30. Bagai Kutub Magnet yang Sama

339 32 9
                                    

"Jadi bener mereka balikan?" Ishana menggigit bibir dalamnya kuat dengan langkah lebar. Ia ingin segera menjauh dari gedung yang mana ada Diaz di dalamnya. Mungkin mulai sekarang ada baiknya ia menjauhi segala hal yang berhubungan dengan Diaz jika memang hatinya selemah ini.

Mungkin ada benarnya juga saran Feby. Ia juga harus mencoba bertemu orang baru. Ya, terkesan labil memang jika keputusan itu diambil tanpa pikir panjang setelah minggu lalu ia tolak mentah-mentah. Tapi, apa salahnya mencoba? Diaz saja bisa mencari penggantinya secepat ini. Mengapa ia tidak bisa?

*****

"Ini ilegal loh, Na."

Ishana menghembuskan napas keras selagi matanya melirik tajam pada Bima. "Terus, waktu Kak Bima korek-korek informasi tentang aku lewat database kemahasiswaan itu gak ilegal?"

Bima hanya bisa menghela napas. "Oke."

Ini pertama kalinya Ishana berada di gedung Kemahasiswaan kampus. Apalagi dapat dengan mudah mengakses data mahasiswa berkat privilege yang dimilikinya. Sebenarnya ini tetap tidak benar untuk dilakukan meskipun ia cucu pemilik kampus. Tapi kekhawatirannya pada Feby sudah tak tertolong lagi. Sahabatnya itu sudah menghilang 3 hari.

"Lagian aku cuma ingin tahu alamat dan nomor telepon rumah Feby di Solo," gerutu gadis itu seraya memfoto data Feby dari layar komputer.

"Awas aja kalau informasi ini Kakak bagi ke Kak Elang," ancamnya dengan delikan tajam.

Bima hanya bisa geleng-geleng kepala dengan kelakuan adiknya. Saat ini sepertinya Ishana tengah membenci semua yang berhubungan dengan Diaz, Elang pun bahkan kena getahnya. Ternyata benar ya kalau kebencian itu bisa menular.

"Lo lupa ya? Elang dan Feby datang dari kampung halaman dan kota yang sama. Elang bahkan pernah pacaran sama Kakaknya Feby. Menurut lo, dia gak tahu alamat rumahnya?"

Ishana menulikan telinganya membuat Bima menghela napas. "Soal Diaz ... kalian-"

"Jangan sebut nama cowok itu di depan aku ya, Kak," Ishana langsung menyela. "Dia kira cuma dia aja apa yang bisa move on dengan cepat. Gue juga bisa!"

Bima nyaris terperangah melihat tekad menggebu sang adik. Terlebih saat Ishana meminta nomor cowok yang ditawarkannya minggu lalu.

"Dia oke kan?"

"Y-ya oke sih. Tapi lo yakin mau coba kenalan sama dia?"

"Yakin lah. Kak Bima sendiri yang nawarin minggu lalu."

"Dan lo sendiri yang bilang kalau untuk move on gak harus langsung cari cowok lain kan, Na?"

"Emang aku pernah bilang begitu? Aku gak ingat."

Lagi-lagi Bima hanya bisa menghela napas. Kita anggap saja Ishana selalu benar. Toh cewek selalu benar dibanding cowok kan?

*****

Berbanding terbalik dengan Ishana, Diaz justru seolah kehilangan apinya untuk move on. Cowok itu jadi lebih pendiam dari biasanya dan lebih sering menghilang dari radar Elang dan Bima. Hal itu tentunya membuat kedua sahabatnya itu khawatir dan cemas. Jadi begitu sosoknya terlihat di Night Sky, Bima langsung menghampiri tanpa peduli betapa canggungnya situasi mereka belakangan ini.

"Ke mana aja lo belakangan ini?" tanyanya.

Diaz hanya melirik sesaat sebelum menenggak kembali minumannya. "Bukan urusan lo," ketusnya

Bima tersenyum mengejek. "Gue denger dari Nana, lo salah paham cuma karena lihat gue dan dia pelukan di depan panti. Ternyata semudah itu lo lepasin dia."

Satu Alasan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang