police and agent | 27 |

268 33 5
                                    

Pagi itu kediaman Joni jauh dari kata tenang sebab mereka sedang mempersiapkan diri untuk pergi ke Bandung sesuai dengan rencana mereka sebelumnya. Joni berada diruang tamu dan sedang menyiapkan pistolnya yang sangat dibutuhkan dalam situasi seperti ini. Lalu pembicarannya dengan sang atasan kemarin kembali menganggu pikirannya.

“Izin, Komandan. Hari jumat besok saya akan pergi ke Bandung untuk menangkap Badrun.”

DUAK!

Sebuah tendangan melayang di tulang kering Joni.

BUGH!

Tak hanya itu. Rahang Joni juga dihantam kepalan tangan sang komandan.

“Udah gila kamu, hah? Berapa kali saya bilang untuk berhenti mengurusi bandar narkoba nggak waras itu. Ada banyak kasus yang lebih penting dari Badrun. Seharusnya kamu fokus dengan pekerjaan kamu dan berhenti membuang-buang waktu.”

Joni tetap bergeming.

“Jernihkan pikiran kamu dan kembali bekerja. Hentikan ambisi kamu untuk menangkap Badrun. Lagipula semua itu nggak akan mengembalikan Jamal.”

Joni tersenyum remeh. “Komandan memang benar. Hal yang saya lakukan ini tidak akan pernah mengembalikan Jamal. Saya memiliki ambisi menangkap Badrun untuk sebuah keadilan. Tidak seperti Komandan yang malah berambisi untuk menghabisi Jamal dan bekerja sama dengan Badrun.”

“Brengsek! Maksud kamu apa?”

“Saya tahu Badrun mendapatkan alamat rumah Jamal dari Komandan. Termasuk suplai senjata untuk menghabisi Jamal.”

Joni semakin tersenyum lebar tatkala kedua krah seragamnya dicengkeram kuat oleh sang komandan yang tersulut emosi.

“Berani-beraninya kamu. Saya bisa pastikan jabatan kamu nggak akan aman.”

“Seharusnya Komandan mengatakan itu untuk diri Komandan sendiri.”

Komandan itu tertawa meremehkan, tapi Joni tak gentar sama sekali. “Cerdas juga kamu, Joni. Seharusnya waktu itu kamu ikut mati bersama Jamal. Saya telat menyadari kalau kamu juga akan jadi ancaman terbesar saya. Tapi nggak masalah, saya yakin sebelum kamu buka mulut tentang keburukan saya, kamu akan lebih dulu menemui ajalmu.”

“Seharusnya anda menyimpan tenaga untuk bersaksi didepan meja hijau nanti. Saya akan pastikan itu terjadi.”

Sebuah tepukan pelan di lengannya membuat Joni kembali tersadar. Joni menoleh dan mendapati Haikal sedang menatapnya.

“Kesurupan, Ndan?”

Joni sekonyong-konyong merauk mulut Haikal. “Sembarangan banget bocil kalau ngomong.”

“Terus kenapa dari tadi diem aja?”

“Baru mikirin strategilah. Kita ini mau tempur sama bandar narkoba dan antek-anteknya, jadi persiapan strateginya harus lancar.”

Sekarang giliran Joni yang melihat Haikal terdiam sambil menunduk. Aneh banget dah ini bocah, pikir Joni.

“Ndan, tolong janji satu hal sama saya kalau Komandan akan pulang dengan selamat.”

Joni tertegun saat melihat sorot mata Haikal yang redup, tidak seceria biasanya. “Haikal...”

“Janji ya, Ndan. Saya nggak bisa kalau harus kehilangan Komandan. Saya udah anggap Komandan seperti abang saya sendiri.”

Joni tersenyum lalu mengulurkan jari kelingkingnya. “Bukan hanya saya, tapi kamu juga harus pulang dengan selamat. Kita akan pulang bareng-bareng.”

Police And Agent |Jhonny Suh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang