5. Babak Belur

26 4 5
                                    

"Will you be my girl friend?"

Keknya dia baper. Buktinya, dia masih nggak bergerak samsek. Sudut bibir gue terangkat sebelah. Ekekekek .... Gak ada yang bisa menolak pesona seorang Mada. Gue kan punya tampang yang hasemeleh-hasemeleh ehem-ehem trulala. Dia pasti terpesona liat wajah ganteng gue.

Gilian gue yang tertegun liat dia. Lo tau apa yang gue liat? Dia senyum! DIA SENYUM LOH KE GUE! Rasanya gue pengen teriak sekarang juga. Ternyata senyum dia lebih manis dari yang gue kira. Mimpi apa gue semalem? Apa mungkin sekarang lagi mimpi? Tapi pas gue nyentuh tangan dia rasanya nyata.

Cewek tembok, lo bikin jantung gue gak aman. Udah cenat-cenut gak jelas ini. Gue semakin melebarkan bibir sampe ke pipi saking senengnya. Tapi gue liat-liat lagi senyumnya makin lama makin aneh. Terus kayak ada yang ngeganjel gitu, apa kira-kira? Perasaan gue juga mulai gak enak. Yaudahlah bodo amat yang penting gue seneng. Mak, Mada berhasil nge ...

BUGH

BUGH

JEDAK

PLAKKK

PLAKKK

BUGH

BRAKK

Dia hajar gue sampe terjungkal.

"MADAAA!!!" teriak temen-temen gue serentak.

"Jangan main-main sama gue," ancamnya penuh penekanan. Dia ninggalin gue setelahnya. Samar-samar gue liat temen-temen menghampiri dan ngangkat badan gue. Setelah itu, gue gak tau apa yang terjadi.

****
Mata gue terbuka. Gue mengerjap berusaha menyesuaikan dengan cahaya sekitar. Gue menelisik setiap sudut ruangan yang gue tempati sekarang. Satu kata yang terlintas; UKS. Tibalah mata gue berhenti saat menangkap dua orang yang sedang duduk di sofa UKS. Mereka si duo A; Atang dan Asep.

"Si Mada masa sama cewek aja kalah. Modal tampang doang. Hahahaha ..." gelak Atang terlihat puas. Jadi selama pingsan, mereka gibahin gue? Mereka belum sadar kalo gue udah melek.

Asep menimpali, "Mana kesian lagi, lo liat gak gimana ekspresinya tadi? Kesiksa gitu, persis kayak aki-aki belum makan seminggu. Bwahahahaha ..."

Astaghfirullah! Masa gue disamain kayak kakek-kakek. Ini makhluk berdua minta gue hajar apa, ngeselin banget. Telinga gue kebakar euy dengernya.

"Ehem." Gue berdehem membuat mereka mengalihkan perhatiannya ke gue. Mereka cengengesan berjamaah lalu berdiri dan menghampiri. Kebetulan di sana ada satu kursi nganggur, jadi Asep narik kursi itu buat di dudukin di sebelah ranjang UKS yang gue pake. Sementara Atang tetap berdiri.

"Lo udah sadar, Mad?" tanya Asep disertai tawa yang tertahan.

"Nggak, gue udah mati!!" sewot gue yang masih kesal, mendelik sinis ke mereka.

Asep mengangkat tangannya berdoa. Ia mulai mendramatis, "Ya Allah kabulkanlah do'a Mada. Hamba ikhlas, ya Allah. Aamiin." Di kalimat terakhir, Asep mengusap wajahnya. Atang terkekeh puas.

Spontan tangan gue melayang hendak memukul Asep. Tapi sebelum itu terjadi, tubuh gue merasakan sakit akibat pukulan tadi, jadi gue ngurungin niat dan malah gue sendiri yang meringis kesakitan. Liat aja nanti, tunggu pembalasan gue kalau udah sembuh. Mereka malah ketawa liat gue kesiksa gini. Sakit, Mak.

"Sialan lo." Pada akhirnya gue diem gak bisa ngapa-ngapain.

Jangan tanyakan kondisi gue sekarang. Jauh dari kata baik-baik aja. Gue yakin, muka ganteng gue ternodai akibat pukulannya. Dia nampar, nonjok, dan nendang gue gak main-main. Ternyata dia senyeremin itu. Di sisi lain, cewek itu mengingatkan gue sama seseorang.

PSYCHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang