Tanpa kusadari, hanya dengan melihatmu walau dari jauh, malah membuatku semakin jatuh.
-Mada
***"Mau ikut gue gak?" tanya Riko.
"Gak, ah, mau balik gue."
"Yakin gak mau? Ada Riri juga loh."
Mata gue yang tadinya ngantuk, cerah seketika mendengar nama itu. "Riri? Kemana emang?"
Riko membalasnya dengan senyum penuh teka-teki. Entah apa maksudnya?
***
Lapangan luas itu dipenuhi beberapa siswa yang memakai pakaian serba putih serta ikat pinggang hitam. Gue memandangi Riko dan mereka bergantian.
"Ngapain lo bawa gue ke sini?"
"Cuci mata. Anak karate cakep-cakep, cuy. Lo liat itu ...," katanya sambil nunjuk seorang cewek kepang satu yang lagi pemanasan. "Dia calon pacar gue. Gue sama dia lagi deket."
"Kalau lo ketauan selingkuh, bukan lagi ditampar, tapi langsung dihajar."
Riko membalasnya dengan kekehan. Ngeremehin! Kena karma baru tau rasa! Gue mengalihkan pandangan ke arah lapangan. Cewek yang gue cari gak ada di antara mereka.
"Katanya ada Riri. Mana? Gak ada. Lo boongin gua, ya?"
"Sabarlah, bre. Gak sabar banget."
"Ayang, semangat, ayang!"
"Wuuuu ..."
Gue melirik cowok yang teriak di samping. Mereka berjumlah banyak. Gue kira cuma gue sama Riko yang nontonin. Heboh banget, tadi kagak. Gak cuma cowok, ada juga beberapa cewek.
"Ayang Riri, aku padamu!"
Gue refleks menoleh ke arah lapangan. Ternyata mereka heboh karena kedatangan cewek itu. Dia, cewek yang dari tadi gue cari baru aja datang. Tangannya terlihat sedang mengikat rambutnya yang panjang. Dia dengan posisi itu ... MAKIN CANTIK, SWAG DAN BER-DAMAGE!
Gue memegang dada yang cenat-cenut. Kenapa liat dia gitu doang jantung gue malah maraton gini?! Keknya harus diperiksa kesehatan jantung gue.
"Riri!"
"I love you!"
Gue melirik kesal cowok-cowok itu. I love you pala lu peang! Ternyata tu cewek banyak juga penggemarnya. Gak bisa dibiarin ini. Mereka gak tau apa, pawangnya di sini? Aish, saingan gue banyak.
Gue terus memperhatikan orang-orang di lapangan. Mereka sibuk masing-masing, ada yang nendang-nendang, memperagakan jurus, ada yang duel, dan ada juga yang nendang papan.
Sementara itu, giliran Riri yang membelah papan yang dipegang rekannya. Dia ambil ancang-ancang. Beberapa saat kemudian, Riri tampak berlari kecil dan nendang papan itu sampe belah. BELAH, CUY! Yang bikin gue cengo, tu papan bukan cuma ada satu, tapi empat. EMPAT, COY, EMPAT LAPIS! LO BAYANGIN! Gimana gue gak makin suk--eh, gak, gak. Hampir keceplosan. Di hati gue kan masih ada dia.
"Biasa aja dong liatnya," kata Riko sambil ngusap wajah gue.
Gue meliriknya tajam. "Ganggu aja lo!"
"Seru kan? Biasanya pemandangan ini bisa dilihat cuma di hari jum'at doang."
Seketika gue berseru girang dalam hati. Gue bakal pulang agak lambat setiap hari jum'at. Ekekekek.
Seorang lelaki yang berbeda seragam baru datang. Kalau yang lain pake putih-putih, dia doang yang pake item. Mereka sontak berbaris rapi. Gue nyimpulin kalau dia pelatihnya. Suhunya, tuh! Keren juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHE
Teen Fiction[FOLLOW AUTHOR DULU, YA.] "Semua pemberian lo itu bikin gue jijik, jadi gak usah ngasih-ngasih lagi! Jijik ya? Kapan sih dia bisa lihat gue sebagai manusia, bukan lagi bakteri? *** "Asal lo tau, lo itu sampah, cocoknya dibuang!" Lagi-lagi dia pergi...