24. Inara

278 26 4
                                    

Bima pikir ia bisa membawa Ishana pergi bersamanya hari ini. Tapi, sepertinya ia terlalu berharap lebih jika bisa membawa gadis itu terlibat. Bagaimana pun juga, bagi Ishana Bima bukanlah siapa-siapa. Hanya orang asing yang tiba-tiba berlagak melindunginya meskipun baru saling mengenal beberapa bulan saja. Bima tidak ingin membuat Ishana merasa tidak nyaman dengan keberadaannya. Jadi, untuk kali ini saja, ia pupuskan harapannya untuk membawa Ishana bersamanya.

Nampaknya, pada hari istimewa ini, Bima harus datang ke tempat ini sendirian. Padahal ini pun pertama kalinya bagi Bima datang ke tempat ini.

Sesampainya di taman yang dipenuhi nisan itu, Bima menghampiri salah satu nisan yang sengaja ditanam bunga mawar putih di sampingnya. Di samping gundukan tanah itu sudah berdiri dua wanita paruh baya yang baru Bima kenal  hampir satu bulan terakhir. Bu Laila dan Bu Sri.

Bu Laila tak kuasa menitikkan air matanya kala Bima menyalimi tangannya dan Sri dengan sopan.

Dengan suara bergetar, Laila berjongkok dan mengusap batu nisan itu.

"Ra, lihat. Anakmu hari ini datang untuk menemui kamu. Seharusnya kamu gak ada di sini, Ra." lirih Laila.

Bima turut berjongkok dan mengusap batu nisan dengan ukiran nama "Inara" di sana. Mati-matian ia tahan air mata yang bisa luruh kapan saja.

Benar. Nama inilah yang selalu ia dengar dari mulut Kakeknya. Nama yang memang tidak memiliki nama belakang. Nama yang hanya dengan menyebutnya saja mampu menggetarkan hati Bima oleh kerinduan yang menggebu meskipun ia tak pernah memiliki secuilpun kenangan tentangnya.

Untunglah Hardian Shailendra, kakaknya selalu menceritakan bagaimana sosok Inara pada Bima, sehingga cowok itu seolah mampu mengenal sosok Inara secara langsung meskipun sudah berpisah amat lama.

Inara yang ia kenal adalah wanita yang luar biasa. Sama-sama penerima beasiswa penuh di Cakrabuana University. Kala itu, Hardian jugalah yang menyeleksi dan memilih penerima beasiswa penuh di Cakrabuana selaku pemilik kampus.

Kemudian Hardian mengenal Inara. Gadis berbakat dalam seni tari yang layak menerima beasiswa penuh itu. Gadis yang rupanya hanya anak yatim piatu itu kemudian berkat kecantikan dan prestasinya mampu menarik perhatian Aryan Shailendra, putra sematawayang Hardian.

Hardian berharap dengan kedekatan keduanya dapat merubah sikap Aryan yang arrogan dan suka seenaknya. Tanpa mempedulikan latar belakang Inara, Hardian berharap kesederhanaan gadis itu mampu membuat putranya menjadi pria yang lebih baik.

Dan semua berjalan baik-baik saja untuk Inara dan Aryan. Keduanya sama-sama saling mencintai dan bahkan langsung dikaruniai putra di tahun pertama pernikahan.  Entah apa yang membuat Aryan pada akhirnya membuat tindakan bodoh dengan membiarkan wanita baik itu pergi darinya. Meninggalkan seorang anak laki-laki yang tengah sakit demam di tengah malam hanya dengan sepucuk surat. Itu pun bukan untuk Aryan. Melainkan untuk Hardian, karena Inara nampaknya lebih mempercayai mertuanya itu ketimbang suaminya sendiri.

Meskipun Inara hanya merawat Bima selama satu tahun, dari Hardian Bima tahu bahwa Inara adalah ibu yang baik. Wanita itu merawatnya dengan telaten meskipun itu merupakan pengalaman pertamanya menjadi seorang ibu. Selalu menjadi yang paling khawatir tiap kali Bima sakit dan yang selalu bersabar menggendong Bima mengelilingi rumah jika anaknya itu kesulitan tidur di malam hari.  Sifat Inara memanglah berbanding terbalik dengan ayahnya yang baru menunjukkan sifat kebapakannya ketika Bima menginjak usia empat tahun. Setelah tiga tahun lamanya Inara menghilang dari hidup Aryan dan benar-benar merubah pria itu.

Kepergian Inara masihlah menjadi misteri hingga akhirnya Bima mengenali kalung milik Ishana. Kalung yang sama persis dengan kalung yang selalu Inara kenakan dalam foto-fotonys.

Satu Alasan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang