Pskikopat II

12 2 4
                                    

Mada merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah pisau mengkilap. Ketajamannya tak perlu diragukan lagi. Di benda berbahan logam itu, terdapat cairan merah pekat yang mirip seperti ... darah.

"Apa-apaan itu?!" Feri bereaksi pertama kali.

Vino maju selangkah. “Berani lu sama kakak kelas, hah!”

Sementara Dion, menanggapi dengan senyum miring. "Halah, itu cuma gertakan doang. Percaya sama gue. Lo liat aja gimana tadi dia dibanting."

Mada enggan bersuara. Ia hanya berjalan perlahan ke arah mereka yang beringsut mundur. Mada mengeluarkan aura itu. Ya, aura seorang psikopat. Di balik netra legamnya, ada gejolak bak harimau yang hendak menerkam mangsanya.

Tak ada ekspresi apapun di wajah lelaki berkupluk itu. Bagaimana bisa rasa takut tidak mampir untuk singgah dalam diri mereka masing-masing? Pertanyaan konyol! Bahkan rasa takut itu sudah mencengkram keberanian mereka. Terciptalah getaran hebat di beberapa titik tubuh ketiga lelaki itu. Di jantung, kaki, tangan.

Atas dorongan hasrat, mereka bertiga bergerak memutar hendak berlari meninggalkan bahaya ini. Sayang, pergerakan itu terlebih dahulu tercium oleh Mada. Dengan segera, ia menarik kerah belakang seragam Vino–lelaki yang tepat ada di hadapannya–mau tak mau membuat Feri dan Dion membatalkan niat mereka. Mada membalikkan tubuh Vino secara paksa. Kerah depanlah yang ia cengkram saat ini. Sebelah tangan lainnya memegang pisau.

Lelaki berkupluk dengan tulisan MJ di depan itu, menyuguhkan kepada mereka seringai paling menyeramkan yang pernah ia perlihatkan.

"Lo tau ini apa?" Suara beratnya menyapu telinga Vino. Meskipun begitu, kedua temannya masih bisa mendengar dengan jelas. "Darah kucing. Gue barusan bunuh kucing." Mada mendekatkan pisau itu ke hidungnya dan menghirup dalam-dalam aroma yang menguar dari cairan merah pekat itu. Aroma itu merasuk ke pikiran dan menggerakkan kedua matanya untuk tertutup. Wangi, candu, dan menyegarkan. Begitulah teriakan hasratnya.

Tak lama. Lidahnya lalu memunculkan diri dari gua bibirnya. Menjulur dan bergerak ke atas bawah beberapa kali di atas pisau. Menjilat si merah hampir tanpa sisa. Matanya terpejam lagi menikmati sentuhan darah itu dengan lidah, lalu masuk ke tenggorokan. Ketiga manusia di depannya, serentak melebarkan mata. Terkejut dan takut, menyatu menciptakan racikan kegelisahan.

"Manis. Padahal baru darah kucing.” Ia memusatkan matanya ke arah Vino yang sedikit lebih pendek darinya. “Kalau darah manusia kira-kira gimana rasanya?" Perkataan lelaki berkupluk itu membuat Vino dikerubuni rasa takut luar biasa.

"Enaknya yang mana dulu nih. Mata, organ perut, otak, atau ..." Mada menyeringai seram. "Jantung?"

"Anjir, psikopat," bisik Feri kepada Dion. Mereka berada di belakang Vino. 

"Kita harus kabur dari sini." 

Kedua lelaki itu berjalan mundur perlahan.

"Mau kemana kalian?" Baru dua langkah, kaki mereka otomatis terhenti sebab interupsi itu. Dengan tatapan tajamnya, Mada melihat mereka bergantian. "Selangkah lagi kalian mundur, temen kalian ini bakal gue habisi sekarang juga."

Jika kalian berpikir kedua lelaki itu akan menurut, tentunya itu suatu pemikiran yang keliru. Nyatanya mereka tetap melanjutkan aksinya dan hendak kabur meninggalkan Vino yang tengah bergetar ketakutan. Hal itu membuat Mada berdecih. Sayangnya, kemunculan dua lelaki dari balik tembok membuat rencana Feri dan Dion gagal.

"Eits, Mau kemana kalian?" Liam menghadang Feri.

"Gak bisa kabur lo!" Atang berdiri tepat di depan Dino.

Kedua lelaki itu menyergap dan mengunci pergerakan orang yang masing-masing ada di hadapan mereka.

"Masih mau diem?" ucap Mada akhirnya seusai mengamati teman-temannya.

PSYCHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang