15. Sepakat

429 35 1
                                    

Kelopak mata Ishana berkedut samar saat merasakan sinar matahari mengusik tidurnya.

Hari ini hari sabtu. Gadis itu berdecak samar. Ia harus bersiap untuk mengajar Candy. Tapi rasanya ia masih sangat mengantuk. Mungkin 10 menit cukup untuk sedikit memperpanjang jam tidurnya. Entah mengapa kasur yang ditidurinya terasa lebih nyaman dari biasanya.

"Selamat pagi. Bagaimana kondisi anda pagi ini?"

Tunggu dulu. Itu suara siapa?!

Mendengar suara asing yang ramah itu, Ishana terperanjat dari tidurnya. Saat membuka mata, ia langsung melihat seorang perawat tengah tersenyum manis padanya. Ishana lupa ia ada di mana saat ini.

"Saya baik. Terima kasih."

Mendengar suara Diaz, ishana langsung menoleh ke samping dan mendapati cowok itu nampak tengah memainkan ponsel di ranjang pasien dengan tubuh setengah duduk.

Aku semalam tidur di sini?!

Meskipun terlambat untuk menyadari posisinya, Ishana meraba kasur yang didudukinya. Kasur yang nampanya sengaja disediakan untuk keluarga pasien. Dipasang berdampingan dengan ranjang pasien Diaz dan tingginya hanya beberapa centi lebih rendah.

Ishana mengusap wajahnya malu saat perawat tadi keluar ruangan dengan senyum kelewat lebar.

"Maaf, Kak. Aku semalam ketiduran. Padahal rencananya aku cuma ingin menunggu sampai Kak Diaz benar-benar pulas aja," ucap Ishana seraya turun dari ranjang dan melipat selimut yang digunakannya semalam.

"Gak usah minta maaf," ucap Diaz yang kini memusatkan perhatiannya pada Ishana. "Aku senang kamu di sini."

Ishana yang tiba-tiba merasa canggung oleh perkataan Diaz hanya bisa tersenyum kikuk.

"Aku ... harus siap-siap ke Jakarta pagi ini juga."

"Untuk les Candy?" Ishana mengangguk samar.

"Gak usah ke rumah hari ini. Aku udah menghubungi keluargaku. Mereka malah udah mau berangkat ke sini."

"Oh ... gitu ya."

Benar juga. Bisa-bisanya Ishana tidak berpikir sampai ke sana.

"Kalau gitu ... aku pulang ya, Kak."

Diaz menghembuskan napas berat. "Harus banget kamu pulang sekarang? Kamu free sampai sore kan?" Cowok itu tak rela jika Ishana harus pergi sekarang juga. Sudah berhari-hari ia tidak bertemu gadis itu. Diaz sangat merindukannya dan tak tahu lagi bagaimana cara menahan Ishana tetap di sampingnya. Semalam ia bahkan harus meminta para perawat ekstra hati-hati untuk memindahkan Ishana ke kasur agar tidak terbangun dan tetap di sisinya sepanjang malam.

Ishana meremas ujung cardigan yang digunakannya dengan gugup. Setelah interaksi mereka semalam yang nampak normal seolah tak pernah terjadi pertengkaran sebelumnya, dapatkan Ishana menyimpulkan bahwa kini mereka berdua sudah baik-baik saja?

"Aku ... gak mungkin terus di sini dengan pakaian seperti ini," ucap gadis itu akhirnya. Diaz bahkan baru sekarang memperhatikan piyama panjang motif beruang berbalut cardigan yang Ishana kenakan. Nampaknya semalam ia terlalu senang Ishana menjadi orang pertama yang menjenguknya.

"Sekarang aku harus pulang." Gadis itu memasukkan kedua tangan ke dalam saku cardigan sementara Diaz nampak kecewa dan berusaha kembali memusatkan perhatiannya pada layar ponsel.

Melihat kekecewaan yang berusaha ditutup-tutupi, Ishana pun luluh.

"Sepulang kerja di restoran... aku pasti tengok Kak Diaz lagi," ucap gadis itu akhirnya yang langsung membuat gerakan jari Diaz terhenti di atas permukaan layar ponsel. Sayangnya, saat menoleh, Ishana telah berbalik dan keluar kamar.

Satu Alasan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang