Yang Ishana lakukan seharian setelah menutup pintu kamar hanyalah tidur sampai tengah malam. Lalu memesan makanan di saat lapar. Tidak ada yang istimewa. Semua fasilitas yang ia nikmati terasa hampa ketika hatinya tak menentu. Gusar sendiri dengan kegalauan hatinya, Ishana memutuskan untuk mencari satu nama di mesin pencarian ponselnya. Aryan Shailendra Cakrabuana. Ini bukan pertama kalinya Ishana memandangi foto itu. Dulu sekali, saat pertama kali menghadiri pembekalan para mahasiswa penerima beasiswa, Ishana pernah melihat wajah ini sekali. Muncul begitu saja dalam slide presentasi yang dibawakan pengurus beasiswa dengan pembicara Bima dan Pak Hardian. Saat itu ia hanya berpikir, wah orang ini turut andil juga dalam mendanai beasiswanya. Pastinya tidak akan terpikirkan kalau pria dewasa itu memiliki hubungan darah dengannya. Boro-boro berpikir ke sana. Dulu Ishana sangat membenci kedua orang tuanya meskipun tak pernah melihat wajah keduanya. Kini, bahkan ketika ia dapat mengenali siapa orang tuanya, khusus untuk ayahnya, ia tidak dapat menghilangkan secuil rasa benci di hatinya. Ishana tak dapat berhenti membayangkan separah apa sakit hati yang dirasakan Mamanya dulu. Tidak dipercayai, dikhianati, dan berkali-kali disakiti hatinya.
"Aku cuma gak mau kamu menyesal. Umur gak ada yang tahu. Aku hanya gak mau kamu menyesal di kemudian hari."
Ishana menghela napasnya lesu. Tiba-tiba teringat perkataan Diaz kemarin sore.
Apa ia benar-benar akan menyesal jika terus bersembunyi? Ishana berguling di atas kasurnya dan tidur terlentang memandangi langit-langit kamar hotel yang ditempatinya.
"Kalau Mama ada di sini ... Mama mau aku gimana?"
Renungan Ishana terusik oleh ketukan pintu yang terdengar. Ia kemudian melirik jam dinding yang baru menunjukkan pukul 06.15 WIB. Siapa yang mengunjunginya sepagi ini? Bima? Atau ... Diaz?
Buru-buru Ishana bangkit dari kasur dan mematut penampilannya di cermin meja rias. Biar pun masih memakai piyama, setidaknya ia tidak ingin rambut atau wajahnya terlihat kusut di depan Diaz.
"Iyaaa" seru gadis itu saat suara ketukan tak juga berhenti terdengar.
Namun, rupanya bukan Diaz atau Bima yang mengunjunginya. Raut Ishana seketika kaku melihat sosok yang beberapa menit lalu dilihatnya pada layar ponsel kini berdiri tegak di hadapannya.
"Boleh saya masuk?"
Ishana terlalu terkejut untuk bereaksi. Dan hal itu justru dimanfaatkan Aryan untuk masuk melewati ambang pintu, juga melewati Ishana yang dengan kaku memberi jalan. Ishana meremas daun pintu cukup kuat saat menutup pintu kembali.
Aku harus gimana? Kabur? Telepon Kak Bima? Kak Diaz? Aku belum siap...
"Kenapa masih di sana?"
Ishana bahkan sampai tersentak saat suara itu menegurnya yang terlalu lama menutup pintu. Ia butuh sedikit waktu untuk mempersiapkan diri bertatap muka dengan Papanya. Siapa sangka Papanya itu tipe tidak sabaran?
Ishana memutuskan untuk memberanikan diri menghampiri Aryan yang kini sudah duduk di sofa layaknya pemilik kamar ini. Ishana memilih duduk di tempat terjauh dari Papanya, yaitu di seberang sofa yang diduduki pria itu. Setidaknya ada meja kaca yang memisahkan mereka berdua.
"Dari mana Bapak tahu saya di sini?" Tanya Ishana memulai pembicaraan. Ia berharap keberaniannya yang hanya sebesar biji sirsak ini dapat mengusir perasaan tak nyaman saat Papanya itu tak putus menatapnya lamat-lamat. Bagaimana bisa rasanya segini buruknya? Padahal pria di hadapannya ini jelas adalah ayah kandungnya. Mungkinkah kombinasi kebencian dan rasa penasaran penyebabnya?
Aryan menghembuskan napasnya seiring pupil matanya yang berpindah mengamati sekeliling kamar. "Bima tidak mungkin menyembunyikan kamu di hotel milik keluarga kami. Tapi, dia juga tidak mungkin menyembunyikan kamu terlalu jauh dari dia. Dia overprotektif seperti saya. Dan pastinya dia tidak akan setuju kalau adik kesayangannya tidur di hotel biasa." Aryan kemudian tersenyum tipis pada Ishana yang mendengarkan dengan seksama. "Hotel ini memenuhi semua syarat tempat persembunyian yang kemungkinan Bima pilihkan untuk kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Alasan Untukmu
ChickLitDi mata semua orang, Ishana Naladipha adalah cewek cantik, cerdas, aktif dan mandiri. Tidak heran jika secara tidak resmi ia dipredikati sebagai salah satu mahasiswi tercantik di Fakultas Seni oleh para mahasiswa. Tidak akan ada yang lolos dari peso...