Mobil itu akhirnya tiba di pelataran parkir Bandara Soekarno-Hatta. Yanto segera membantu Raja menurunkan koper milik Ziva serta ransel milik Raja dari bagian belakang mobil. Ziva menerima kopernya dari Yanto setelah Raja menerima ranselnya lebih dahulu.
"Terima kasih banyak, Pak Yanto. Hati-hati di jalan saat kembali ke rumah," ucap Ziva.
"Sama-sama, Non. Insya Allah saya akan hati-hati saat menempuh perjalanan pulang," balas Yanto.
Raja tersenyum saat sadar kalau Ziva memang selalu ingat untuk berpesan pada seseorang, seperti yang dilakukan oleh kedua orangtua wanita itu. Sifat itu tampaknya benar-benar menurun kepada Ziva dan menjadi satu kebiasaan. Raja pun segera mengajak Ziva masuk ke bandara, tepatnya menuju ke ruang tunggu. Tari dan Hani melambaikan tangan mereka saat melihat kedatangan Raja dan Ziva. Tiket pesawat langsung Tari serahkan bersama dengan berkas kasus yang akan mereka tangani kepada Ziva dan Raja. Ziva segera memeriksa berkas kasus seperti biasanya, sementara Raja meletakkan ranselnya terlebih dahulu pada salah satu kursi kosong di dekat Mika.
"Jadi, kali ini kasus tentang apa?" tanya Raja.
"Kapolda Sumatra Utara menghubungi kantor dan meminta tolong pada kita untuk memecahkan kasus tidak masuk akal. Kasus kali ini menimpa salah seorang Politikus ternama di Sumatra Utara. Korban saat ini sedang mencalonkan diri untuk menjadi Walikota Tebing Tinggi. Korban mendadak mengalami sakit selama satu minggu terakhir, dengan penyakit yang tidak diketahui sumbernya. Lima orang Dokter sudah memeriksa korban, namun sampai saat ini tidak ditemukan sama sekali penyakit di dalam tubuh korban. Tapi meski begitu, korban terus saja mengeluh kesakitan dan rasa sakitnya tersebut berpindah-pindah tempat. Terkadang di kepala, terkadang di dada, tapi terkadang juga di bagian pinggang hingga kaki," jelas Tari.
"Selain merasa kesakitan seperti itu, apakah korban juga mengatakan hal lainnya?" tanya Ziva.
"Sampai saat ini korban hanya mengatakan tentang bagian-bagian mana saja yang terasa sakit pada dirinya. Selebihnya, korban sama sekali tidak mengatakan apa-apa," jawab Tari.
"Ini jelas bukan perkara yang terjadi secara masal seperti kasus sebelumnya. Tapi kenapa Polisi turun tangan atas masalah pribadi seperti ini?" tanya Raja, agak sedikit bingung.
Ziva pun menutup berkas yang sejak tadi ia baca, lalu tersenyum ke arah Raja.
"Bapak Kapolda Sumatra Utara yang meminta pertolongan pada kita adalah saudara ipar dari calon Walikota Tebing Tinggi itu, Ja. Sudah jelas dong kalau Polisi akan langsung turun tangan dalam hal seperti ini, meski sedikit tidak masuk akal," jelas Ziva.
"Dan apakah menurutmu ada kepentingan politik di dalamnya?" Raja ingin tahu pendapat Ziva.
"Entahlah kalau soal urusan itu. Intinya ... kita hanya perlu mencari tahu soal apa yang menjadi alasan sakit yang diderita oleh korban. Urusan politik, biarlah para politikus yang mengurusnya," jawab Ziva, tampak begitu santai.
Rasyid, Mika, Hani, dan Tari sama-sama memperhatikan cara Ziva dan Raja berinteraksi. Mereka jelas melihat ada sesuatu di antara kedua insan tersebut, namun masih belum berani menanyakan apa-apa atau sekedar menduga-duga. Ziva tak pernah bisa ditebak, begitu pula dengan Raja yang masih asing bagi mereka berempat.
Ponsel Raja berbunyi tak lama kemudian. Raja mengeluarkan ponselnya dan langsung membaca sebuah pesan yang ternyata berasal dari Ibunya.
IBU
Situasi di sini sangat kacau. Diskusi yang awalnya santai mendadak jadi semakin menegang. Vano Bareksa dan keluarganya membatalkan niat untuk bertanggung jawab terhadap kehamilan Rere, karena sekarang mereka merasa ragu tentang anak yang ada di dalam kandungan Rere. Mereka ragu karena tahu bahwa Rere sempat selingkuh dengan Gani selama enam bulan, meskipun Gani menyatakan bahwa dia tidak pernah berhubungan intim dengan Rere sama sekali. Rere sendiri tampaknya akan dijebloskan ke penjara oleh Bu Arlita dan Pak Tomi. Mereka tidak terima karena Gani hampir ditipu dan dijebak oleh Rere. Mereka juga meminta ganti rugi penuh atas semua hal yang sudah Gani keluarkan untuk Rere. Mulai dari biaya shopping, biaya dinner tidak jelas, dan juga biaya acara pertunangan yang gagal. Pokoknya Ziva benar-benar beruntung karena bisa terlepas dari Keluarga Jatmiko. Kalau Ziva masih memiliki hubungan dengan Gani, maka tidak tahu bagaimana nasib Ziva sekarang. Bisa-bisa dia akan tertekan dan depresi berat. Oh ya, kamu jangan lupa jagain Adinda Ziva ya, Kakanda Raja. Ibu masih berusaha tahan-tahan diri sampai sekarang untuk tidak tertawa sendiri, padahal Ibu tidak bisa lupa bagaimana saat kamu dan Ziva saling menjahili tadi. Ya Allah, Nak, itu benar-benar pertama kalinya buat Ibu bisa melihat kamu tersenyum lepas di depan seseorang. Biasanya kamu itu datarnya minta ampun. Eh, ketika kamu bersama Ziva, ternyata kamu bisa jadi sosok yang berbeda dari biasanya.Raja sendiri kini berupaya mati-matian untuk tidak tertawa, usai membaca pesan dari Ibunya. Ia membalas dengan cepat, lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.
"Ziv, aku mau ke Starbucks dulu. Kamu mau ikut?" ajak Raja.
Mika dan Hani langsung mengusap dada masing-masing ketika mendengar ajakan Raja terhadap Ziva. Mereka sama sekali tidak mau keceplosan tertawa, agar Raja maupun Ziva tidak merasa canggung.
"Boleh. Aku juga mau beli beberapa roti, soalnya tadi aku enggak nafsu makan saat disuruh makan malam sama Ibu. Aku stress karena terus saja memikirkan soal pertemuan antara Keluarga Jatmiko, Keluarga Hardiman, dan Keluarga Bareksa. Aku ... tadinya ingin menolak ajakan ikut ke sana karena tidak mau bertemu Gani dan Rere, tapi aku enggak enak sama Ayah dan Ibu. Jadinya ...."
"Sudah, jangan bahas Gani atau Rere lagi," potong Raja dengan cepat, sehingga menarik perhatian Tari, Rasyid, Mika, dan Hani. "Tadi sudah kubilang sama kamu setelah kita keluar dari rumah Keluarga Hardiman, bahwa kamu tidak perlu memikirkan hal yang sudah tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupanmu. Jadi mulai sekarang berhentilah memikirkan dua orang tidak penting itu dan blokir nomor mereka dari ponselmu. Aku enggak mau kamu stress hanya karena ulah dan tingkah mereka berdua, Ziva. Aku bahkan tadi sudah menegur Gani secara langsung agar tidak lagi berbicara dengan nada yang kasar sama kamu. Sekarang saatnya kamu yang menghapus mereka dari ingatanmu. Ayo ... cepat ikut sama aku. Kita beli roti yang banyak sebelum kamu sakit gara-gara kelaparan."
Raja menggenggam tangan Ziva dan menggandengnya tanpa ragu. Keempat anggota tim mereka yang lain kini saling menatap satu sama lain sambil menahan senyum masing-masing.
"Tampaknya ada ... uhm ... ada sedikit peningkatan dalam interaksi sosial yang dialami oleh ...."
"Alah! Bahasa dalam pendapatmu terlalu ilmiah dan terlalu baku," potong Hani atas ucapan Mika. "Langsung saja bilang, ada yang lagi berusaha saling mengenal dan mencoba pendekatan, gitu!"
Tari dan Rasyid pun menertawai Mika yang akhirnya kena semprot oleh Hani. Mika hanya bisa meringis saat melihat Hani melakukan keahliannya yang terselubung.
"Lain kali aku akan lebih pilih ikut ke mana pun Raja dan Ziva pergi deh," niat Mika.
"Untuk jadi obat nyamuk?" tanya Tari, Rasyid, dan Hani dengan kompak.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH BAMBU
Terror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 2 Setelah melewati kasus pertama bersama Ziva sebagai partner kerjanya, Raja pun memutuskan untuk menetap dan tidak akan lagi mencari pekerjaan lain. Ia merasa nyaman bekerja bersama Ziva, terutama setelah Raja b...