Happy Reading
Langit sedikit terburu-buru untuk keluar dari kamarnya. Kini, pakaiannya sudah tak seformal biasanya. Pagi ini, Zain memberitahunya bahwa tidak ada jadwal meeting hari ini, hanya beberapa jadwal control ke beberapa café serta hotel mereka—sebuah jadwal rutin yang selalu Langit lakukan setiap 6 bulan sekali.
Ketika pria itu berjalan menuju dapur, ia sempat tersentak kaget karena Almyra sudah duduk sembari menyantap sarapannya pagi ini. Langit sempat menatap arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Masih pukul 07.00 pagi dan gadis itu sudah duduk disana—sendirian bertemankan kopi hangat dan lamunan yang cukup panjang.
Langit yang awalnya sempat berhenti sejenak kembali melangkah dengan langkah yang pelan untuk memasuki area dapur. Pria itu hendak mengambil air mineral yang berada di kulkas dan membawanya menuju mobil. Ketika pria itu sudah selesai dengan urusannya, ia langsung beranjak pergi dari sana, tanpa memperdulikan keberadaan Almyra disana—seolah Almyra tidak pernah ada disana. Almyra pun dibuat tersenyum miring ketika keberadaannya diacuhkan oleh pria itu. ia menatap punggung itu yang mulai beranjak pergi.
"Sarapan dulu, aku udah siapin sandwich buat kamu." Ujarnya untuk membuat Langit menghentikan langkahnya.
Hal itu membuat batin Almyra berharap bahwa pria itu mau membalikkan badannya dan duduk menikmati sarapan mereka dengan canda tawa pagi ini. seperti kala itu.
"Lagi buru-buru mau control café dan beberapa cabang hotel. Aku sarapan di kantor aja, sorry," Ujarnya tanpa berbalik arah untuk menatap lawan bicaranya.
Almyra tersenyum sumbang, padahal ia sudah rela bangun pagi-pagi sekali untuk bisa bertemu Langit dan membuatkan pria itu sarapan—Namun sepertinya kebiasaan itu sedikit demi sedikit mulai menghilang.
Ternyata, apa yang ia harapkan hanya berakhir di dalam batinnya saja. Karena Langit lebih memilih untuk sarapan di kantor dari pada sarapan bersamanya. Hatinya begitu mencelos ketika punggung yang selama ini selalu ia rengkuh seketika begitu jauh darinya. Bahkan untuk sekedar menyentuhnya saja Almyra sudah tidak memiliki kesempatan itu.
Langitnya kini terlalu jauh untuk ia gapai. Bak Langit yang terbentang luas diatas sana—Sabit begitu kesusahan menggapainya dan sangat mustahil bagi Almyra untuk bisa menggapainya. Langitnya telah berubah, dan dirinya lah yang membuat pria itu berubah.
Almyra meraih ponselnya yang sejak tadi tergeletak disampingnya. Ia membuka lockscreen ponselnya dan mulai memasuki ruang obrolannya dengan Zain. Ia menanyakan tentang apa yang barusan Langit ucapkan. Dentingan ponsel tanda balasan pesan dari Zain pun masuk. Zain membenarkan pertanyaan Almyra yang bertanya mengenai jadwal control yang Langit ucapkan barusan.
Akhirnya Almyra mengangguk dan bernapas lega. Entah mengapa, setelah hari itu Almyra tak lagi mudah mempercayai segala ucapan dan segala kegiatan yang akan pria itu lakukan. Almyra hanya takut jika pria itu akan kembali menemui gadis tanpa sepengetahuan Almyra. Makanya ia selalu menanyakan keberadaan Langit kepada Zain. Salahkah Almyra yang bersikap demikian?
***
"Kita ketemu di café, Zain," Ucap Pria itu melalui sambungan telepon antara dirinya dan Zain. Dan setelah mengatakan itu, Langit langsung memutuskan panggilan telepon di antara keduanya.
Zain yang ada di sebrang sedikit mencak-mencak ketika Langit langsung memutuskan sambungan teleponnya dengan begitu saja. Yah, setidaknya hanya kebiasaan lamanya yang inilah yang tidak berubah sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Sabit (KUN) End
Romancesebuah Rasa yang tak seharusnya ter-asah. Cover by : pinterest