Ceklek!
"Shit"
Diaz membeku mendengar suara umpatan yang familiar di telinganya itu. Siapa lagi kalau bukan Elang.
Dengan cepat ia mengangkat kepala dan mengisyaratkan agar sahabatnya itu jangan berisik. Diaz meletakkan jari telunjuknya di depan bibir sementara Elang menampilkan mimik tak habis pikir sambil geleng-geleng kepala.
"Pengecut lu," bisik Elang keras seraya mengambil jus kemasan yang ada di atas meja. bersebelahan dengan kotak makan. Cowok itu duduk di seberang Diaz seraya meminum jus tersebut rakus.
"Diem lu," balas Diaz, sama-sama berbisik. Wajahnya panas seketika. Perpaduan antara malu dan takut Ishana terbangun karena ulahnya barusan.
Elang menyeringai. "Akui aja sih. Lo beneran suka kan sama dia?"
Diaz malas menanggapi. Ia mulai merasakan pergerakan di sampingnya. Sepertinya Ishana sedikit terusik dengan suara Elang. Dengan hati-hati, cowok itu semakin merendahkan posisi bahunya agar Ishana semakin merasa nyaman.
"Mau cium aja harus pas dianya gak sadar," cibir Elang. Kemudian menatap dua sejoli di hadapannya prihatin.
"Dia gak kasih izin ya kalau lo mau cium?"
Diaz mengalihkan pandangannya. "Belum waktunya. Kami bahkan belum seminggu pacaran."
Lagi-lagi Elang menampilkan mimik mencibir. "Biasanya juga lo langsung gas ajak bobo bareng di hari pertama jadian. Kenapa? Yang ini beda ya, susah? Atau jangan-jangan, dia gak nafsu sama lo lagi?"
Diaz biasanya bisa menanggapi cibiran Elang dengan enteng, separah dan sefrontal apapun sahabatnya itu membicarakan mantan-mantan pacarnya. Tapi, baru kali ini rasanya ia tak terima karena cara bicara Elang seolah mengindikasikan bahwa Ishana juga akan berakhir sama seperti mantan-mantan pacar lainnya. Yang Diaz manfaatkan hanya sebagai teman tidur.
"Mending lo diem sebelum gue jahit mulut lo," geram Diaz pelan. Masih berusaha untuk tidak berisik.
Elang malah terkekeh melihat kemarahan Diaz. "Gue gak akan biarin lo jahit mulut gue sebelum lo mengakui kalau kali ini lo yang kalah."
Diaz menautkan alisnya tajam. "Kalah apa lagi sih? Jelas-jelas gue yang menang."
Elang mengangkat kedua bahunya enteng. "Yah, secara teknis elo memang pemenangnya karena bisa pacarin ini cewek. Tapi soal hati? Memangnya Ishana mau jadian sama lo karena beneran pakai hati? Apa dia takluk sama lo? Padahal ... kayaknya lo udah mulai pakai hati." Lagi-lagi Elang menyeringai. Kali ini Diaz tidak tahan untuk menggapai bantal sofa terdekat dan melemparnya ke kepala sahabatnya itu.
Elang kali ini tertawa keras. Dan Diaz takjub pada begitu kebluknya Ishana saat tidur. Entah gadis ini terlalu kelelahan dan mengantuk, atau memang dari sananya kebluk. Sepertinya mau mereka bicara dengan volume normal pun ia tidak akan bangun.
"Tinggi banget sih gengsi lo," ejek Elang kemudian menghela napas dan memamerkan senyum tipisnya pada Diaz. "Tinggal akui aja padahal. Sebagai sahabat yang baik, gue akan kasih lo saran."
Elang melarikan pupil matanya pada Ishana yang nampak masih tertidur nyenyak.
"Renungkan. Tanya hati lo. Gimana perasaan lo yang sebenarnya sama ini cewek. Jangan sampai terlambat kayak gue. Hanya karena kita masih terbilang muda, bukan berarti mereka yang hadir dalam hidup kita cuma untuk singgah aja. Bisa jadi, mereka yang terlalu lama kita biarkan ada tanpa mendekat, adalah orang yang sanggup curi hati kita untuk waktu yang lama."
Elang kini menatap jus kemasan di tangannya dengan pandangan menerawang, sementara Diaz seolah terhipnotis untuk terus mendengarkan. Pasalnya kondisi di mana Elang bersikap serius dan normal itu merupakan fenomena langka!
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Alasan Untukmu
ChickLitDi mata semua orang, Ishana Naladipha adalah cewek cantik, cerdas, aktif dan mandiri. Tidak heran jika secara tidak resmi ia dipredikati sebagai salah satu mahasiswi tercantik di Fakultas Seni oleh para mahasiswa. Tidak akan ada yang lolos dari peso...