BAGIAN 19 Menolak yang tak seharusnya ditolak

10 2 0
                                    


Happy Reading


Setelah pertemuan antara Langit dan Sabit, Langit menjadi lebih sering datang ke The King's Café untuk melihat penampilan Gadis yang beberapa minggu ini memenuhi hari-harinya. Beberapa kali, mereka juga sempat bertukar pesan hanya untuk menanyakan kabar masing-masing.

Bahkan kini, hampir setiap malam Langit menunjungi Café. Menghampiri Sean sebagai Alibi di balik keinginannya untuk bertemu dengan Sabit. Dan seperti yang sudah-sudah. Langit akan dengan suka rela mengantarkan gadis itu pulang ke apartemennya.

"Permainan gitar kamu bagus banget, lho, Bit. Kamu punya gitar ?" dalam perjalanan pulang menuju apartemen Sabit, Langit membuka suara, mengingat tentang bagaimana lentiknya tangan gadis itu dalam memainkan benda tersebut.

"Punya, Mas, tapi memang jarang aku bawa, karena di café udah menyediakan gitar." jujurnya.

Langit mengangguk. Fokusnya kini ke depan, menatap jalanan kota Bali yang lumayan padat. Ditambah lagi malam ini adalah malam minggu. menambah dua kali lipat kepadatan jalanan kota.

"Besok ada acara, gak?"

Sabit menggeleng sebagai respon, seiingatnya, dia sama sekali tidak memiliki planning apa pun tentang apa yang aka  ia lakukan esok. Karena seperti hari-hari biasanya, Sabit akan menghabiskan waktunya bergelung dengan kasur, menonton, menghias bukunya dengan beberapa rangkaian kertas jurnal, atau duduk di balkon sembari menatap bunga matahari. Ya seperti itu kegiatan Sabit sehari-hari.

"Ikut saya, yuk," ajakkan Langit yang begitu tiba-tiba jelas mengundang beribu rasa penasaran dalam benak gadis itu. 

"Kemana?" tanyanya dengan kedua alis yang sukses terangkat.

"Pokoknya ikut aja. Besok jam sepuluh saya jemput, jangan lupa bawa gitar kamu juga." sahut si pria yang Sabit rasa tidak terdengar seperti jawaban atas pertanyaannya barusan.

Sabit semakin mengerutkan keningnya, "Mau kemana, sih?" ujarnya penasaran. Si pelaku yang membuat Sabit penasaran setengah mati malah tersenyum. Senyum yang Sabit rasa adalah senyum paling menyebalkan sekali.

"Besok saya jemput," ujar Langit terus bersikeras untuk memberitahukan kepada si gadis akan pergi kemana mereka besok. Membuat hati sabit sedikit kesal karena sikap sok misterius Langit yang selalu tak pernah terpikirkan olehnya.

Sepanjang Sabit mengenal Langit, pria itu aneh. Aneh karena Pria itu selalu bersikap sok misterius. Membawa Sabit ke tempat-tempat yang selalu membuatnya menggelengkan kepala. Seperti tempo lalu, ketika pagi-pagi sekali di hari minggu Langit menelponnya dan memberitahukan kepadanya bahwa laki-laki itu sudah berada di bawah apartemennya. Sabit yang baru bangun buru-buru berlari kencang untuk memastikan apakah pria itu benar-benar ada di apartemennya.

Dan ketika Sabit berhasil turun, Pria itu dengan raut wajah penuh senyum kehangatan menyuruh Sbait untuk bersiap-siap diri. Langit akan mengajaknya jogging di taman dekat apartemennya dan menyantap bubur ayam dari pedagang kaki lima. Itu adalah salah satu dari banyaknya hal yang membuat Sabit takjub hingga membuat Sabit tidak bisa mengekspresikan dirinya antara mau kesal, senang atau lucu.

Dan untuk kali ini, kemana pria itu akan membawanya?

Tepat ketiak Sabit masih memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi diantara dirinya dan Langit besok, Mobil Langit tiba-tiba berhenti. membuat Sabit menyadari bahwa mereka sudah sampai di depan gedung Apartemen. Sabit pun bergegas turun. gadis itu juga tak pernah lupa untuk selalu mengucapkan terimakasih atas tumpangan yang selalu Langit berikan padanya.

Langit Sabit (KUN) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang