22. Dunia Bagi Mereka Yaang Kasmaran

288 22 1
                                    

"Sekarang aku tanya kamu. Cinta menurut versi kamu itu seperti apa? Apa marah hingga ingin memutus hubungan setelah melihat aku dicium perempuan lain Itu bentuk kecemburuanmu? Kalau kamu cemburu, itu artinya apa, Na?"

Ishana memalingkan wajah dan memandang langit-langit kamar begitu Diaz menoleh padanya dengan napas berat.

"Aku ... a-aku ..."

Dengan kikuk gadis itu bangkit mendudukkan diri dan memeluk lutut di samping Diaz yang masih terlentang. Cowok itu masih mengawasi gerak gerik Ishana.

"Aku hanya butuh kepastian. Kalau Kak Diaz gak akan menyakitiku dengan sengaja ke depannya. Kalau Kak Diaz benar-benar cinta sama aku. Aku juga ... akan mengaku," lanjut Ishana kemudian mengusap wajahnya yang basah oleh air mata dengan kedua telapak tangan.

Kemudian gadis itu beringsut mendekati Diaz. Menatap Diaz yang balas menatapnya tepat di mata.

Masih dengan gugup, Ishana menundukkan tubuhnya dan mengecup pipi kiri Diaz.

"Aku juga suka Kak Diaz," akunya begitu menjauhkan wajahnya.

Diaz tersenyum. "Suka aja?"

Ishana menegakkan tubuhnya dan memalingkan muka. Berusaha menghalau senyum yang terlalu sulit untuk ditahannya. Pasti akan terlihat bodoh jika ia masih bisa tersenyum setelah bentakan dan drama yang terjadi di antara mereka beberapa menit lalu.

"Suka aja, Na?" Ulang Diaz. Namun Ishana kembali tidak merespon.

Lagi-lagi Diaz tersenyum. Kali ini lebih lebar dari sebelumnya. Rasanya tidak sia-sia segala bentakan, amarah serta emosi yang ia dan Ishana curahkan sejak tadi jika hasilnya adalah pengakuan semanis ini.

Dasar ia yang serakah, Diaz masih merasa belum puas membuat Ishana tersipu.

"Yang kanan enggak?"

Barulah Ishana menoleh dengan kening berkerut. "Apanya?"

"Cium pipi. Please ..." mohon Diaz dengan senyum manis.

Ishana nampak menimang-nimang permintaan Diaz.

Diaz tersenyum dan memejamkan mata saat Ishana akhirnya kembali menundun tubuhnya. Gadis itu termakan jebakannya.

Ketika Ishana hendak mengecup pipi Diaz, tahu-tahu saja cowok itu sedikit menolehkan wajahnya hingga bibir gadis itu mendarat tepat di atas bibirnya.

Ishana sempat tercekat. Namun Diaz menahan tengkuknya ketika ia hendak menjauh.

Tidak ada yang terjadi selama satu menit setelahnya. Keduanya hanya terdiam dengan mata terpejam. Mendengar hembusan napas satu sama lain dengan debaran jantung tak terkendali. Hingga akhirnya Diaz melepaskannya, barulah gadis itu benar-benar bisa menjauhkan wajahnya.

Ishana mengedipkan matanya gugup hingga akhirnya menarik bantal dan meringkuk di samping Diaz dengan bantal tersebut menutupi seluruh wajahnya.

Diaz terkekeh melihat tingkah gadis itu.

"Kenapa?" tanyanya.

Ishana hanya menggelengkan kepalanya saat Diaz mengusap kepalanya. Sejujurnya ia malu. Dan Diaz menyadari itu. Jadi ia tidak berniat bertanya lebih jauh.

"Ini officially hari jadian kita ya, Na?"

Ishana menurunkan bantal yang menutupi wajahnya hingga hanya terlihat sepasang matanya saja.

"Kita udah jadian nyaris tiga bulan lalu," sanggahnya dengan suara terredam.

"Kali ini tanpa ada utang dan uang yang jadi alasannya. Murni karena kita saling sayang." Cowok itu memiringkan posisi tidurnya menghadap Ishana. Menopangkan beban tubuhnya dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya menurunkan bantal hingga wajah kekasihnya terlihat seluruhnya.

Satu Alasan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang