14. Jarak

471 33 2
                                    

THR Lebaran dariku cukup chapter super panjang ini aja yaaa😁😂
Jangan lupa vote & comment, guys!

Setelah menampar Diaz, Ishana langsung beranjak dari hadapan cowok itu. Kembali berjalan cepat menuju pintu keluar.

Namun, belum sampai setengah jalan, Diaz keburu mengejar dan menghadang jalannya. Spontan Ishana mengangkat tangan kanannya. Bersiap kembali menampar jika Diaz nekad menyentuhnya.

Karena Diaz mundur selangkah, Ishana menurunkan kembali tangannya.

"O-okay. Maaf. Tapi dengar dulu penjelasan aku," ucap cowok itu seraya memegangi pipi kirinya. Sementara sebelah tangan kanannya terangkat sikap menyerah.

"Gak ada yang perlu dijelaskan. Minggir," ujar Ishana dingin.

Diaz berani bersumpah ekspresi Ishana saat ini jelas  berkali-kali lipat lebih menakutkan daripada saat melempar barang beberapa waktu lalu.

Diaz menghembuskan napas kuat dan menurunkan kedua tangannya. "Na, ini gak seperti yang kamu-"

"Aku kira aku salah sejak awal," Potong Ishana. Gadis itu memalingkan wajahnya. Dan Diaz tahu ia telah membuat gadis itu menangis lagi.

Sial, brengsek lo, Yaz!  Umpat cowok itu dalam hati.

"Bodohnya aku sempat berpikir kalau Kak Diaz sebenarnya gak seburuk yang ku kira." Ishana mengusap air matanya. Masih enggan memandang Diaz yang nampak serba salah di tempatnya.

"Kak Diaz jadi satu-satunya yang menolong di saat aku butuh bantuan. Dengan nominal sebesar itu, rasanya seperti mimpi Kak Diaz meminjamkannya dengan mudah. Kak Diaz bahkan gak banyak tingkah meskipun kita ceritanya pacaran. Gak menuntut ini itu di tengah kesibukanku. Bodohnya aku sempat merasa bersalah karena terlalu cuek selama ini."

Ishana menghembuskan napas dengan gemetar. "Sampai kemarin,  aku terus memikirkannya. Walaupun dari awal pertemuan, kita sama-sama saling membenci, meskipun aku gak mengerti dengan hubungan aneh ini. Kalau saja Kak Diaz sedikit berbeda dari yang ku kira di awal, setelah urusan utang piutang ini selesai setidaknya kita bisa berteman. Bodohnya aku karena terlalu naif." Ishana tertunduk dengan senyum sinis.

"Apa ini rencana Kak Diaz sejak awal? Mengikat aku dengan utang, membuat aku keluar dari club. Semua ini ... hanya untuk supaya aku mau jadi teman tidur Kak Diaz? Seperti pacar-pacar Kakak sebelumnya?"

"Enggak. Kamu salah!" Buru-buru Diaz membantah. "Aku berani sumpah gak pernah merencanakan apapun selama kita mulai berpacaran. Semuanya mengalir begitu aja. Kekhawatiran dan kepedulianku itu sungguhan. Meskipun aku gak bisa mengatakan kalau aku adalah cowok baik-baik, setidaknya aku berani jamin kalau apa yang aku lakukan untuk kamu tulus."

Ishana mendengus sinis. "Tapi apa yang Kak Diaz ucapkan berbanding terbalik dengan apa yang Kak Diaz tawarkan."

Kali ini Ishana mengangkat pandangannya. Menatap Diaz tepat di mata dengan sorot terluka. Diaz bahkan seolah dapat merasakan sakitnya.

"Berapapun uang yang Kak Diaz berikan, gak akan pernah cukup untuk membeli aku. Aku gak semurahan itu, Kak. Aku ... aku gak sama dengan pacar-pacar Kak Diaz sebelumnya."

Ishana benci ini. Menangis seperti gadis lemah di hadapan orang yang telah melukai hatinya. Tapi apa yang Diaz tawarkan padanya benar-benar merupakan penghinaan terbesar yang pernah ia terima seumur hidup. Perut gadis itu bahkan rasanya seperti dililit mual yang menyiksa jika teringat perkataan Diaz beberapa waktu lalu.

"Kamu memang berbeda, Na. Sampai kapanpun akan begitu. Tolong dengarkan dulu penjelasan aku. Setelah itu baru kamu boleh pergi."

"Aku bahkan terlalu muak untuk lihat muka Kak Diaz. Minggiiirr!" Ishana mendorong tubuh Diaz yang mendadak sekuat tembok.

Satu Alasan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang