police and agent | 18 |

300 37 3
                                    

“Atuy udah nggak ada, Ndan.”

Kalimat tersebut terus terngiang dalam kepala Joni membuat rasa bersalahnya bertambah berkali-kali lipat. Bagai di sambar petir saat Joni mendengar kabar tersebut dari Lukas. Joni pikir itu hanyalah bagian dari mimpi buruknya dan dia yakin saat terbangun nanti dia masih bisa melihat Atuy. Namun satu hari, dua hari, tiga hari berlalu semuanya sama dan tidak ada yang berubah.

Atuy benar-benar pergi meninggalkannya.

Joni frustasi. Untuk yang kedua kalinya Joni kehilangan sahabat sekaligus rekan baiknya. Memori kelam masa lalu tentang kematian Jamal belum sepenuhnya pupus, tapi sekarang Joni harus kembali menelan kepahitan atas kematian Atuy akibat kecelakaan maut yang mereka alami tempo hari.

“SIALAN!”

Joni memberang penuh amarah, dia memukuli kepalanya berkali-kali dengan mata yang mulai berkaca-kaca sambil mengacak-acak barang yang ada disekitar bahkan dia juga mencabut selang infus yang menempel di punggung tangannya menyebabkan darah segar merembes keluar dari luka tusukan infus tersebut. Tapi Joni seolah tidak peduli akan hal tersebut dan terus memaki dirinya sendiri.

“ANJING! NGGAK BERGUNA LO, JONI. LAGI-LAGI LO GAGAL! LO GAGAL!”

“ATUY MENINGGAL KARENA LO. TOLOL!”

Kinan yang baru saja masuk ke ruang rawat Joni dibuat terbelalak dengan sikap Joni yang sudah diluar kendali. Kinan mencoba menenangkan Joni.

“Komandan!” teriak Kinan langsung berlari menghampiri Joni.

“Komandan jangan kayak gini. Komandan masih dalam masa pemulihan,” imbuh Kinan tapi tak di gubris oleh Joni yang terus menyakiti dirinya sendiri.

Kinan menahan pergelangan tangan Joni yang terus memukuli kepalanya hingga menyebabkan lecet di beberapa bagian. Kinan bahkan ngilu melihat darah segar masih terus keluar dari luka tusukan infus yang sengaja ditarik oleh Joni.

Kinan mulai menangis. “Komandan, saya mohon jangan kayak gini, jangan sakiti diri sendiri.”

“BODOH! BODOH! BODOH! ATUY MENINGGAL KARENA SAYA, KINAN. ATUY MENINGGAL KARENA SAYA.”

“Enggak, Ndan. Ini semua udah takdir. Kematian Atuy bukan salah siapa-siapa.” 

Tidak ingin semua ini berlarut-larut, Kinan menekan bel darurat yang ada didekat ranjang. Selagi menunggu dokter dan perawat datang, Kinan masih mencoba menahan Joni walau tenaga laki-laki itu terlampau kuat meski kondisi belum sehat.

Tidak lama dokter dan perawat datang, mereka segera membantu menenangkan Joni. Dokter itu pun menyuntikkan obat penenang karena ini hanya cara satu-satunya membuat Joni tenang.

“Ndan, saya mohon jangan kayak gini,” ujar Kinan menangis sambil memeluk erat Joni yang perlahan mulai tenang meski dadanya masih naik turun.

Kedua mata Joni yang merah menatap nanar ke depan. Dalam pelukan Kinan, Joni kembali meneteskan air mata.

“Tolong jangan sakiti diri sendiri kayak gini, Ndan. Kematian Atuy bukan salah siapa-siapa. Atuy pasti masih sedih lihat Komandan kayak gini.”

Pergerakan Joni mulai melemah karena perlahan obat penenang tersebut mulai bereaksi. Perawat itu pun membantu Kinan membaringkan Joni dan merapikan sprei serta selimut yang acak-acakan.

“Langsung kamu pasang lagi ya infusnya,” perintah Dokter itu pada perawat.

“Baik, Dok.” Perawat itu segera mempersiapkan peralatan untuk memasang infus.

Dokter itu menatap Kinan. “Untuk saat ini saya sarankan pasien jangan dibiarkan sendiri dan harus ada yang menemani. Kalau kondisi pasien terus seperti ini bisa sangat mengkhawatirkan.”

Police And Agent |Jhonny Suh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang