"Masuk aja ke kamarnya. Gak apa-apa kok. Tadi kata Mas Diaz kalau Kak Nana udah selesai, bangunin aja. Aku pergi ya. Teman-temanku udah pada nunggu nih. Dah Kak. Makasih ya untuk hari ini!"
Sudah sekitar sepuluh menit lalu Candy pergi untuk bertemu teman-temannya. Begitu sesi les selesai, gadis itu hanya berganti pakaian tanpa mandi sama sekali dan langsung pamit meninggalkan Ishana yang kini nampak masih berdiri kebingungan di depan pintu kamar Diaz.
"Apa aku pulang sendiri aja ya?" gumam gadis itu. Rasanya tidak enak membangunkan Diaz setelah membiarkan cowok itu mengantarnya selama tiga jam dari Bandung ke Jakarta.
Tapi, kalau langsung pulang, nanti dia ngomel lagi.
Ishana berdecak gusar dan memutuskan untuk mengetuk pintu kamar Diaz. Namun tak ada sahutan meskipun ia sudah mengetuk sebanyak tiga kali.
"Kak?!" Panggil Ishana. Namun hanya terdengar suara erangan malas dari dalam kamar.
"Aku izn masuk ya." Ishana memutuskan untuk membuka pintu di hadapannya dan masuk tanpa menutup pintu kembali.
Diaz masih tidur tengkurap di atas kasur saat Ishana berjalan mendekat.
"Kak?"
Tak ada sahutan.
Dia tidur lagi?
Ishana semakin mendekat dan merundukkan tubuhnya dengan kepala agak dimiringkan untuk melihat Diaz lebih dekat. Memastikan bahwa cowok itu tidur kembali.
Dan benar saja. Kedua mata cowok itu tertutup rapat. Ishana menghembuskan napas maklum. Pasti melelahkan bepergian lebih dari tiga jam dari Bandung ke Jakarta hanya untuk mengantarnya.
"Aku ... pulang ya, Kak?" pamit Ishana nyaris seperti berbisik. Sebenarnya ia pamit hanya untuk formalitas saja. Jika nanti Diaz mengomel karena ia tinggal, Ishana bisa beralasan bahwa ia sudah pamit tanpa berbohong.
"Tunggu 15 menit lagi."
Ishana batal menegakkan tubuhnya saat tahu-tahu saja Diaz membalas masih dengan mata tertutup. Gadis itu kemudian berjongkok di samping tempat tidur Diaz. Sengaja untuk mempermudahnya mensejajarkan diri saat bicara.
"Aku bisa pulang sendiri."
Kali ini Diaz membuka matanya. Lagi-lagi membuat Ishana tertegun canggung seperti tadi. Karena cara Diaz menatapnya sungguh tak biasa. Jelas berbeda dengan cara cowok itu memandangnya saat di awal pertemuan mereka.
"Bisa gak sih nurut sama pacar? Susah banget ya?" ucap cowok itu dengan suara serak.
Ishana berdeham canggung kemudian mengalihkan pandangannya. Dan kecanggungan itu tak luput dari perhatian Diaz. Dengan pengalaman berpacarannya yang meresahkan, tentu Diaz tahu apa yang Ishana rasakan saat ini.
"Gak ada aturannya seorang cowok harus antar jemput pacarnya dengan jarak perjalanan sejauh ini hanya untuk 500 ribu rupiah. Kak Diaz gak usah jaga aku segininya. Kak Diaz bukan ayahku. Toh cepat atau lambat juga kita akan putus." Ishana menghembuskan napas pelan, berharap dengan perkataannya mampu membuat Diaz melepasnya pulang sendirian.
"Lagipula Kak Diaz pasti capek banget setelah perjalanan tadi. Aku pulang sendiri aja. Aku ngerti Kak Diaz mungkin sedikit khawatir. Tapi cukup untuk hari ini. Terima kasih, Kak."
Ishana kembali menatap Diaz dan berdiri. Namun, Diaz dengan cepat mengulurkan tangannya meraih pergelangan tangan gadis itu dan menariknya hingga Ishana berakhir terduduk di tepi ranjang.
"Kak!" Ishana melotot. Antara terkejut dan kesal karena Diaz melakukannya secara tiba-tiba.
Diaz mengabaikan pelototan gadis itu dan merubah posisi tidurnya menjadi menyamping. Menyusun dua bantal dengan cepat dan menaikkan posisi tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Alasan Untukmu
ChickLitDi mata semua orang, Ishana Naladipha adalah cewek cantik, cerdas, aktif dan mandiri. Tidak heran jika secara tidak resmi ia dipredikati sebagai salah satu mahasiswi tercantik di Fakultas Seni oleh para mahasiswa. Tidak akan ada yang lolos dari peso...