BAGIAN 23 Busy

6 3 4
                                    


Happy Reading


Satu hari di hari minggu, berlalu dengan sangat membahagiakan. Dimana Sabit menghabiskan seluruh harinya bersama Langit. Hampir seluruhnya malah. Karena ketika mereka selesai makan, Langit tak lantas membawanya pulang ke apartemen, melainkan duduk di taman dekat apartemennya hingga pukul 10 malam, hanya untuk membuat Sabit menyanyikan beberapa lagu untuk pria itu. Dan beberapa kali juga Sabit mengajarkan cara bermain gitar kepada laki-laki itu.

Hari itu, terasa begitu membahagiakan bagi Sabit. Bahkan, efek dari rasa bahagia itu terbawa hingga keesokkan harinya. Pagi ini, dengan senyum mengembang lebar, Sabit menyiram bunga matahari yang ada di atas balkon apartemennya. Bersenandung riang, menggoyang-goyangkan badannya, pertanda bahwa ia sangat bahagia.

Ketika matanya bertemu dengan sepasang bunga matahari—yang tempo lalu Sabit anggap sebagai pemghubung interaksi antara dirinya dengan Papa dan Mama—Sabit sedikit merundukkan tubuhnya agar mata itu dapat menatap lekat kedua bunga matahari tersebut.

"Sabit menemukannya, Pa, Ma! Laki-laki yang Sabit suka!" katanya berbicara dengan dua bunga itu dengan senyum yang tak henti-hentinya terlukis apik di wajahnya.

Bunga itu begerak-gerak kecil karena terkena hebusan angin. Dan Sabit kian melebarkan senyumnya hingga menampakkan gigi-giginya. Menganggap bahwa gerakkan itu sebagai respon dari kedua orang tuanya. Mungkin tidak waras adalah kata yang tepat untuk menggambarkan betapa anehnya sikap Sabit pada hari ini.

Setelah selesai dengan bunga-bunganya, Sabit masuk ke dalam, dengan tetap membiarkan Pintu balkon itu terbuka lebar. Sabit berjalan dan merebahkan tubuhnya di sofa. Seperti biasa, ketika pagi sampai menjelang siang nanti, waktu Sabit begitu kosong. Begitu juga apartemen yang hanya diisi olehnya, Karena sejak pukul 07.00 pagi tadi, Gina sudah berangkat kerja. Maklum, wanita karir satu itu terlihat sangat sibuk sekali. Sangat berbeda dengan Sabit yang disebut wanita karir bukan namun wanita pengangguran juga bukan.

Dalam heningnya suasana, otaknya kembali memutar memori tentang mereka semalaman. Tentang Langit yang membawanya dan memperkenalkan gadis itu pada dunia pria itu. Tentang Langit yang membawanya ke tempat spesial pria itu. Dan... Sabit menutup wajahnya menahan malu. Kakinya bergerak-gerak menendang lengan sofa sangking berbunga-bunga hatinya saat ini.

Malam ketika mereka duduk di bawah temaramnya lampu taman. Di mana tangan Sabit menyentuh punggung tangan Langit dengan cukup lama ketika ia harus membenarkan letak tangan itu di atas senar gitar. Dan... di mana Langit dengan tidak berdosanya malah mengecup pipinya singkat dan mengucapkan terimakasih untuk hari yang telah mereka lewati bersama.

Coba bayangkan, betapa ingin sekali Sabit berteriak girang malam itu. Namun ia harus menahan bulat-bulat karena tidak ingin malu di depan Langit. Ah, pria itu sudah benar-benar masuk dan menguasai seluruh hati Sabit.

Komunikasi di antara mereka memang tidak terlalu sering terjadi. Hanya beberapa chat dan panggilan telepon untuk sekedar mengajak untuk jalan atau makan. Karena Langit lebih memilih langsung menghampiri Sabit ke café. Dan seperti yang sudah-sudah, setelah hari itu, Sabit dan Langit belum berkomunikasi lagi. Sabit cukup mengerti akan kesibukkan pria itu, maka ketika pria itu mengirimkannya pesan dan mengajaknya untuk sekedar makan atau ke pantai Sabit akan sangat senang sekali.

Setelah beberapa bulan menjalin hubungan, kali ini, Sabit sudah lebih yakin akan perasaannya terhadap pria itu. Awalnya, ia sempat meragu, berusaha sebisa mungkin menganggap Langit sebagai teman layaknya Vio. Namun semakin ke sini, semakin banyak hal-hal yang mereka lakukan, membuat rasa itu datang dengan sendirinya di dalam hati Sabit. Ia membiarkan dirinya tulus mencintai laki-laki itu. Berharap, suatu saat, ada hari membahagiakan dimana pria itu mengatakan bahwa pria itu juga menyukainya. Walaupun separuh dari dalam diri Sabit juga meragu, apakah pria itu memiliki perasaan yang sama layaknya perasaan Sabit kepadanya.

Langit Sabit (KUN) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang