Happy Reading
"Pulang di anter siapa lo?"
Tiba-tiba saja, Gina sudah berada di belakang Sabit yang baru saja turun dari mobil putih yang sudah melaju--menjauhi mereka. Sabit terkejut. Apalagi ketika melihat tatapan penuh selidik dari Gina membuat Sabit menggeleng tak habis pikir dengan rasa kepo gadis itu yang sangat-sangatlah besar. Sabit sangat membenci Gina jika gadis itu sudah dalam mode kepo. bukan apa-apa, yang jadi masalah adalah Gina akan terus membeberkan segala macam pertanyaan kepada Sabit. bahkan ketika Sabit sudah menjawabnya, dan jawaban itu tidak sesuai dengan apa yang Gina inginkan, maka sampai mampus pun gadis itu akan terus-terusan mengulang pertanyaan yang sama.
"Hayo, pulang sama siapa lo?" Gina menunjuk Sabit. Sabit mencebik kesal. Dia bahkan dengan berani memukul tangan Gina yang teracung kedepannya. Hal itu jelas membuat Gina mendelik tajam dan cemberut tidak suka.
Sabit memilih tidak memperdulikan sikap Gina. gadis itu buru-buru berjalan masuk ke Apartemen mereka. Sabit berusaha menghindari Gina yang sedang dalam mode usil seperti itu.
"Sabit!" teriaknya berlari mengejar Sabit sembari membawa kresek berwarna putih. tampaknya gadis itu habis dari Indoapril.
Sabit memilih bersikap seolah ia tidak mendengar teriakkan Gina yang cukup kencang. Sabit memilih untuk terus berjalan setengah berlari untuk menghindari Gina. sontak saja hal itu membuat Gina mencak-mecak bak cacing kepanasan di teriknya matahari di siang hari.
"Gila ya lo, malah makin kenceng lagi jalannya!" protes gadis itu. dadanya terlihat kembang kempis sebab letih mengejar lari Sabit yang sangat kencang. Mentang-mentang tubuhnya kecil bisa lari meninggalkannya begitu saja.
Sabit tertawa puas melihat wajah Gina. Betapa sengsaranya wajah itu. Namun ia tetap tak mempedulikan tentang segala kekepoan Gina terhadapnya. Sabit lebih memilih membanting dirinya di sofa. Menarik napas dalam dan membuangnya dalam satu helaan panjang. malam ini adalah malam yang sangat membahagiakan bagi Sabit. di mana akhirnya... setelah melewati masa-masa yang Sabit rasa sulit, akhirnya Tuhan berbaik hati padanya, dengan memberikannya kesempatan untuk kembali memeluk Jurnal pemberian dari sang Papa.
walaupun saat ini Jurnal itu belum ada di tangannya, tapi tetap saja, keberadaan Jurnal itu sudah Sabit ketahui. sedikit banyaknya... hal itu membuat Sabit bernapas lega seperti malam ini. ketika mengingat tentang Jurnal, Sabit langsung mengubah posisi rebahannya di sofa menjadi duduk tegak. Sabit tidak sabar ingin membagikan kabar bahagia ini kepada Gina.
"Lo mau tahu sesuatu gak, Gin?" antuasianya.
"Nggak!" jawab Gina cepat sembari berjalan menuju dapur.
"Jurnal gue ketemu, Gin!" teriak Sabit senang memberitahukan berita itu. seolah ia tak peduli dengan jawaban Tidak yang keluar dari mulut Gina barusan.
Gina melongokkan kepalanya. Wajahnya yang semula kesal berubah menjadi senang mendengar kabar dari Sabit.
"Serius?" Sabit mengangguk semangat.
"Siapa yang nemuin?" Gina berjalan cepat untuk duduk bergabung dengan Sabit.
"Laki-laki yang nganter gue tadi. Laki-laki yang beberapa kali ketemu juga sama gue, ternyata temennya Pak Sean, dan ternyata juga... dia pemilik The King's Cafe yang sesungguhnya."
Gina membuka lebar matanya. "Siapa namanya? Ganteng gak?"
Sabit berdecak sebal, memukul lengan gadis yang duduk di sebelahnya itu dengan sangat kencang. Sehingga membuat si korban mengaduh kesakitan, kentara sekali tangannya yang mengelus bagian lengan yang dipukul itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Sabit (KUN) End
Romancesebuah Rasa yang tak seharusnya ter-asah. Cover by : pinterest