36. Sama-sama Berusaha

651 37 5
                                    

"Jadi ... kalian sekarang gimana? Baik-baik aja kan?" tanya Ishana hati-hati. Kini keduanya sudah bersiap untuk tidur.

Diaz memiringkan tidurnya agar dapat melihat wajah Ishana lebih jelas. Cowok itu menghela napas sebal dengan raut cemberut.

"Harus banget kamu tidur sejauh itu dari aku?" tanyanya protes.

Ishana yang tidur terlentang mengalihkan pandangan dari langit-langit kamar pada Diaz. "Harus," jawabnya tegas. "Sekarang jawab dulu pertanyaanku."

"Kenapa harus jauh-jauh sih?"

"Menurut Kak Diaz kenapa?"

Diaz mengedikkan bahunya belagak tak paham. Ishana hanya bisa menghela napas melihat kelakuan pacarnya itu. Bagaimana bisa ia

"Kak Diaz lagi dalam mode berbahaya sekarang. Udah syukur aku masih mau temani sampai sekarang." Diaz hanya bisa berdecak kecewa mendengarnya. Bodoh kalau Diaz mengira Ishana akan berlama-lama tidak mengerti makna ucapannya di sofa tadi perihal olahraga.

"Sekarang jawab pertanyaan aku," titahnya tegas karena sudah menjawab pertanyaan Diaz.

Diaz bergeser sedikit untuk meraih tangan Ishana lebih mudah dan menggenggamnya. "Kita ... sepakat untuk berdamai," jawab cowok itu akhirnya.

"Udah gitu aja?" Ishana nampak kecewa. Jujur ia mengharapkan lebih dari itu.

Diaz mengamati raut kecewa itu dengan seksama. Malam ini ia benar-benar diperlihatkan bagaimana pedulinya Ishana pada dirinya. Bagaimana bisa ia tidak jatuh cinta untuk yang kedua kalinya pada gadis ini? Dan bagaimana bisa ia tega membuatnya berlama-lama kecewa? Nampaknya mulai sekarang Ishana adalah tombol kendali atas dirinya.

"Tapi aku mengiyakan sewaktu Mama meminta ingin jalan-jalan berdua saja sesekali," aku Diaz. Ia tak menyangka bahwa hal itu berhasil menerbitkan senyum yang amat begitu manis di wajah kekasihnya.

"Beneran? Kak Diaz gak bohong, kan?" Ishana benar-benar nampak antusias. Gadis itu bahkan tanpa sadar menggeser tubuhnya mendekat untuk mendengar cerita lebih banyak lagi. Diaz menahan senyumnya karena gemas. Bagaimana bisa gadis yang selalu waspada dan berhati-hati ini kembali mengendurkan kewaspadaannya hanya karena sebuah kabar gembira yang sebenarnya kalau dipikir-pikir tidak menguntungkannya sama sekali?

"Terus gimana? Kalian ngobrol apa aja tadi?"

"Hm ... gak terlalu banyak. Ini pertama kalinya aku mau mendengarkan Mama bicara. Jadi ... mungkin gak sesuai harapan kamu."

Ishana masih tersenyum mendengarnya. Gadis itu menggeleng pelan dan kian mendekat untuk menatap mata Diaz. "Hari ini Kak Diaz hebat banget. Kak Diaz berani melawan rasa benci dan trauma Kakak. Aku bangga sama Kak Diaz," ucapnya pelan nyaris seperti bisikan lembut di telinga Diaz.

"Untuk itu, Kak Diaz berhak dapat hadiah," lanjut Ishana dengan senyum dan tatapan lembutnya. Gadis itu kemudian mengangkat sedikit kepalanya hingga lebih tinggi dari kepala Diaz. Cowok itu sampai menahan napas tanpa sadar menunggu-nunggu apa yang akan dilakukan Ishana.

Saat bibir hangat Ishana mengecup lembut tepat di keningnya, spontan sepasang mata Diaz tertutup untuk meresapinya. Tuhan ... sepertinya aku benar-benar jatuh cinta lagi pada gadis ini, batin Diaz dengan degup jantung menggebu. Diaz bukanlah pribadi yang taat agama atau bahkan sering menyebut nama Tuhannya sendiri. Namun, kini ia bahkan terkejut menyadari bahwa gadis ini mampu merubahnya sedemikian rupa, bahoan hingga menyebut kata "Tuhan" dalam benaknya tanpa sadar. Ketika Ishana mengecup keningnya, rasanya masih sama seperti ketika gadis ini menerimanya di hadapan ratusan hadirin Dies Natalis Fakultas Seni sekitar delapan bulan lalu. Masih mampu memberi efek kejut pada jantungnya.

Satu Alasan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang