lampu di ruang tamu menyala membuat Tyas membeku ditempat.
“Bagus ya jam segini baru pulang.”
Suara berat itu sangat familiar di telinga Tyas membuat sekujur badannya merinding. Dengan agak ragu Tyas mengalihkan pandangannya ke ruang tamu dan detik itu juga dia menelan salivanya bulat-bulat saat mendapati Joni, Rajendra, Raihan, Haikal, dan Jenan sedang menatapnya intens.
Sumpah rasanya Tyas mau jadi umbi-umbian saja.
“Aku, kan udah bilang sama Om Joni kalau aku kerja kelompok sama Yuna.”
Raihan berdecih. “Kerja kelompok apaan sampai malam begini? Terus kok tadi kita nggak denger suara motornya sih?”
“Udah pasti ini, Ndan. Tyas sengaja nggak mau kita tahu kalau dia udah balik. Ini pasti ada udang dibalik bakwan,” imbuh Haikal mengompori suasana.
Tyas mendelik. Sungguh Tyas ingin sekali merajang mulut kompor Raihan dan Haikal.
“Sini!”
Bagai diperintahkan majikan, Tyas menghampiri Joni yang raut wajahnya terlihat seperti ingin menerkam Tyas. Dengan pasrah Tyas duduk dihadapan Joni sambil menunduk dalam. Sebisa mungkin Tyas menutupi luka di wajahnya dengan rambut.
“Kenapa pakai masker?” tanya Joni dengan tatapan yang tajam.
“Nggak apa-apa. Ini gejala batuk sama pilek. Takut nular ke yang lain,” jawab Tyas yang masih menundukkan kepalanya.
Haikal langsung nyamber. “Rabies itu, Ndan. Harus dibawa ke dokter hewan secepatnya.”
Tyas menatap Haikal tajam. Api kemarahannya sudah mencapai di ubun-ubun. Pengen banget gue sambit ini bocah setan, batinnya mencoba bersabar.
“Coba lepas maskernya. Kalau emang kamu sakit besok kita periksa ke dokter,” ucap Joni dengan nada tenang.
Raihan memasang wajah jahat dan tertawa jahil. “Mampus lo dibawa ke dokter hewan beneran. Siap-siap disuntik pakai suntikan sapi.”
“DIEM, SETAN!” amuk Tyas yang kepalanya mulai berasap karena kesal.
Joni menghela napas panjang. Joni lelah menghadapi pertengkaran tiga bocah ini. Sedangkan Rajendra dan Jenan hanya melihat saja tanpa berkomentar apapun.
“Saya nggak akan marah,” ujar Joni kemudian.
Tyas bergeming dan tetap mempertahankan maskernya. “Janji dulu.”
Joni menghela napas. “Saya janji nggak akan marah.”
“Kalau Om Joni melanggar?”
“Kamu boleh pukul saya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Police And Agent |Jhonny Suh
FanfictionKehilangan sahabat baiknya membuat Joni menaruh dendam kesumat terhadap Badrun, bandar narkoba yang selama bertahun-tahun dia incar. Namun siapa sangka jika agent rahasia yang Joni miliki adalah bocah bau kencur kemarin sore. Lantas dapatkah Joni...