Meskipun terlahir dalam situasi yang jauh dari kata sempurna, Ishana tidak pernah mempermasalahkan itu selama ini. Orang tua yang tidak menginginkannya mungkin satu-satunya luka yang tak akan mengering di hatinya. Namun, sisanya ia bisa menerimanya dengan lapang dada dan penuh syukur.
Karena ada lebih banyak yang dapat ia syukuri daripada ia ratapi, hatinya pun menjadi lebih ringan.
Di balik kenyataan bahwa kehadirannya di muka bumi ini tidak diharapkan, Ishana dapat bertemu sosok-sosok istimewa seperti Bu Laila, Bu Sri, anak-anak panti, Feby, bahkan seseorang yang kini setiap pagi menjadi pemandangan pertama yang ia lihat ketika membuka mata. Diaz.
Yang terakhir menjadi penyempurna rasa syukur Ishana. Karena melalui cowok itu, untuk pertama kalinya Ishana mengenal cinta. Bagaimana rasanya dicintai oleh lawan jenis dan betapa mendebarkan rasanya ketika ia menyadari bahwa perasaan mereka sama besar dan terus bertambah kuat seiring berjalannya waktu.
Barangkali gadis itu memang tengah dimabuk asmara, sehingga kini merasa menjadi gadis paling bahagia di dunia. Itu pulalah yang mendorong Ishana untuk datang ke panti minggu malam setelah mati-matian merayu Diaz agar mau ditinggal barang semalam saja karena ada banyak hal yang perlu Ishana ceritakan pada Laila dan Sri, dua sosok penting yang sudah ia anggap seperti ibu sendiri.
Meskipun sudah hampir 3 tahun memutuskan keluar dari panti, biasanya sekali atau dua kali dalam sebulan Ishana selalu menginap di panti saat tugas kuliah sedang tidak menumpuk. Semalaman bercerita panjang lebar tentang kehidupan perkuliahannya pada Bu Laila yang memang tinggal di panti sejak suaminya meninggal dunia sepuluh tahun lalu. Berbeda dengan Bu Sri yang memutuskan tinggal di panti setelah bercerai dengan suaminya delapan tahun lalu.
Dengan langkah ringan, Ishana keluar dari taxi yang dinaikinya. Sengaja ia ingin sedikit santai dan tidak berkendara malam itu. Apalagi Diaz membelikan banyak makanan untuk anak-anak sehingga kedua tangannya penuh oleh kantong keresek.
Hanya saja, suasana sepi panti justru yang menyambutnya begitu tiba. Tidak biasanya jam 19.30 WIB panti sudah sepi. Biasanya anak-anak masih ramai mengobrol atau bermain di ruang tengah pukul segini setelah makan malam. Anehnya, dari gerbang depan pun, Ishana seolah dapat mengetahui tak ada seorang pun anak-anak di dalam sana. Sandal-sandal yang biasanya berjejer rapi di tepi teras bahkan nyaris kosong, hanya menyisakan beberapa pasang sandal yang jelas milik Bu Laila dan Bu Sri.
Keheranan Ishana berlipat ganda saat dilihatnya sebuah mobil asing terparkir di halaman panti.
"Ada calon orang tua adopsi kah?" gumam gadis itu. Sengaja tidak mengucap salam keras-keras karena takut mengganggu.
Ishana memutuskan untuk masuk ke area dapur dan menaruh bawaannya di sana saat suara yang mulai familiar di telinganya terdengar dari ruangan samping ruang tamu yang biasanya digunakan oleh Bu Laila dan Bu Sri tiap kali menerima kunjungan. Gadis itu mengurungkan niatnya.
Itu ... suara Kak Bima?
Ishana tidak tahu mengapa ia malah berjalan perlahan seperti mengendap-endap. Namun ia benar-benar hanya ingin memastikan saja tanpa ada niatan membuat orang-orang di dalam sana menyadari keberadaannya.
"Tenang, Kek. Gak bisa kalau kita memaksa Bu Laila dan Bu Sri seperti ini. Bagaimana pun juga, selama ini mereka yang merawat Ishana dengan baik sampai sekarang."
Benar. Tidak salah lagi. Itu suara Bima. Tapi ... kakek? Kenapa Pak Hardian juga ada di dalam? Dan kenapa mereka menyebut-nyebut nama Ishana dalam pembicaraan mereka?
Ishana bimbang antara terus menguping dari balik pintu atau menyingkir. Ia merasa lancang jika menguping. Tapi namanya jelas disebut. Membuat gadis itu tetap berdiri diam di balik pintu mendengarkan dengan tangan penuh oleh keresek makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Alasan Untukmu
ChickLitDi mata semua orang, Ishana Naladipha adalah cewek cantik, cerdas, aktif dan mandiri. Tidak heran jika secara tidak resmi ia dipredikati sebagai salah satu mahasiswi tercantik di Fakultas Seni oleh para mahasiswa. Tidak akan ada yang lolos dari peso...