29. Antara Kebenaran dan Kesalahpahaman

348 35 6
                                    

Semuanya benar-benar telah berubah sejak hari di mana Diaz membuat Ishana menangis dengan tuduhan perselingkuhannya. Ishana yang marah dan kecewa bahkan sampai hati menghapus kontak Diaz dari ponselnya. Sedangkan Diaz? Dia kembali menjadi sosok paling kontroversial di kampus. Mendekati kelulusannya, cowok itu justru kembali menjadi most wanted guy yang setiap malam merangkul gadis berbeda setiap harinya.

Fakta bahwa Diaz melenceng dari harapan Ishana yang menginginkan cowok itu berubah tentu membuat gadis itu sedih. Tapi Ishana sadar, hidup Diaz hanya cowok itu sendiri yang mampu mengaturnya. Termasuk cowok itu sendiri yang akan bertanggungjawab atas hidupnya sendiri. Kini Ishana hanya akan menjadi pendengar kisah cowok itu dari kejauhan. Tetap peduli meskipun rasa sakit dan kecewa masih terasa tiap kali nama itu terucap oleh berbagai bibir yang membicarakan.

Diaz beginilah, Diaz begitulah. Yang terbaru bahkan beredar kabar bahwa Diaz balikan dengan Ratu, mantannya. Cewek yang terakhir kali Ishana pergoki mencium Diaz di ruang latihan Nomos Band. Baiklah, mulai saat ini Ishana memutuskan untuk tidak peduli! Biar saja Diaz mengencani cewek mana pun di dunia ini. Ia tidak akan mau peduli lagi!

"Na, lo mau gak gue kenalin sama Anjar?"

Dengan malas Ishana melirik Bima yang hampir dua minggu ini selalu mengekorinya kemanapun Ishana pergi. Cowok itu seolah tengah memberi jarak dengan sahabat-sahabatnya. Dan Ishana tahu itu karena dirinya. Ia mulai merasa bersalah telah membuat hubungan persahabatan Kakaknya menjadi terasa canggung karena kisah percintaannya.

"Anjar siapa?"

"Ada temen gue di BEM. Baik anaknya. Sopan, gentle, aktif juga."

"Jangan bilang Kak Bima mulai sekepala sama Feby?" tuduh Ishana jengah. Bima hanya bisa menggaruk tengkuknya salah tingkah. "Gak ada salahnya juga kan ngikutin ide temen lo itu?"

Ishana menutup buku bacaannya dengan sebal. "Kak, obat patah hati itu gak selalu cari yang baru. Untuk aku sendiri, yang aku butuhkan saat ini adalah ketenangan. Aku butuh proses untuk melupakan Kak Diaz. Itu aja. Lagipula, dia gak sehebat itu untuk buat aku lama-lama patah hati," sewotnya di akhir. Bima mencebikkan bibirnya sangsi.

"Buktiin kalau gitu. Udah hampir tiga minggu lo kayak orang patah semangat sedangkan Diaz udah tiga kali ganti pacar."

Ishana cemberut. "Aku gak kayak gitu. Buktinya aku masih bisa tampil glow up tiap ke kampus. Masih bisa kelihatan keren di depan teman-temanku meskipun jelas-jelas baru putus."

"Yah ... di kampus doang buat apa? Di rumah lo tetap kelihatan menyedihkan," sambar Feby yang tiba-tiba muncul di samping Ishana dan Bima. Kehadiran seseorang yang mengikuti cukup jauh di belakang Feby sontak membuat Ishana dan Bima mengangkat alisnya penuh tanya.

Melihat raut keheranan Ishana, seketika membuat Elang menyengir lebar dan mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Padahal belum ada yang bersuara baik Ishana maupun Bima.

"Eits, walaupun lo dan Diaz udah putus, bukan berarti kita musuhan kan, Na?"

Ishana hanya tersenyum canggung dan mengangguk samar. Ia mulai tidak nyaman dengan perhatian pengunjung kantin yang mulai bermunculan.  Selama dua minggu terakhir kehadiran Bima yang tidak pernah absen di kantin Fakultas Seni sudah cukup menarik minat mahasisa di sini. Jangan sampai kehadiran Elang malah membuatnya kembali menjadi pusat perhatian.

"Ada perlu apa Kak Elang ke sini?"

Elang mengambil duduk di seberang meja Ishana. Tepat berseberangan dengan Feby yang mulai berani menampilkan raut keki pada cowok itu, sekaligus di samping Bima yang nampak tak acuh.

"Bima tiap hari makan siang di sini gak lo tanyain urusannya deh kayaknya," balas Elang setengah menyindir. Ishana berdecak samar dan melirik Feby.

"Lo yang ajak Kak Elang makan siang di sini?"

Satu Alasan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang