Ini bukan tentang seberapa banyak teman yang aku miliki, tapi ini adalah tentang kepercayaan dan kenyamanan. Sampai sekarang belum ada orang yang memberi dua hal ini padaku
~Riri SyafiraSelalu sendiri, bukan berarti kesepian. Orang yang memilih menjadikan kesendirian sebagai kesukaan, karena makna kesendirian baginya adalah kedamaian.
~PsycheDia terlalu spesial untuk aku lupakan
~Mada Ailean Joana
***"Mamih! Mamih, liat kupluk aku nggak?" tanya gue ke Mamih yang lagi masak.
"Yang mana?" Nyokap gue menghentikan sejenak aktivitasnya, berbalik menghadap gue.
"Yang biasa aku pake."
"Nggak tau. Kemaren kamu nyimpennya dimana?"
"Aku lupa, Mih. Terakhir kali aku nyimpennya di sofa tapi gak ada. Bi Inah kemana? Siapa tau dia yang nyimpen."
"Bibi lagi ke pasar. Coba tanyain si Teteh."
Gue pergi ninggalin Mamih dan brangcut menuju kamar Kak Mari. Gue mengetuk pintu kamarnya pelan, berusaha tenang walaupun hati gue resah.
"Kak."
Dia gak kunjung bukain pintu. Gue mengetuk pintu itu brutal.
"Kaaak! Kakaaak!" teriak gue tak sabar.
Pintu terbuka. Kak Mari natap gue kesal. Handuk masih bertengger di kepalanya.
Ia berdecak sebal. "Apaan, sih! Kayak orang kesetanan."
"Lo liat kupluk gue nggak?"
"Perkara kupluk doang sampe segitunya. Kupluk yang mana?"
"Yang biasa gue pake."
"Kagak liat gue. Mangkannya jangan jorok jadi orang. Lagian elu 'kan punya banyak koleksi, kan bisa pake yang lain dulu."
"Kagak mau. Gue maunya yang itu."
"Kayak kupluk lo ada berliannya aja."
"Justru kupluk itu lebih berharga dari berlian. Lo gak tau seberapa berharganya kupluk itu buat gue." Karena kupluk itu pemberian orang yang gue cintai.
Setelah mengatakan itu, gue berbalik meninggalkannya.
Gue berjalan dengan gontai menuju kamar. Pagi-pagi mood gue buruk. Seingat gue kemarin, itu kupluk gue simpen di sofa tapi kenapa gak ada? Tapi gue gak yakin sih. Argh! Jadi males ngapa-ngapain.
Kenapa pake ilang segala sih?!
Gue mengacak rambut frustasi. Mata gue tak sengaja menangkap bingkai foto yang ada di nakas. Tangan gue terulur untuk meraihnya. Di balik bingkai itu ada foto gue bersama dengan seseorang yang gue rindukan selama ini.
"Dumple, kupluk kesayangan gue hilang. Gue harus gimana dong?" Gue berbicara seakan orang yang ada di dalam gambar itu hidup. "Gue gak rela kalo kupluk itu beneran hilang, karena di dalamnya ada kisah tentang lo, tentang kita."
Tiba-tiba gue teringat sesuatu. Bayangan kejadian kemarin berputar di kepala gue, saat dimana gue disuruh ke alfa sama Kakak gue. "Kemaren kan gue pergi ke Alfamart terus gue duduk bentar di luar sambil makan es krim. Terus gue buka kupluk dikipas-kipasin ke muka gue ... setelah itu kupluk itu gue simpen di meja. Pas es krim udah habis, gue buang ke tong sampah. Kupluknya ...," gue terdiam berharap menemukan titik terang. Kayaknya bukan di sofa, deh, gue nyimpen itu. Kupluknya...
"Astaghfirullah!" Gue menepuk jidat spontan. "Gue langsung pergi tanpa ngambil kupluk itu di meja! Fiks, sih, pasti ketinggalan di sana. Waduh, gue harus cepet-cepet sebelum kupluk itu diambil orang. Semoga masih ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHE
Teen Fiction[FOLLOW AUTHOR DULU, YA.] "Semua pemberian lo itu bikin gue jijik, jadi gak usah ngasih-ngasih lagi! Jijik ya? Kapan sih dia bisa lihat gue sebagai manusia, bukan lagi bakteri? *** "Asal lo tau, lo itu sampah, cocoknya dibuang!" Lagi-lagi dia pergi...