7. Iseng

22 6 3
                                    

Sesuai jadwal, aku harus kasih asupan. Sebelum baca alangkah baiknya klik vote dulu. Btw, kalian baca ini pas kapan?
Happy reading❤️
***

Bel masuk masih lama bunyi. Gue dan temen-temen menunggunya dengan ngobrol-ngobrol membahas apapun di gazebo depan gedung kelas.

"Mangkanya, Ko, tobat deh lo jadi playboy," ledek gue. Pembahasan kami sekarang membicarakan Riko yang ketahuan selingkuh. Kedua pipinya ada bekas tamparan akibat perbuatannya.

"Kena batunya 'kan lo." Atang tertawa mengejek. Ditambah ketawa Asep yang nular membuat siapapun yang mendengarnya ikut ketawa juga. Pengecualian buat Nino yang cuma mesem-mesem doang. Herman gue sama dia.

"Gue cuman lagi pilih-pilih aja mana yang tepat buat gue." Riko mengelak.

Saat lagi asyik-asyiknya, tak sengaja gue melihat penampakan seorang cewek yang belakangan sering gue gangguin. Siapa lagi kalau bukan teman sebangku gue.

"Woy, cewek. Kiw-kiw." Gue menggodanya begitu dia lewat. Gue beranjak dari tempat duduk, menghampirinya, dan turut melangkah bersamanya.

"Burung gagak burung merpati, hai Nona cantik godai aku dong."

Wait, kok pantun gue kagak nyambung ya? Bodo amatlah, yang penting gue udah berusaha semaksimal mungkin.

Dia gak gubris. Seringaian muncul ketika otak gue nyala, sebuah sinyal untuk dapat memunculkan rasa kesalnya ke permukaan. Tangan jail gue bergerak noel telinganya bergantian beberapa kali. Dia berdecak dan berhenti. Kepalanya tertoleh, mandang gue jengkel.

"Bisa berhenti?"

Ge menggeleng dengan semangat. "Gak bisa. Udah gue bilang, gue bakal ngusik ketenangan lo."

Dia mendelik sinis, lantas melanjutkan kembali langkahnya yang tertunda. Gak semudah itu lo bisa pergi dari gue. Kalau tadi jari-jari gue noel telinganya, bergantian kini tangan gue merangkul lehernya. Di koridor cukup banyak siswa yang lalu lalang atau duduk-duduk di luar sambil ngobrol. Membuat dia malu adalah salah satu pilihan yang tepat dengan kondisi yang mendukung. Berdeda dengan dia dari tadi yang berusaha melepas cengkraman gue. Gak semudah itu. Ekekekek.

"Woy, pacar gue nih," ungkap gue dengan bangganya. Seketika kami jadi pusat perhatian orang-orang yang kami lewatin.

Tipe-tipe introvert kek gini biasanya gak pernah mau jadi pusat perhatian. Setau gue sih mereka bakal kesiksa kalau hal itu terjadi. Kali-kali dia jarus menonjolkan dirinya yekan? Biar terkenal gitu. Kurang baik apa coba gue. Harusnya dia berterimakasih karena ikut tenar karena gue.

"Lepasin gue, sialan!" pintanya pelan. Gue mah masa bodo.

Gue menghentikan salah satu siswi yang papasan sama gue.

"Kenalin, ini cewek gue."

"Terus?"

"Ya gak papa ngasih tau aja."

"Sinting!" Dia mendelik dan pergi dari hadapan gue.

Bukannya kesel gue malah ketawa. Di sisi lain, cewek yang gue rangkul berusaha melepaskan diri. Syukurin! Gue kasih ketiak membahana gue. Tapi tenang, gue selalu rutin pake pewangi, jadi amanlah. Jarang-jarang gue ngasih ketiak apalagi sama cewek. Harusnya dia bersyukur bisa nyium ketek orang ganteng macam gue.

Hal yang udah gue duga, dia nyikut perut gue lumayan keras, lantas buru-buru menghindar. Apa dia merasa tertekan? Bagus dong, kan itu emang tujuan gue. Buat pembalasan. Tenang, dendam gue gak bahaya-bahaya bangetlah. Dengan membuatnya merasa terganggu, itu udah cukup bagi gue.

PSYCHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang