17. Berbagi Kisah

372 32 3
                                    

"Kak?"

Ishana yakin Diaz benar-benar menangis saat ini. Ia ingin menenangkan cowok itu, sungguh. Tapi bagaimana ia bisa membantu jika Diaz tak kunjung mau melepaskannya?

Akhirnya gadis itu mengangguk dalam pelukan Diaz berharap jawabannya dapat membuat Diaz melonggarkan pelukannya yang menyesakkan.

"Aku gak akan selingkuh."

Dan benar saja, Diaz sedikit memberi jarak dengan memegangi bahu Ishana. Masih dengan mata agak memerah, cowok itu akhirnya tersenyum lega.

"Memang sudah seharusnya begitu. Kamu cuma boleh sama aku aja, Na," racaunya senang kemudian kembali memeluk Ishana singkat. Cowok itu membimbing Ishana ke arah kamar dan merebahkan diri begitu saja di sisi tempatnya.

"Ayo sini," ajaknya seraya menepuk sisi ranjang yang biasa ditempati Ishana. Gadis itu jelas ragu. Ia tidak mau mengambil risiko dengan tidur di atas ranjang yang sama dengan orang mabuk.

Jadi, alih-alih merebahkan diri, Ishana hanya duduk di tepi ranjang dan menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Diaz yang memang belum sadar seutuhnya tidak mempermasalahkan itu. Ia menggenggam telapak tangan kanan Ishana seperti malam-malam sebelumnya.

"Kamu jangan seperti dia, Na. Jangan tinggalin aku sendirian. Terlebih saat aku tidur. Saat aku ... bahkan gak sadar dan gak bisa kejar kamu." Diaz kembali meracau dengan mata sayu hampir tertutup karena kantuk dan pengaruh alkohol.

Merasa ini waktu yang tepat untuk bicara lebih intens soal Diaz, Ishana merespon racauan Diaz.

"Dia siapa?" tanyanya lembut.

"Perempuan yang kita temui hari ini. Seseorang yang seharusnya gak kupanggil dengan sebutan mama lagi ..."

Ishana menghela napas pelan. "Dia ninggalin Kak Diaz?"

Kali ini Diaz hanya bergumam mengiyakan.

"Dia wanita paling jahat ... yang pernah aku temui. Dia gak ... pernah menjadi ibu yang baik bahkan untuk sebentar saja. Aku ... benci dia."

Setelah mengatakan itu, Diaz jatuh terlelap. Meninggalkan Ishana yang kini merasa penasaran akan sosok Kenanga. Wanita yang nampak tulus menyayangi putranya, namun justru dibenci oleh putranya sendiri.

Sebenarnya apa yang terjadi di antara mereka berdua?

Setelah memastikan Diaz sudah pulas dalam tidurnya, barulah Ishana melepaskan tangannya dari genggaman Diaz. Kemudian dengan hati-hati pula meninggalkan kamar dengan bantal dan selimut yang dibawanya. Untuk malam ini, ia akan tidur di sofa.

****

Begitu terbangun di pagi harinya, Diaz nampak panik tidak menemukan Ishana di sampingnya. Perasaan takut ditinggalkan yang sudah lama tak dirasakannya tiba-tiba kembali. Membuat cowok itu bergegas keluar kamar dengan panik.

"Na! Ishana?!"

Namun tak ada sahutan. Perasaan panik itu semakin menjadi hingga pupil matanya menangkap gumpalan selimut di atas sofa.

Diaz menghela napas lega dan mendekat. Duduk di sofa terdekat dan sedikit menyibak selimut yang menutupi wajah Ishana.

Ia tidak ingat keributan apa yang dibuatnya semalam. Tapi melihat gadis itu masih tidur lelap di saat matahari sudah naik, pastilah gadis itu baru tidur dini hari. Diaz harap ia tidak menyusahkan Ishana semalam.

Namun, jika itu terjadi, tentunya Diaz harus melakukan sesuatu sebagai bentuk permintaan maaf kan?

Setelah menyibak beberapa helai rambut yang menutupi wajah gadis itu, Diaz beranjak ke arah dapur. Berusaha memasak apa saja yang sekiranya bisa ia masak.

Satu Alasan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang