Kenapa benci tak pernah mau singgah? Apa perlu kulakukan ritual pemanggilan agar ia datang dan menetap, lantas membuatku berhenti mengejarnya?
~Mada Ailean Joana
***Suara-suara tak beraturan terdengar di surganya para siswa. Maklum, kantin sekolah SMA Nirwana memang selalu penuh bagi mereka yang ingin melepaskan hasrat lapar kala istirahat. Begitu pun dengan lelaki berkupluk hitam bertuliskan MJ di depan bersama keempat temannya; Nino, Riko, dan si duo A (Atang, Asep).
"Lo mau tau gak, gimana gue bisa dapetin cewek?" Riko, si playboy cap kadal angkat suara.
Kalimat Riko bak lampu hijau bagi Mada. Makanan di hadapan tak lagi menjadi titik fokusnya. Kalimat Riko lebih menggoda. "Maksud lo?" tanyanya masih dengan kunyahan di mulut.
"Ya, itu, gue mau kasih tips biar Riri luluh. Mau tau gak?"
"Ko." Nino melemparkan tatapan layaknya es, memberi peringatan pada teman playboy-nya untuk tak melanjutkan. Sekilas, reaksi Nino mendapat lirikan dari Mada.
"Apaan emang?"
"Lo bisa coba cara satu ini."
"Apaan?"
Riko menaikkan sebelah sudut bibir, lantas mencondongkan wajahnya. "Percaya gak percaya, pacar-pacar gue bilang gue lebih imut kalau ngomongnya pake aku kamu. Gue gemesin katanya."
Atang langsung mereaksi dengan gelagat ingin muntah.
"Itu, sih, elo, Ko," respon Asep. Sementara itu, Nino hanya bersedekap dengan wajah tanpa ekspresi.
Lelaki berjambul itu tak mengidahkan reaksi teman-temannya. "Cewek itu suka sesuatu yang gemes. Lo bisa coba trik ini."
"Masa sih? Riri dikasih perhatian aja kagak mau. Dia beda dari cewek lain. Gimana mungkin cuma 'aku kamu' doang berhasil? Dia gak suka sama gue. Apapun yang gue lakuin gak berpengaruh."
"Gue gak tau itu mempan atau nggak, tapi gak ada salahnya, kan, buat dicoba? Kita gak akan tau hasilnya kalau gak nyoba."
Si lelaki berkupluk bergeming sesaat. "Gue coba, deh, lo perhatiin gue gimana ...," Tenggorokannya mengeluarkan deheman beberapa kali. "Riko, kamu udah pesen makanan belum? Kalau belum pesenin aku juga, ya."
Riko mendorong wajah Mada sambil bergidik. "Ya jangan di depan gue juga, anying. Jijik!"
"Kan gue latihan."
"Heh, bego, lo percaya sama si fuckboy ini?" tanya Atang tak habis pikir.
"Mending lo coba langsung aja." Alis Riko bergerak naik turun dan tersenyum penuh arti. Mada mengernyit, mengangkat kepala sekali meminta jawaban.
"Tuh."
Tak hanya Mada, semua orang di meja kantin itu serentak memusatkan penglihatannya pada sesosok gadis yang dari tadi menjadi topik pembicaraan. Ia tengah berjalan menuju salah satu warung. Namun, tak seperti yang lain, Mada terus memandangnya sampai Riri keluar dari kantin.
"Dia emang gitu, ya, dari dulu?" tanya Mada dengan kosong. Barulah ia fokus kembali pada teman-temannya usai Riri lenyap dari jangkauan.
"Maksud lo?"
"Ya, itu, Riri. Dia gak pernah duduk di kantin, beli makanan kayak seblak, baso, atau yang lain."
"Yang gue perhatiin dari dulu, sih, gitu. Kesini cuman sekadar beli air atau roti kayak yang elo liat," pendapat Asep.
Mada merenung sebentar, lalu bangkit menuju penjual batagor. Beberapa kenit pesanannya selesai, ia langsung menyusul Riri dengan menenteng plastik hitam hasil transaksinya. Tingkah lelaki jangkung itu tak luput dari perhatian teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHE
Teen Fiction[FOLLOW AUTHOR DULU, YA.] "Semua pemberian lo itu bikin gue jijik, jadi gak usah ngasih-ngasih lagi! Jijik ya? Kapan sih dia bisa lihat gue sebagai manusia, bukan lagi bakteri? *** "Asal lo tau, lo itu sampah, cocoknya dibuang!" Lagi-lagi dia pergi...