3. Jadi Musuh Ishana?

523 48 1
                                    

"Gila sih lo," gumam Feby tak habis pikir. Sementara Ishana masih menekuk wajahnya sejak tiga jam lalu keluar dari kantin.

Keduanya kini sedang berada di ruang club tari fakultas. Sama-sama melakukan peregangan sebelum mulai berlatih.

"Lihat deh, Na." Feby mengarahkan ponselnya tepat di depan wajah Ishana. Membuat Ishana yang semula tengah meregangkan tangan, mau tak mau memusatkan perhatian pada layar ponsel Feby.

Sepasang mata bulat gadis itu melotot melihat video yang menunjukkan dirinya saat mencampakkan Diaz di kantin tadi siang. Dan video itu kini viral di CakDay, singkatan untuk Cakrabuana Today. Salah satu fasilitas kampus berupa forum berbagi informasi dan aspirasi yang bebas diakses mahasiswa Universitas Cakrabuana. Baru kali ini forum itu diisi berita tidak penting. Dan mendapati wajahnya tampak jelas dalam video itu benar-benar membuat Ishana tak habis pikir.

Siapapun yang sempat-sempatnya merekam kejadian tadi pasti gak ada kerjaan! kesalnya dalam hati. Terlebih melihat tulisan "Hari Bersejarah: Diaz Zachary Ditolak Cewek Jurusan Seni Tari" di atas video.

Ishana mendengus seraya memalingkan muka dengan jengkel.

"Harus banget ya lo cari musuh dengan cara begini? Kan bisa aja bicara baik-baik? Dengan lo pergi lebih dulu kayak tadi, kesannya lo tolak Kak Diaz mentah-mentah setelah dia berusaha datang ke wilayah elo."

"Gue benci banget sama dia, Feb ..," erang Ishana geram. "Kalau aja lo tahu sebrengsek apa dia. Lo akan memaklumi sikap gue tadi. Jelas-jelas udah gue tolak tempo hari. Masih aja ngotot."

"Lah, emang Kak Diaz dan teman-temannya udah terkenal brengsek kali, Na. Terus kenapa lo harus sebenci itu sama dia di saat dia aja gak pernah buat salah sama lo?"

Kali ini Ishana mendudukkan diri di atas ubin dengan raut kian mengeruh. Feby ikut duduk bersila menghadap sahabatnya.

Beberapa kali Ishana menghembuskan napas kuat. Ragu untuk menjawab. Tapi ia ingin seorang saja mengerti perasaannya saat ini.

"Gue dijadikan objek taruhan sama Kak Diaz dan teman-temannya, Feb," jawab Ishana akhirnya. "Dan di saat gue tahu, bahkan melihat dan mendengar secara langsung gimana mereka menganggap gue serendah itu, menurut lo gue bisa seramah apa lagi? Udah syukur gak gue siram muka cowok sok kecakepan itu di depan umum!"

Keterkejutan tampak jelas di wajah ayu Feby. "Seriusan lo?"

Ishana mengangguk sekali. "Kak Elang bahkan dengan entengnya bilang kalau Kak Diaz bisa dapetin gue dengan mudah. Kalau gue sama kayak cewek lainnya yang akan menyerahkan diri gitu aja cukup dengan merasa dimiliki oleh Kak Diaz." Ishana memejamkan mata sesaat, merasa jijik sendiri dengan candaan Elang soal ngamar dan sebagainya. "Gue bahkan terlalu jijik untuk menceritakan apa yang mereka pertaruhkan tentang gue, Feb."

Feby mendengarkan penuturan Ishana dengan seksama. Percaya seutuhnya tanpa keraguan. Karena dengan bersahabat selama tiga tahun, sudah cukup bagi Feby mengenal Ishana sebagai pribadi yang jujur.

"Jadi ... pengirim hadiah dua minggu terakhir itu Kak Diaz? Gue sebenarnya penasaran banget. Tapi lihat tampang jutek lo tiap nemu hadiah-hadiah itu di loker buat gue mikir berulang kali untuk nanya."

"Hadiah taruhannya mobil Kak Diaz. Gak heran dia sengotot itu. Dan gue gak berminat sama sekali terlibat dalam permainan mereka," lanjut Ishana. Kemudian menghela napas berat.

Feby turut melakukan hal yang sama. Jemari lentiknya menggulir layar ponsel dan hanya bisa melunglaikan bahunya lesu melihat komentar jahat di sana yang semakin banyak tertuju pada sahabatnya.

"Tapi ... musuh lo makin banyak tiap detiknya nih. Lo gak takut, Na? Baru kali ini ada cewek yang nolak Kak Diaz soalnya. Di depan umum pula." Ishana hanya mendelik.

Satu Alasan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang