13. Jail

20 3 10
                                    

Saat aku menatap matamu, tak ada apapun di sana. Anehnya, mampu membuat jantungku menggila. Aish, kamu ini pake pelet apa gimana, sih?
-Mada

*****

"Gila, sih, kemarin lo keterlaluan banget bikin dia diusir dari kelas." Nino geleng-geleng tak habis pikir setelah mendengar cerita gue. Gue merasa dia lebih cerewet kalau sama gue.

Saat ini kondisi kelas belum terlalu ramai karena sekarang tergolong masih pagi. Temen gue yang lain pun belum pada dateng.

"Salah dia sendiri gak bisa nahan emosi."

Nino menjitak kepala gue. "Gimana orang gak emosi, lo tojos-tojos pinggangnya terus-terusan. Gue aja di posisi dia pasti kesel banget. Apalagi kalau lagi serius dengerin guru."

"Habisnya dia susah banget, cuy, gue baperin. Yaudah gue bikin ulah aja sama dia."

"Tujuan lo apa?"

"Karena gue gabut."

Sekali lagi, tangannya menggeplak kepala gue. "Jangan manfaatin kegantengan lo buat permainin cewek."

"Heh, anying, tangan lo geplak-geplak gue mulu. Lo pikir gue samsak!" Gue gak terima kepala gue jadi sasaran terus-terusan, balas mukul dia. "Rasain lo!"

"Lo lebih sakit, bego."

"Bodo amat!"

Nino menghela napas jengah. "Habisnya tingkah lo bikin gue pengen buntel-buntelin lo terus gue kentutin sampe lo asma," gemasnya.

"Gue balas kentutin lo. Kentut gue lebih bau asal lo tau. Lagian cuma sama dia doang kok, gak semua cewek."

"Gue saranin jangan bikin masalah sama dia. Lo murid baru, jadi belum tau apa-apa."

"Intinya prinsip hidup gue sekarang berubah kalau gue gak berhasil bikin dia baper, gue bakal bikin hidupnya gak tenang. Gimana, bagus kan?"

"Bagus pala lu peang! Awas nanti lo terjebak perangkap lo sendiri."

Gue mengangkat bahu acuh dan memilih keluar kelas. Lebih tepatnya sih gue gak mau dengerin ceramahnya Nino. Lagian gak ada yang bisa geser posisi dia di hati gue. Jadi gak mungkinlah, ya, gue suka sama cewek itu.

Kebetulan yang sangat kebetulan sekali. Pas banget cewek yang tadi diomongin nongol.

"Selamat pagi, Cikgu." Gue menghadang jalannya.

Dia berdecak lantas menggeser tubuhnya ke kiri. Gue mengikutinya. Badannya bergerak ke kanan, gue halangin dia.

"Minggir,"

Gue nunjuk pipi kiri. "Ini dulu."

Matanya keluar beberapa senti. Untung gak copot tuh mata.

Bugh

Kepalan tangannya mendarat di pipi yang gue tunjuk tadi. Gue reflekes ngusap bekas pukulannya. Lumayan sakit, sih, tapi entah kenapa rasanya menggelikan. Bukannya marah, gue pengen ketawa yang ada. Gue gak salah makan 'kan pagi tadi?

"Tuh, udah gue kasih." Cewek itu berlalu gitu aja. Dasar kebiasaan!

Gue nyusul dia ke kelas.

"Segitu doang pukulan lo?"

Bibirnya tetap terkatup rapat.

"Beruang Kutub, lo gak takut beku apa dingin-dingin gitu."

Begitulah gue yang manggil dia seenak jidat. Kadang beruang, kadang es tembok, kadang es doang. Gitulah pokoknya. Siapa suruh gak mau kenalan.

PSYCHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang