Tiga tahun kemudian.
Hujan deras kembali jatuh membasahi Kota Bandung. Satu bulan belakangan ini curah hujan memang tinggi mengharuskan orang-orang membawa jas hujan dan payung. Intensitas angin yang juga tergolong tinggi membuat orang-orang di himbau untuk mengurangi aktivitas diluar rumah sebab sudah ada tiga kasus pohon tumbang di tengah jalan.
Tyas memandang keluar jendela. Senyumnya merekah. Pipinya mendadak bersemu merah. Jemarinya meraba bibir. Penggalan memori di masa lalu kembali datang. Tyas tidak akan pernah kalau ciuman pertamanya telah dicuri oleh Rajendra tepat saat hujan turun.
Sekarang setiap kali hujan turun, ingatan Tyas melayang pada Rajendra. Semua memori kelam yang membuatnya trauma dengan hujan di masa lalu telah menghilang, terpendam jauh didalam memori yang tak akan pernah dia ingat lagi.
"Yas!"
Tyas terperenjat saat lengannya digoyangkan oleh seseorang.
"Kenapa?"
Rania, perempuan berwajah tirus itu menatap Tyas penuh keheranan. "Lo yang kenapa? Gue perhatikan dari tadi senyum-senyum sendiri. Sehat lo?"
"Sehat." Tyas tersenyum tipis seraya membereskan barang-barangnya.
Rania bertanya sedetik setelah Tyas mencangklongkan tasnya. "Langsung balik lo? Ini nggak mau nongkrong dulu?"
"Gue ada urusan. Kapan-kapan aja nongkrongnya," jawab Tyas sambil berjalan keluar dari kelas.
Rania berlari menyusul Tyas kemudian melingkarkan tangannya di lengan kurus Tyas. Tyas menatap Rania penuh selidik. Jika Rania bersikap seperti ini pasti ada udang dibalik bakwan alias ada maunya. Berteman sejak masa ospek membuat Tyas khatam dengan sifat Rania.
"Yas, kita belajar bareng di rumah lo yuk," ajak Rania dengan suara yang dibuat-buat imut.
Tyas bergidik. "Ngapain? Mending belajar diluar."
"Ihhh, belajar diluar tuh boros, Yas. Mending di rumah lo, kan. Lo nggak perlu repot-repot ke kafe biar gue samperin ke rumah."
"Hmm, lo pasti punya niat terselubung, kan?"
Rania menggeleng. Wajahnya memerah. "Eh, enggak. Niat gue emang pengen belajar bareng. Ya, sekalian silaturahmi sama orang tua lo dan saudara-saudara lo."
Tyas menoyor kening Rania. "Tuh, kan. Lo datang ke rumah gue cuma mau modus. Ogah."
"Ayolah, Yas. Gue naksir sama Abang lo yang pertama, Bang Mahen. Please comblangin gue sama dia dong. Gue akan jadi kakak ipar yang baik."
"Ogah gue punya kakak ipar kayak lo." Tyas melepas tangan Rania dari lengannya dan berjalan meninggalkannya.
Rania mempoutkan bibir. "Tyas! Tolong restuin gue sama Bang Mahen."
Tyas tidak menggubris teriakan Rania dan mempercepat langkahnya. Sebenarnya sejak awal Tyas sudah bisa mencium gelagat aneh dari Rania saat bertemu Mahendra. Apalagi tatapan mata Rania menjelaskan semuanya. Sejak bertemu Mahendra, Rania jadi ngebet pengen ke rumah Tyas lagi dan lagi dengan mengarang berbagai alasan.
Dibawah derasnya hujan sore itu, Tyas memacu mobilnya menuju Rumah Sakit Citra Medika. Tyas menyalip satu per satu kendaraan dengan sangat lihai. Jika dulu Tyas mahir mengendarai sepeda motor, sekarang kemampuannya sudah naik level dimana dia bisa mengendarai mobil. Ya, walaupun mobil milik Dirga harus masuk bengkel dua kali karena dibuat ringsek oleh Tyas.
Membutuhkan waktu kurang lebih lima belas menit dari kampus ke rumah sakit. Beruntung jalanan tidak macet. Tyas memarkir mobilnya di basemen dan bergegas pergi ke ruang terapi yang terletak di lantai lima menggunakan lift.
KAMU SEDANG MEMBACA
Police And Agent |Jhonny Suh
FanfictionKehilangan sahabat baiknya membuat Joni menaruh dendam kesumat terhadap Badrun, bandar narkoba yang selama bertahun-tahun dia incar. Namun siapa sangka jika agent rahasia yang Joni miliki adalah bocah bau kencur kemarin sore. Lantas dapatkah Joni...